Hak Dan Kewajiban Seorang Muslim Dalam Menuntut Ilmu


PEMBAHASAN
Hak Dan Kewajiban Seorang Muslim Dalam Menuntut Ilmu
Wajib bagi muslim mempelajari ilmu yang menjadi prasyarat untuk menunaikan sesuatu yang menjadi kewajibannya. Dengan demikian wajib baginya mempelajari ilmu mengenai jual beli bila berdagang. Wajib pula mempelajari ilmu yang berhubungan dengan orang lain dan berbagai pekerjaan. Maka setiap orang yang terjun pada suatu profesi harus mempelajari ilmu yang menghindarkannya dari perbuatan haram di dalamnya. Kemudian setiap muslim wajib mempelajari ilmu yang berkaitan dengan hati, seperti tawakkal (pasrah kepada Allah), inabah (kembali kepala Allah), khauf (takut kepada murka Allah). dan rida.
Alangkah bahagianya menjadi seorang muslim, karena dengannya Allah Text Box: l   akan menyelamakannya dari api neraka, namun alangkah bahagianya ketika seorang muslim memiliki ilmu,  maka Allah Text Box: l akan mengangkat derajatnya sebagaimana firman Nya, dalam surat Almujadilah :11 di tegaskan :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١١
“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”(QS. Almujadilah :11).
Berkenaan dengan turunnya ayat tersebut dapat diikuti keterangan yang diberikan oleh Ibn Abi Khatim. Menurut riwayatnya yang diterima dari Muqotil bin Hibban, bahwa pada suatu ketika di hari jum’at Rasulallah Text Box: n   berada di suatu tempat yang sempit, saat mana Ia tengah menerima tamu dari penduduk Badar kalangan Muhajirin dan Anshar, tiba-tiba sekolompok seorang yang di dalamnya termasuk Tsabit bin qois datang dan ingin duduk dibagian depan tempat tersebut. Mereka berdiri memuliakan Rasulallah, dan mengucapkan salam kepada Nya. Nabi menjawab salam kelompok orang tersebut dan juga kelompok tersebut menjawab salam yang lainnya. Mereka berdiri disampingnya dan menunggu agar diberikan tempat yang agak luas. Namun orang yang datang terdahulu tetap tidak memberikan peluang. Kejadian itu kemudian mendorong Rasulallah Text Box: n   mengambil inisiatif dan berkata kepada sebagian orang yang ada di sekitarnya, berdirilah kalian, berdirilah kalian. Kemudian berdirilah sebagian kelompok tersebut berdekatan dengan orang yang datang terdahulu sehingga Rasulallah tampak menunjukan kekecewaan di hadapan mereka dalam keadaan demikianlah ayat tersebut diturunkan.
Selanjutnya berkenaan dengan kandungan ayat tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
Kata tafassahu pada ayat tersebut maksudnya adalah tawassa’u yaitu saling meluaskan dan mempersilahkan. Sedangkan kata yafsahillahu lakum maksudnya Allah akan melapangkan rahmat dan rezkiNya bagi mereka. Unsuzyu maksudnya saling merendahkan hati untuk memberi kesempatan kepada setiap orang yang datang. Yarfa’illahu ladzina amanu, maksudnya Allah akan mengangkat derajat mereka yang telah memuliakan dan memiliki ilmu di akhirat pada tempat yang khusus sesuai dengan kemuliaan dan ketinggian derajatnya.
Dari ayat tersebut dapat diketahui tiga hal sebagai berikut:
Pertama, bahwa para sahabat berupaya ingin saling mendekat pada saat berada di majelis Rasulallah Text Box: n  , dengan tujuan agar ia dapat mudah mendengar wejangan dari Rasulallah Text Box: n    yang diyakini bahwa dalam wejangannya itu terdapat kebaikan yang amat dalam serta keistimewaan yang agung.
Kedua, bahwa perintah untuk saling meluangkan dan meluaskan tempat ketika berada di majelis, tidak saling berdesakan dan berhimpitan dapat dilakukan sepanjang dimungkinkan, karena cara demikian dapat menimbulkan keakraban diantara sesama orang yang berada di dalam majelis dan bersama-sama dapat mendengar wejangan Rasulallah Text Box: n  .
Ketiga, bahwa setiap orang yang memberikan kemudahan kepada hamba Allah yang ingin menuju pintu kebaikan dan kedamaian, Allah akan memberikan keluasaan kebaikan di dunia dan di akhirat. Singkatnya ayat ini berisi perintah untuk memberikan kelapangan dalam mendatangkan setiap kebaikan dan memberikan rasa kebahagiaan kepada setiap orang islam. Atas dasar inilah Rasulallah Text Box: n   menegaskan bahwa Allah akan selalau menolong hamba Nya selama hamba tersebut selalu menolong sesama saudaranya.[1]
Dalam surat At-taubah:122 di tegaskan :
۞وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ ١٢٢
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”(QS.At-taubah:122).
Menurut al-Maraghi ayat tersebut memberi isyarat tentang kewajiban memperdalam ilmu agama ( wujub al-tafaqquh fi al-din) serta menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya didalam suatu negri yang telah didirikan serta mengajarkannya kepada manusia berdasarkan kadar yang diperkirakan dapat memberikan kemaslahatan bagi mereka sehingga tidak membiarkan mereka tidak mengetahui hukum-hukum agama yang pada umumnya harus diketahui oleh orang-orang yang beriman. Menyiapkan untuk memusatkan perhatian dalam mendalami ilmu agama dan maksud tersebut adalah termasuk kedalam perbuatan yang tergolong mendapatkan kedudukan yang tinggi dihadapan Allah, dan tidak kalah derajatnya dari orang-orang yang berjihad dengan harta dan dirinya dalam rangka meninggikan kalimat Allah. Bahkan upaya tersebut kedudukannya lebih tinggi dari mereka yang keadaannya tidak sedang berhadapan dengan musuh. Berdasarkan keterangan ini, maka mempelajari fiqih termasuk wajib, walaupun sebenarnya kata taffaquh tersebut makna umumnya  adalah memperdalam ilmu agama, termasuk ilmu fiqih, ilmu kalam, ilmu tafsir, ilmu tasauf dan sebagainya.[2]
A.    Hak Seorang Muslim Dalam Belajar
1.      Hak memilih guru
Seorang muslim memiliki hak untuk memilih seorang guru yang akan mengajarinya, dengan tujuan agar guru tersebut mampu mengajarkan ilmu kepadanya. Sebagai mana yang dilakukan oleh para Ulama salaf kita yang melakukan pengembaraan ilmu dan memilih guru yang tepat dalam bidangnya.
2.      Hak mendapatkan ilmu
3.      Hak bertanya
4.      Hak memberi usul atau saran
5.      Hak mengikuti pembelajaran
6.      Hak mendapatkan fasilitas
B.     Kewajiban Seorang Muslim Dalam Belajar
1.      Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqorrub (mendekatkan) diri kepada AllahText Box: l, sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela, seperti terdapat dalam Q.S. Adz-dzariyat ayat 56 yaitu:
dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (Q.S. Adz-dzariyat : 56).
2.      Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan dengan masalah ukhrawi. Dalam hal ini Allah Text Box: l   berfirman:
 وَلَلۡأٓخِرَةُ خَيۡرٞ لَّكَ مِنَ ٱلۡأُولَىٰ ٤
Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)(QS.Ar-rahman:4)
3.      Bersikap tawadhu (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentinga pribadi untuk kepentingan pendidikannya.
4.      Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran
5.      Mempeljari ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk tujuan ukhrawi maupun untuk duniawi.
6.      Belajar dengan  bertahap dengan cara memulai pelajaran yang mudah menuju pelajaran yang sulit.
7.      Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian hari beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga anak didik memmliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
8.      Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
9.      Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
10.  Mengenal  nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang dapat bermanfaat dalam kehidupan dunia akhirat.
11.  Anak didik harus tunduk pada nasihat pendidik.[3]
Dan kami juga berpendapat bahwasanya yang tidak kalah penting juga dalam kewajiban seorang muslim dalam menuntut ilmu adalah memperhatikan adab-adab dalam menuntut ilmu.
Dalam surat al-Hujurat ayat 1-5 ditegaskan pula:
يَٰٓأَيُّهَاٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُقَدِّمُواْ بَيۡنَ يَدَيِ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَٱتَّقُواْٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ ١ يَٰٓأَيُّهَاٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَرۡفَعُوٓاْ أَصۡوَٰتَكُمۡ فَوۡقَ صَوۡتِ ٱلنَّبِيِّ وَلَا تَجۡهَرُواْ لَهُۥ بِٱلۡقَوۡلِ كَجَهۡرِ بَعۡضِكُمۡ لِبَعۡضٍ أَن تَحۡبَطَ أَعۡمَٰلُكُمۡ وَأَنتُمۡ لَا تَشۡعُرُونَ ٢ إِنَّٱلَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصۡوَٰتَهُمۡ عِندَ رَسُولِ ٱللَّهِ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَٱمۡتَحَنَٱللَّهُ قُلُوبَهُمۡ لِلتَّقۡوَىٰۚ لَهُم مَّغۡفِرَةٞ وَأَجۡرٌ عَظِيمٌ ٣ إِنَّٱلَّذِينَ يُنَادُونَكَ مِن وَرَآءِ ٱلۡحُجُرَٰتِ أَكۡثَرُهُمۡ لَا يَعۡقِلُونَ ٤ وَلَوۡ أَنَّهُمۡ صَبَرُواْ حَتَّىٰ تَخۡرُجَ إِلَيۡهِمۡ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٥
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.
Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.
Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti.
Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka sesungguhnya itu lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
   Ayat ini menggambarkan tuntunan bagaimana seharusnya orang-orang mukmin atau para sahabat bersikap dan bergaul dengan Nabi Muhammad Text Box: n. ada beberapa etika yang harus mereka jaga dan patuhi ketika berinteraksi dengan Nabi, yaitu sebaga berikut.
a.       Orang mukmin tidak boleh mendahului ketetapan Rasul.
b.      Orang mukmin dilarang meninggikan suaranya sehingga mengalahkan suara nabi.
c.       Janganlah orang mukmin memanggil Nabi seperti memanggil teman atau orang lainnya.
Dengan demikian, paling tidak ada empat kewajiban yang harus dijaga oleh seorang muslim dalam belajar atau menuntut ilmu, yaitu:
1.      Kepercayaan dan keyakinan seorang muslim kepada gurunya, dimana guru memang layak mengajar karena telah memenuhi kualifikasi dan kompetensi dalam melaksanakan pembelajaran.
2.      Tidak boleh mendahului ketetapan dan jawaban guru mengenai persoalan apa saja yang timbul dalam proses pembelajaran.
3.      Seorang peserta didik, terutama dalam proses pembelajaran, tidak boleh meninggikan suaranya sehingga mengalahkan suara guru karena hal itu dapat mengganggu proses pembelajaran.
4.      Peserta didik tidak layak memanggil guru seperti memanggil teman sebaya.[4]
C.    Kewajiban Seorang Muslim Dalam Kehidupan Ilmiyahnya
1)   Semangat tinggi dalam ilmu:
Antara tabiat Islam adalah berhias diri dengan semangat tinggi, dalam ilmu maka ia akan memberimu (dengan ijin Allah SWT) kebaikan yang tidak terputus, agar engkau naik pada derajat yang sempurna. Maka mengalirlah di dalam pembuluh darah (urat) yaitu darah kecerdasan, dan melompat di lapangan ilmu dan amal.
Janganlah engkau melakukan kesalahan, lalu engkau campur adukan di antara semangat tinggi dan kesombongan, semangat tinggi adalah hiasan warisan para nabi dan sombong adalah penyakit orang yang sakit dengan penyakit orang-orang yang angkuh.
2)   Bergairah dalam menuntut ilmu:
Engkau harus memperbanyak warisan Nabi muhammad SAW dan kerahkanlah kemampuanmu dalam menuntut ilmu dan mencari, sebanyak apapun ilmu yang ada padamu. Ingatlah: Berapa banyak yang ditinggalkan generasi terdahulu untuk generasi berikutnya."
3)   Melakukan perjalanan jauh dalam menuntut ilmu:
Barangsiapa yang tidak melakukan perjalanan jauh dalam menuntut ilmu untuk mencari para ulama dan mengambil ilmu dari mereka, maka ia tidak pantas untuk dituju kepadanya (untuk diambil ilmunya): karena para ulama tersebut telah melewati waktu lama dalam belajar dan mengajar: mereka mempunyai tahrirat (editan), catatan, kutipan-kutipan ilmu, dan pengalaman yang susah didapatkan atasnya atau bandingannya di dalam kitab-kitab. Janganlah engkau mengambil ilmu dari para sufi  yang lebih mengutamakan ilmu (yang aneh) terhadap ilmu (yang ada dalam kitab).
4)   Menjaga ilmu secara tertulis:
Usahakanlah selalu menjaga ilmu (menyimpan kitab) karena mengikat ilmu dengan tulisan yang aman dari pada tersia-sia, memendekkan jarak saat membutuhkan, terutama faedah-faedah yang berharga, masalah-masalah yang berada di tempat yang tidak biasanya, permata-permata yang bertebaran yang engkau lihat dan dengar, karena khawatir akan terlupakan. Sesungguhnya hapalan melemah dan lupa selalu datang.  Apabila terkumpul padamu berbagai macam catatan, maka kumpulkanlah dalam catatan khusus sesuai judulnya. Sesungguhnya ia membantumu di saat mendesak yang terkadang susah didapatkan dari orang lain.
5)   Menjaga ri'ayah
Usahakanlah menjaga ilmu (menjaga secara ri'ayah) dengan mengamalkan dan mengikuti. Engkau harus memurnikankan niatmu dalam menuntutnya. Jangalah engkau menjadikannya sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Jauhilah sikap sombong dan bangga dengannya. Jadikanlah hapalanmu dalam hadits sebagai hapalan ri'ayah bukan menghapal riwayat. Sudah seharusnya penuntut ilmu tampil berbeda dalam berbagai aspek kehidupannya dari kalangan awam dengan mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah SAW sejauh mungkin dan mempraktekkan sunnah-sunnah terhadap dirinya.
6)   Menjaga hapalan
Jagalah ilmu yang engkau dapatkan dari waktu ke waktu, sesungguhnya tidak menjaga ilmu adalah pertanda hilangnya ilmu tersebut. Apabila al-Qur`an yang mudah untuk dihapal bisa hilang jika tidak dipelihara, maka bagaimana dengan ilmu-ilmu lainnya? Sebaik-baik ilmu adalah yang didhabit (dicatat, dijaga) dasarnya dan diulang-ulangi cabangnya, membawa kepada Allah SWT dan menuntun kepada ridha-Nya.
7)   Kembali kepada Allah SWT dalam menuntut dan mencari:
Janganlah engkau merasa gelisah apabila belum dibukakan ilmu untukmu. Terkadang sebagian ilmu tidak bisa masuk karena terhalang nama-nama yang terkenal. Wahai penuntut ilmu, lipat gandakanlah keinginan, bersimpuhlah kepada Allah SWT dalam berdoa dan kembali kepada-Nya.
8)   Amanah ilmiyah:
Penuntut ilmu harus berakhlak setinggi mungkin dengan amanah ilmiyah dalam menuntut ilmu, memikul (menghapal), mengamalkan, menyampaikan dan mengajar. Maka sesungguhnya keberuntungan suatu umat berada dalam kebaikan amal perbuatannya, dan kebaikan amal perbuatannya ada dalam kebenaran ilmunya, dan kebenaran ilmunya tergantung pada rijalnya (pembawanya) yang amanah pada sesuatu yang mereka riwayatkan atau mereka gambarkan.
9)   Jujur/benar:
Jujur lahjah adalah tanda ketenangan, kemuliaan jiwa yang tersembunyi, ketinggian himmah (semangat, cita-cita), dan kematangan aqal. al-Auza'i berkata: 'Belajarlah kejujuran sebelum belajar ilmu.' Shidq (benar, jujur) adalah: menyampaikan ucapan sesuai realita dan kayakinan. Jujur, benar itu hanya ada dalam satu jalur. Adapun lawannya yaitu bohong/dusta maka ada tiga:
a.    Dusta penjilat: yaitu yang menyalahi realita dan keyakinan, seperti orang yang menjilat kepada orang yang dikenalnya seorang yang fasik atau ahli bid'ah, lalu ia menggambarkannya sebagai orang yang istiqamah.
b.    Dusta munafik: yaitu yang menyalahi keyakinan dan tidak sesuai realita, seperti orang munafik yang bertutur seperti yang dikatakan Ahlus Sunnah.
c.    Dusta orang yang bodoh: yaitu yang tidak sesuai realita dan sesuai keyakinan, seperti orang yang meyakini kebenaran ajaran kaum sufi dan bid'ah, lalu ia mengganggapnya sebagai wali. Wahai penuntut ilmu, waspadalah keluarnya engkau dari kebenaran/kejujuran kepada kebohongan.
10)    Perisai penuntut ilmu: yaitu 'tidak tahu', karena ia adalah setengah ilmu. Maka setengah bodoh adalah 'kata orang' dan 'saya kira'.[5]


DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin, cetakan ke-4 Agustus 2010.Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Jakarta: RAJAWALI PERS.
Izzan, Ahmad. Saehudin, cetakan ke-1 Juli 2012. Tafsir Pendidikan Studi Ayat-Ayat Berdimensi Pendidikan. Tanggerang selatan: Pustaka Aufa Media.
M. Yusuf, Kadar, cetakan ke-1. Tafsir Tarbawi ( pesan-pesan Al-qur’an tentang pendidikan). Jakarta: AMZAH.
Bakar bin Abdullah Abu Zaid, Bekal Penuntut Ilmu, pdf




[1]               Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, Jakarta: Rajawali pers,Hlm 151-153
[2]               Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, Jakarta: Rajawali pers,Hlm 158-159
[3]               Ahmad Izzan, Saehudin, Tafsir Pendidikan: Studi Ayat-Ayat Berdimensi Pendidikan, Tanggerang: PAM press, Hlm 129-130
[4]               Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi: Pesan-pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan, Jakarta: AMZAH, hlm. 75-77.
[5]               Bakar bin Abdullah Abu Zaid, Bekal Penuntut Ilmu, pdf, Hlm 16-19

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.