Kajian Psikologi di lingkungan Islam


BAB I
PENDAHULUAN
Betapa AllahSubhaanahu Wa Ta’ala. menciptakan manusia dengan ilmu-Nya yang Maha Tinggi. Begitu kompleksnya manusia sehingga banyak sendi dalam dirinya yang masih belum dipahami dengan jelas. Maka dari itu, AllahSubhaanahu Wa Ta’ala. dan Rasul-Nya menganjurkan kita untuk berfikir. Proses berfikir ini akan membawa kepada pemahaman hakikat penciptaan kita, yaitu untuk menyembah Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.
Beberapa tahun umat Islam diperkenalkan dengan sebuah istilah yang tiba-tiba menggegerkan, yakni “Islamisasi Ilmu Pengetahuan”. Rekonstruksi besar-besaran di pelbagai disiplin ilmu pengetahuan. Salah satu bidang yang digarap adalah islamisasi ilmu psikologi.
Konsep psikologi konvensional yang bersumber dari budaya dan ajaran Barat tentu saja berbeda dengan konsep psikologi Islami yang tak lepas dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Salah satu contoh psikologi Barat yang tidak sesuai adalah adanya anggapan bahwa semua orang yang mengalami gangguan jiwa disebabkan gangguan setan sehingga harus dibakar.
Islam menentang anggapan ini dan Islam membedakan antara orang yang mengalami gangguan jiwa dan kerasukan setan. Dengan begitu terperincinya Islam membedakan berbagai penyakit kejiwaan. Akankah kita bersikap salah kaprah terhadap mereka yang menderita penyakit kejiwaan?
A.    Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan psikologi Islam?
2.      Apa yang melatarbelakangi lahirnya psikologi Islam?
3.      Usaha apa saja yang ditempuh kaum Muslimin dalam rekonstruksi psikologi?
4.      Bagaimana pandangan terhadap rekonstruksi psikologi Islam?

BAB II
PEMBAHASAN
A.                 Pengertian Psikologi Islam
Secara bahasa, kata “psikologi”berasal dari bahasa yunani, yaitu “psyche” yang berarti jiwa dan “logos”yang berarti lmu. Dalam perkembangan selanjutnya, ilmu jiwa tersebut dianggap terlalu abstrak dan kurang ilmiah sehingga istilah psikologi sebagai ilmu jiwa mulai ditinggalkan. Sejak saat itu, psikologi dipahami sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang tidak lagi mempelajari tentang jiwa, tetapi membicarakan tentang gejala-gejala jiwa yang terlihat dan terukur. Sejak saat itu, gejala-gejala kejiwaan tersebut dikenal dengan gejala-gejala psikologis atau psikis.
Muhibbin Syah dalam Sugihartono dkk. mengungkapkan bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang membahas tentang tingkah laku manusia sebagai individu dan kelompok serta hubungan keduanya dengan lingkungan serta terbuka maupun tertutup.[1]
Prof. Dr. Jalaluddin mengatakan dalam bukunya Psikologi agama bahwa yang dimaksud dengan psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal dewasa dan beradab.
Pada dasarnya kedua definisi ini menunjukan bahwa kajian psikologi adalah mencoba meneliti dan mempelajari sikap dan tingkah laku manuia sebagai gambaran dari kejiwaan yang berada di belakangnya. Karena jiwa sendiri bersikap abstrak, maka untuk mempelajari kehidupan kejiwaan manusia hanya mungkin dilihat dari gejala yang tampak, yaitu pada sikap dan tingkah laku yang ditampilkan.[2]
Jadi dapat disimpulkanbahwa psikologi islam adalah corak psikologi berdasarkan citra manusia menurut ajaran islam untuk mempelajari pola keunikan dan pola perilaku manusia sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar, dan alam kerohaniahan dengan tujuan mengembangkan kesehatan mental dan meningkatkan kualitas keberagamaan.[3]


B.  Latar Belakang Lahirnya Psikologi Islam

Untuk mengkaji lebih jauh psikologi Barat, maka kita harus menelusuri kembali abad-abad lampau untuk dapat memahami langkah awal kebebasannya dari kajian filsafat dan diikuti dengan kemunculannya secara “ilmiah.” Dengannya pula kita dapat mengetahui arah kajian ini dan juga madzhab yang mengembangkannya. Begitu pula langkah yang harus di tempuh bila kita ingin mengkaji kajian psikologi di lingkungan Islam. Kita dituntut untuk menelusuri sejarahnya dan memahami keadaan yang membuat masalah kejiwaan akhirnya dibahas dalam lingkungan Islam.

Untuk bisa memahami semua itu, maka kita harus menelusuri sejarah dibukanya universitas-universitas modern di berbagai belahan negara Islam serta kondisi yang mengiringi awal mula dibukannya kajian psikologi didalamnya. Juga berbagai kerancuan dalam kurikulum, program, dan pengajar akan ilmu baru tersebut.

Pada awalnya, kekhususan ilmu ini merupakan bagian dari kekhususan ilmu filsafat di fakultas sastra. Kurikulumnya disusun berdasarkan kurikulum yang ada di universitas yang ada di Eropa walaupun masih miskin dalam pandangan-pandangan yang beredar luas di Barat.

Negara Barat mendirikan tempat pendidikan bilateral dan memusatkan pengajaran keagamaan pada tempatnnya yang khusus. Model seperti ini mungkin tidak familiar bagi kita. Pada pendidikan Islam, seorang pelajar akan lebih dahulu mempelajari ilmu-ilmu Islam pada awalnnya untuk kemudian ia bebas mempelajari ilmu lain yang diinginkannya.

Pada masa kini, telah didirikan banyak sekolah kekhususan modern yang jauh dari model yang pernah diterapkan sebelumnya. Dari sekolah tersebut munculah generasi-generasi sekuler yang tidak mengetahui apapun ilmu-ilmu Islam kecuali sedikit saja. Dari sini mulailah ada ketimpangan dari dua bidang keilmuan; yakni ilmu-ilmu Islami yang berlandaskan pengetauan Agama dan ilmu-ilmu umum yang berlandaskan pengetahuan umum dan sosial, termasuk di dalamnya ilmu psikologi.


1.             Cara Memahami Kajian Psikologi di lingkungan Islam

a.                Untuk memahami kajian psikologi masa kini di lingkungan Islam, maka kita harus memiliki informasi tentang kondisi yang menyertai dimulainya kajian psikologi itu sendiri yang ditandai dengan penyusunan kurikulumnya. Kitapun harus memahami adanya gesekan-gesekan pemikiran dengan pola pikiran yang ada di Barat, khususnya pada para utusan yang belajar di Barat disaat mereka kehilangan gambaran yang jelas akan apa yang harus dipahami dari suatu lingkungan yang Islami hingga mereka bisa mengadaptasikan konsep yang  dipelajarinnya dengan baik. Lalu apa yang bisa dilakukan oleh para utusan ini ketika mereka kembali ke tanah airnya? Mereka tidak mempunyai gambaran yang jelas.
Para mahasiswa yang belajar darinya pun terkadang berhasil, namun tak jarang yang gagal. Sampai saat ini (menurut pandangan Muhammad Izzudin Taufiq) kurikulum yang ada di berbagai universitas Arab dan juga Islam belum bertujuan untuk dapat menetapkan konsep murni psikologi Islam dan secara mandiri dapat mengaplikasikannya tanpa harus tergantung pada konsep lama sebagaimana yang terlihat pada banyak universitas.

Dengan ketiadaan kurikulum semacam ini, maka sesungguhnya semua yang dipelajari hanyalah mengekor dari lingkungan aslinya, yaitu Barat. Sedangkan kenyataannya, umumnya suatu bidang keilmuan yang diterima oleh mahasiswa harus bisa diterapkan, baik dalam masa pembelajarannya maupun setelahnya.

b.                 Hal lain yang perlu diperhatikan bila kita ingin mengkaji psikologi di lingkungan Islam adalah menelusuri kitab klasik dalam bahasa Arab yang berbicara tentang ilmu jiwa. Tentang hal ini Dr. Rusydi Pakkar mengungkapakan,
“Model penjajahan di negara Arab, baik di bagian barat dan timurnya yakni untuk mengekang produktivitas. Yang dimaksud produktiitas negara Arab adalah pelaksanaan beragam kajian psikologi, sosiologi dan antropologi sosial. Qasim dalam istananya turut berpartisipasi dalam hal ini, baik secara langsung yakni dengan mewajibkan para ilmuan untuk turun dalam medan perang hingga mereka meninggalkan penelitian mereka tentang masyarakat dan cara memajukannya, maupun dengan tidak langsung, yakni dengan memberikan pelabelan bergengsi kepada para ilmuwan yang tidak memiliki kewajiban untuk berperang hingga mereka silau dengannya.
Hal ini dilakukannya untuk menghindari segala kemungkinan provokasi yang bsa melumpuhkan kekuasaannya. Dengan demikian, tidak ada sedikitpun kesempatan bagi para ilmuwan tersebut (kecuali sedikit sekali dari keseluruhan mereka) yang bisa mengenal lebih jauh akan masyarakat islam dan semua kebutuhannya. Mereka seolah terlalu sibuk dengan pendidikan, ekonomi, dan juga sosial mereka yang gemerlap.”
Selaras dengan pernyataan Dr. Pakkar, kenyataan menunjukan bagaimana penjajahan berperan besar dalam mengarahkan topik dan penelitian yang bisa dikaji oleh para ilmuwan di negara Arab dan juga Islam. Memang, penjajahan telah memberikan penjajahan politik dalam melakukan penelitian dengan topik nasionalis. Namun, perubahan yang terjadi tidak langsung terjadi sekejap mata.Bisa dikatakan, topik kajian psikologi melewati tiga fasenya sebelum akhirnya ia berkembang luas di lingkunganbangsa arab dan Islam.
Fase pertama adalah fase dimana masyarakat Arab bisa mempelajarinya dari buku-buku asing (buku-buku yang dibawa oleh para penjajah).
Fase kedua adalah fase dimana masyarakat bisa mempelajari psikologi melalui kajian-kajian umum. Pada fase itu, bahas arab mulai di pergunakan dalam penerjemahan dan penulisan buku. Terlihatlah respons positif terhadap penggunaaan bahasa arab dalam kajian tersebut. Para peneliti pun mulai giat dalam menulis dan menerjemahkan berbagai kitab yang berhubungandengan psikologi.
Fase ketiga adalah fase dimana gagasan konsep murni psikologi mulai dimunculkan. Pada fase ini para imuwan muslim mulai meneliti karakteristik masyarakat islami dan mulai membangun konsep baru psikologi yang sesuai dengan karakteristik terssebut.

C.           Proyek Rekonstuksi Islam dalam Psikologi Secara Spesifik

Perpindahan psikologi ke lingkungan Islam tidak melalui cara yang tepat. Maka munculah banyak buku yang mengkritik konsep yang ada di dalamnya dari sisi pandang Islam. Buku tersebut tidak hanya menukil sebagian pernyataan yang ada dalam konsep tersebut. Namun, juga mengulas keseluruhan sejarah kemunculan konsep dalam ilmu psikologi secara umum, krisis yang dihadapinya dan kemungkinan-kemungkinan yang bisa dilakukan kaum muslimin untuk bisa mengatasi krisis tersebut, baik dalam skala regional maupun internasional.

Perubahan ini (kritik atas psikologi umum) berdatangan dari sebagian ilmuan yang telah mengasimilasi psikologi dengan ilmu islam. Kritik akan psikologi secara umumnya ini di ungkapkan baik dalam bentuk makalah, buku, dan terkadang dalam sebuah seminar.

1.                   Buku-buku yang diterbitkan dalam topik Rekonstuksi Islami.

a.      Nahwu ‘ilmun nafs al-islamy (menuju psikologi Islam) karya Dr. Hasan Syarqawy. Diterbitkan pada tahun 1976 dan dicetak ulang pada tahun 1979. Pada bab pertama, penulis mengulas konsep dasar psikologi Islam; bab kedua, tentang penyakit hati; bab ketiga tentang cara yang ditempuh dalam mencapai kesehatan jiwa; dan bab keempat, implementasi ilmu psikologi dalam berbagai bidang. Penulisan ini termasuk salah satu usaha dini dalam membentuk pondasi psikologi Islami yang mengambil rujukannya dari istilah tasawuf dan mengambil format yaitu adanya perubahan sikap dan tingkah laku.
b.     Malamih ‘ilmun nafs al-islamy (keragaman psikologi Islam) karya Dr. Muhammad Mahir Mahmud Umar. Yang dicetak pada tahun 1983 M. Buku ini merupakan seri dari rangkaian penulisan dengan judul “maktabat ad-Dirasat an-Nafsiyyah fil Islam”(kumpulan kajian psikologi dalam perspektif Islam), di bawah bimbingan dekan kekhususan psikologi, fakultas pendidikan universitas Malik Su’ud. Buku ini merupakan kumpulan dari tujuh makalah. Di setiap makaalhnnya, penulis selalu mengatakan, “Semoga menjadi salah satu kontribusi dalam menetapkan konsep psikologi Islami.”
c.    Dirasat nafsiyah islamiyyah ( kajian ilmu kejiwaan dalam perspektif Islam) karya Dr. Sayyid Abdul Hamid Mursa. Di cetak pada tahun 1983. Kumpulan seri yang diterbitkan adalah sebagai berikut :
1.                   An-Nafs al-Basyariyyah (jiwa manusia), 127 halaman.
2.                   An-Nafs al-Muthmainnah (jiwa yang tenang), 127 halaman.
3.                    Asy-Syahsyiyyah as-Sawiyyah (kepribadian yang lurus), 231 halaman.
4.                   Asy-Syahsyiyyah al-Muntijah (kepribadian yang produktif), 275 halaman.

Kumpulan seri ini lebih banyak mengulas sisi komparatif antara ajaran yang ada di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah seputar topik tertentu dengan teori-teori psikologi modern. Kumpulan seri tersebut dirasa kurang mendalam pembahasannya.  Ia  seolah memang diperuntukan untuk konsumsi khalayak umum dan bukan untuk para peneliti ataupun pelajar.

2.              Perkumpulan-Perkumpulan yang Membahas Topik Tersebut

1.    Seminar pertama dengan tema al-Islam wa ‘ilmun nafsy (islam dan psikologi) yang diselenggarakan oleh perkumpulan sosiolog muslim di Indianapolis, AS, pada awal juli 1977.
2.    Seminar dengan tema al-Islam wa ‘ilmun nafsy (islam dan psikologi) yang diselenggarakan oleh Universitas Riyadh (Universitas Malik Suud) pada tahun 1978.
3.    Pertemuan pemikir Islam di Aljazair di bulan september 1986 yang membahas topik aslimatual’ulum al-Islamiyah (Islamisasi ilmu-ilmu humaniora).
4.    Seminar dengan tema Nahwu ‘ilmun nafsi islami (menuju psikologi Islam), yang diselenggarakan oleh perkumpulan negara-negara Arab yang bergerak dalam bidang pendidikan Islam di Kairo, bekerjasama dengan al-Ma’hadul ‘ali lil fikril islamy (suatu lembaga yang bergerak dalam bidang pemikiran Islam). Seminar ini diadakan pada tanggal 24-26 juli 1989.

3.                  Lembaga, Institusi, Organisasi , Muktamar yang Peduli terhadap Proyek ini.
1. Ma’hadul ‘ali lil fikril islami
Lembaga ini secara resmi didirikan di AS pada tahun 1981 M dan bermarkas di Herndon Virginia. Lembaga ini telah menerbitkan banyak brosur dalam rangka pengenalan dirinya terhadap publik. Lembaga ini sangat menaruh perhatian pada proyek rekontruksi islami pada semua ilmu pengetahuan. Lembaga ini pun banyak menyelenggararakan muktamar internasional dan mendirikan perpustakaan. Juga banyak mengadakan pertemuan, kajian, seminar, dan diskusi.
Lembaga ini telah menerbitkan, menyebarkan dan membagikan banyak buku cetakannya dalam berbagai bahasa yang dibaginya menjadi 3 seri:
a)          Seri islamisasi ilmu pengetahuan.
b)         Seri problematika pemikiran islam modern.
c)          Seri islamisasi budaya.

Lembaga ini juga memiliki banyak program, diantaranya sebagai berikut:
a)         Menghidupkan kitab Turats Islami dan mempermudah pembahasan yang ada di dalamnya.
b)         Kajian pemikiran peradaban barat dan mengkritisinya.
c)          Kajian koelasi antar negara dalam perspektif islam.

1.    Al-munazhzhomah al-islamiyyah litarbiyyah wa tsaqofah wal-‘ulum (Organisasi islam yang bergerak dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan) – ISISCO.
Organisasi ini merupakan turunan dari oraganisasi muktamar islami. Markas besarnya terletak di Rabbat, Maroko. Orgaisasi ini sangat perhatian terhadap rekonstruksi islami ilmu-ilmu sosial, terlihat pada kepeduliannya dalam bidang pendidikan dengan berbagai jenjangnya. Juga berbagai kajian ilmiah yang diselenggarakannya untuk penetapan dan pengembangan kebudayaan islami.
Organisasi ini menerbitkan majalah al-Islam al-yaum (Islam hari ini) yang terbit setahun dua kali dalam bahasa Arab, Prancis dan Inggris. Pada halaman pertamanya, akan tampak makalah dan penelitian yang berkaitan dengan rekonstruksi islami untuk kajian ilmu-ilmu sosial.
2.    Al-jamiyyah al-islamiyyah al-alamiyyah li ashshihah an-nafsiyyah (perkumpulan yang bergerak di bidang kesehatan jiwa)
Lembaga ini di dirikan pada tahun 1983 dan bermaskas di Kairo. Anggotanya mencakup banyak ahli yang bergerak di bidang psikologi di seluruhpenjuru dunia. Institusi ini bekerja sama dengan organisasi kesehatan jiwa internasional yang di ketuai oleh Dr. Jamal Madhi Abu Al-‘Aza’in yang menjadi satu kandidat kuat untuk ketua oraganisasi kesehatan jiwa internsional. Institusi ini menerbitkan majalah an-Nafs Muthma’innah setiap 3 bulan sekali. Muktamar pertamanya di selenggerakan di Lahore, Pakistan pada tahun 1985 dengan tema Daurul Masjd fil Islam (Peranan masjid dalam dunia Islam).

D.                 Pandangan-Pandangan terhadap rekonstruksi Islami dalam Psikologi
Ada tiga sikap dan respons yang ditunjukan terhadap proyek rekonstuksi Islami untuk studi kejiwaan.
1.          Sikap yang menentang dari kalangan Islam
2.          Sikap yang menentang dari kalangan Psikologi (konvensional)
3.         Sikap yang menerima pemikiran rekonstuksi dan aktivitas untuk mewujudkannya.


Pertama: Sikap yang menentang dari kalangan Islam
Sikap ini umumnya dilakukan oleh kaum muslimin yang berpendapat bahwasannya Islam sangat kaya dan tidak membutuhkan rekostruksi apapun jua. Mereka umumnya belum mempelajari studi kejiwaan secara spesifik, sedang di sisi lain, kebudayaan yang mereka anut tidak memperbolehkan mereka untuk membahas topik model ini. Bisa jadi, mereka berasal dari kalangan yang mempelajari psikologi dan melihat dampak negatifnya yang meluas di kalangan umum muda-mudi, bahkan pada yang terpelajar sekalipun. Tidak tertutup kemungkinan, yang menentang adalah ahli dalam studi kejiwaan.
Fu’ad Abu Hatab telah mengumpulkan kritikan-kritikan yang ditujukan pada studi kejiwaan antara lain :
a.          Keraguan pada keilmiahan psikologi
b.          Psikologi lebih bersifat materi
c.          Psikologi didasari  atas kebinatangan manusia
d.         Keterkaitan antara psikologi dan klinis
e.          Penolakan eksperimen penelitian atas suatu teori psikologi
f.           Tidak adanya inovasi baru dalam dunia psikologi
g.          Fokus psikologi hanya tertuju pada prilaku pasien
h.          Penyalahgunaan psikologi dalam kehidupan
i.               Psikologi modern adalah psikologi yang hanya diperuntukan bagi orang kulit putih.

Kritikan- kritikan yang muncul ada yang terkesan terlalu simpel dan ada pula yang terlalu berlebihan. Namun demikian, kritikan-kritikan tersebut telah memainkan peranan yang penting dalam setiap diskusi tentang posisinya di lingkungan Islam.
Penolakan psikologi dalam lingkuingan Islam berindikasi pada penolakan rekonstruksi Islami pada psikologi itu sendiri. Inilah sebenarnnya sisi negatifnya. Semua ini berasal atas hal-hal sebagai berikut.
1.                   Ajaran Islam tidak mendorong umatnya untuk mengingkari psikologi ataupun mengumumkan kontradiksinya dengan ajaran Islam secara global tanpa menerangkan spesifikasinya dengan jelas. Sebaliknya, Islam justru memerintahkan kita untuk mengkaji jiwa manusia, dan juga memerintahkan manusia untuk menyucikan dan memperbaikinya. Islam pun memerintahkan kita untuk mempergunakan semua langkah ilmiah dalam merealisasikan tujuan di atas.
2.                   Islam tidak pernah melarang umat manusia untuk bergelut dengan berbagai bidang ilmu pengetahuan, karena Islam telah membekalinya dengan konsep keilmuan Islami.
3.                   Semua bidang ilmu humaniora yang sudah dikaji secara ilmiah serta diaplikasikan dalam masyarakat, tidak memberikan pilihan: diterima atau ditolak. Pilihan yang ada adalah apakah ilmu itu bisa diterima seutuhnnya atau diterima dengan revisi. Yang dimaksud diterima dengan revisi adalah dengan melakukan perubahan tertentu dalam metodologinya hingga ilmu tersebut sesuai dengan karateristik lingkungan dimana ia diaplikasikan.
4.                   Masih banyak spesialis psikologi yang tidak puas dengan penolakan yang dilakukan atas nama agama. Penolakan atas nama agama(dalam hal ini Islam) akan membuat para pembela ilmu psikologi makin yakin bahwa Islam menentang kemajuan ilmu pengetahuan.

Kedua: Sikap yang Menentang dari Kalangan Psikologi (Konvensional)
Ketika gagasan rekonstruksi Islami digaungkan, para ahli psikologi pun didatangkan  untuk bisa menjelaskan dengan teroerinci tentang definisi psikologi beserta muatannya dan juga ditanya pendapatnnya tentang Islamisasi Psikologi. Umumnya, mereka menolak gagasan ini dan meragukan kemungkinan terealisasinnya proyek ini.
Agama dan keyakinan yang ada di segala penjuru dunia sangat banyak, sedangkan metode keilmuannya hanya satu, dan memang hanya satu yang harus di bakukan. Ada metode eksperimen, metode pengamatan, dan juga metode analisis. Semua metode ini digunakan dalam melakukan penelitian tentang fenomena alam, kehidupan, dan juga sosial. Ilmuwan muslim yang menggunakan salah satu dari metode ini akan melakukan langkah yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh ilmuwan Kristen. Bila ada perbedaan diantara keduannya, maka metode yang ada di anggap tidak valid dan hasil yang dicapai pun tidak akan bisa dipertanggung jawabkan.
Pemikiran orang yang menentang rekonstruksi Islami tidak jauh dari pemikiran di atas. Kesamaan pemikiran itu tidak terlepas dari adanya pandangan bahwa model yang ada pada ilmu alam(khususnya fisika) mencakup semua jenis model ilmu humaniora. Inilah ambisi yang ditanamkan pada diri psikolog Barat hingga pertengahan abad ini. Di saat mereka menyadari adanya perbedaan yang signifikan antara fenomena alam dengan fenomena pada diri manusia, maka berkulanglah ambisinya dan hilanglah semangatnya.

Ketiga: Sikap yang Menerimabpemikiran Rekonstruksi dan Aktivitas untuk Mewujudkannya.
Dari dua pendapat sebelumnya kita dapat melihat bagaimana psikologi dengan teori dan prosesnya dalam mempelajari tingkah laku manusia seiring dan sejalan dengan keilmuan ilmiah lainnya, yaitu memiliki kualifikasi ilmiah dan validitas. Namun dilihat dari sisi kajian dan juga data yang dikumpulkan, maka psikologi hanya suatu kegiatan manusia yang berpengaruh pada suatu kebudayaan yang diamati oleh para psikolog.
Dengan demikian, sudah selayaknya kita mengambil sikap tengah antara kalangan yang menentang psikologi secara habis-habisan dan meragukan materinya dan kalangan yang menerimannya secara mutlak. Sikap pertengahan ini mengukuhkan pentingnya lmu psikologi dan juga sikap yang memberikan sinyal khusus apabila kajian psokologi Barat tersebut harus diterima mentah-mentah dalam lingkungan Islam tanpa adanya ‘bea cukai’ yang selaras dengan konsep keilmiahannya, kebutuhan umat, ajaran agama, sjarah, dan juga upaya memajukan kebudayaan.
Tidak bisa dihidari, sikap pertengahan inilah yang selaras dengan fase yang sedang dihadapi umat Islam. Disaat psikologi Barat sedang maju dengan pesatnya baik dilihat dari keragaman konsep dan keluasan topik penelitiannnya, maka sesungguhnya pengaruhnya terlihat pada negara yang menduplikasi budayannya. Penelitian yang ada pada negara tersebut sangat terbatas dan umumnya tidak mencukupi syarat untuk bisa disebut sebagai satu penelitian ilmiah.

E.            Urgensi Rekonstruksi Islami pada Studi Kejiwaan

Proyek rekonstruksi islami pada studi kejiwaan ini begitu penting nilainya karena mewakili kebutuhan-kebutuhan sebagai berikut :
1.                   Kebutuhan untuk mengenal lebih jauh jiwa manusia.
2.                   Kebutuhan akan definisi.
3.                   Kebutuhan yang bersifat ilmiah dan untuk membangun peradaban.
4.                   Kebutuhan dari sisi kemanusiaan.

Islam adalah agama bagi seluruh manusia, dan bukan hanya untuk kaum muslimin saja. Itulah sebabnya mengapa rekonstruksi Islami dalam kajian psikologi ini merupakan proyrk kemanusiaan. Psikologi adalah milik semua umat manusia. Siapapun dapat memberikan kontribusi, merenstruksi arahnya, mengembangkan konsepnya, serta memperkaya kajiannya.
Kaum muslimin telah berhasil menerapkan konsep ilmiah dalam keilmuan tanpa harus membatasinya dengan suatu ideologi. Namun, Eropa telah menerapkan konsep yang sama dan mengubahnya menjadi satu ideologi dalam memahami alam semesta, kehidupan dan manusia.
Dengan kajian psikologi Islami, maka akan terjadi penyatuan antara ilmu pengetahuan yang didapatkan melelui pemikiran (akal) dengan ilmu pengetahuan yang didapatkan melalui wahyu, setelah sebelumnya dicerai-beraikan. Apabila selama ini kita membahas pendayagunaan psikologi Islami untuk pengembangan psikologi “Barat”, lalu mengapa kita tidak membahas pendayagunaan psikologi “Barat” untuk pengembangan psikologi Islami?.
Tidak diragukan lagi, banyak kalangan psikolog yang merasakan adanya krisis pada dunia psikologi modern. Mereka lalu mengadakan banyak diskusi dan dialog demi mendapatkan titik pandang baru yang mampu mengeluarkan psikologi dari krisisnya. Mereka benar-benar mengharapkan adanya perubahan, khususnya setelah mereka menyadari bahwa Islam memiliki pandangan yang berbeda dari agama lainnya tentang konsep keilmuan.
Memang, kalangan yang pada awalnya diharapkan menerima rekonstruksi Islami ini adalah kaum muslimin, karena mereka memiliki keimanan dan keyakinan terhadap wahyu yang datang dari Alloh ‘azza wa jalladan menyandingkannya dengan ilmu pengetahuan yang didapatkannya dari pemikiran manusia. Apabila kaum Muslimin telah sepakat menyetujui dan menerimannya, maka tentunya mereka pun akan mendiskusikannya dengan kalangan lainnya.[4]


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

1.      Psikologi islam adalah corak psikologi berdasarkan citra manusia menurut ajaran islam untuk mempelajari pola keunikan dan pola perilaku manusia sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar, dan alam kerohaniahan dengan tujuan mengembangkan kesehatan mental dan meningkatkan kualitas keberagamaan.
2.      Latar belakang lahirnya psikologi Islam adalah ketika dibukanya universitas-universitas modern di berbagai belahan negara Islam yang mulai memunculkan kajian psikologi didalamnya.
3.      Usaha kaum Muslimin dalam merealisasikan rekonstruksi psikologi Islami adalah dengan menerbitkan buku-buku, mengadakan seminar-seminar, membuat organisasi-organisasi dan lembaga yang mendukung dalam rekonstruksi psikologi Islam.
4.      Ada tiga sikap dan respons yang ditunjukan terhadap proyek rekonstuksi Islami untuk studi kejiwaan.
a.     Sikap yang menentang dari kalangan Islam
b.     Sikap yang menentang dari kalangan Psikologi (konvensional)
c.    Sikap yang menerima pemikiran rekonstuksi dan aktivitas untuk mewujudkannya.


DAFTAR PUSTAKA

Izzudin, Muhammad, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam, Depok, Gema Insani Press, 2006

Irham, Muhammaddan Novan Ardy Wiyani, Psikologi pendidikan Teori dan Aplikasi dalam Proses Pembelajaran, Depok: Ar-Ruzz Media, 2013

Jalaluddin, Psikologi Agama Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-Prinsip Psikologi, Jakart: Rajawali Press, 2012,

http://b1ntangku.blogspot.com/2008/12/pengertian-sejarah-ruang-lingkup-dan_21.html (kamis,20 maret 2014, 21.00 wib)





[1]Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi pendidikan Teori dan Aplikasi Dalam Proses Pembelajaran,Depok: Ar-ruzz Media,2013,Hlm 16-17
[2] Jalaluddin, Psikologi Agama Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-Prinsip Psikologi, Jakart: Rajawali Press, 2012, Hlm 10-11
[3]http://b1ntangku.blogspot.com/2008/12/pengertian-sejarah-ruang-lingkup-dan_21.html(kamis,20 maret 2014, 21.00 wib)
[4]MuhammadIzzudin Taufiq, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam, Depok, Gema Insani Press, 2006, hal. 13-60

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.