MAKALAH PENDIDIKAN KARAKTER ASWAJA BERBASIS ISLAMI

                                                               BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAMI

1.      Term Pendidikan dalam Islam
a)    Secara Bahasa
Sudah menjadi metodologi umum yang biasa berlaku dalam penulisan buku baik dahulu maupun sekarang, bila seorang ulama atau pemikir Islam akan mendefinisikan suatu variabel tertentu, maka pertama kali yang akan ditempuhnya adalah dengan mengartikan variabel tersebut menurut tinjauan bahasa, yang tentunya disesuaikan dengan asal bahasa variabel tersebut diambil. Hal itu dilakukan untuk beberapa tujuan,diantaranya adalah:
a.       pertama adalah memberikan kemudahan bagi para pembaca dalam menganalisa definisi secara syar’i yang akan ditawarkan sang penulis,
b.      kedua dapat memberikan sekilas gambaran tentang unsur-unsur yang menjadi bagian tak terpisahkan dari variabel tersebut,
c.       ketiga sebagai pintu gerbang untuk masuk ke definisi variabel tersebut menurut tinjauan syar’i.
Metodologi semacam ini terus dilakukan oleh para ulama, baik Salaf maupun Khalaf, walaupun pada rincian sumber rujukan arti bahasa yang diambil berbeda-beda antara satu ulama dengan ulama yang lainnya. Yang tentunya tidak keluar dari 3 sumber rujukan utama bahasa Arab yaitu: al-Qur’an, al-Hadits dan Syair orang-orang Arab terdahulu yang terkumpul dalam kamus-kamus bahasa Arab.
Para ulama Salaf yang memiliki perhatian dalam bidang pendidikan selalu memberikan term pendidikan secara bahasa lebih dahulu, baru kemudian secara istilah. Hal itu juga dilakukan oleh para ulama pendidikan Khalaf, yang semuanya bertujuan ingin mengungkap hakekat rincian makna yang termasuk kedalam kata pendidikan. Dengan kata lain sebenarnya apa sajakah makna-makna yang termasuk dalam istilah pendidikan, sehingga ketika diangkat ke permukaan makna-makna tersebut, maka orang akan mengatakan bahwa itu adalah bagian dari pada pendidikan.
Oleh karena itu, dalam mencantumkan makna bahasa tersebut para pemikir Islam berbeda-beda cara dan bilangannya. Ada yang mencantumkan satu makna saja, dan ada juga yang antusias untuk mendatangkan makna secara bahasa yang sebanyak-banyaknya.
Dan diantara pemikir Islam yang melakukan pendekatan seperti ini, dalam mendefinisikan kata pendidikan secara bahasa adalah al-Hâzimi. Ketika al-Hâzimî mulai membahas tentang makna pendidikan menurut bahasa, maka beliau menyebutkan setidaknya ada 5 makna yang termasuk bagian dari makna pendidikan, kelima makna itu adalah:

1.      Al-Ishlâh (memperbaiki)

Diantara makna pendidikan adalah al-Ishlâh. Kata ini bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki arti memperbaiki. Ketika dikatakan Rabba asy-Syai’a maka artinya adalah memperbaiki sesuatu. Menurut al-Hâzimi al-Ishlah merupakan bagian dari makna pendidikan, yang harus ada dalam proses pendidikan.  
Dalam kitabnya beliau tidak menjelaskan secara panjang lebar tentang makna al-Ishlâh. Beliau hanya mengatakan: “kata al-Ishlâh seringkali tidak menunjukkan makna bertambah, tetapi ia mengandung makna meluruskan dan membenarkan”[1]. Walaupun demikian, penulis berpandangan bahwa yang dimaksud al-Ishlâh disini adalah tindakan perbaikan seorang pendidik kepada anak didiknya yang terkait dengan penyakit-penyakit yang bersumber dari dalam jiwa ataupun hatinya. Penyakit jiwa itu meliputi akidah, akhlak, sulûk (prilaku) ibadah baik mahdhah (antara seorang hamba kepada pencipta-Nya) maupun ghair mahdhah (antara seorang hamba kepada sesamanya) yang secara sadar ataupun tidak, ditampakkan dengan kesalahan-kesalahan dalam perkataan dan perbuatannya. Maka disaat itulah sang pendidik memberikan perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan tersebut. Pandangan ini muncul didasarkan oleh dua alasan:
1)      pertama dari istiqra (pengamatan) penulis terhadap kata al-Ishlah dan pecahannya yang ada dalam al-Qur’an.
2)      kedua dari istiqra penulis terhadap dialog orang-orang arab Yaman.
Yang pertama dari al-Qur’an, berikut ini ayat-ayat yang berkaitan dengan kata al-Ishlâh dan juga pecahan-pecahannya:

إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Artinya: “Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), Maka terhadap mereka Itulah aku menerima taubatnya dan Akulah yang Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang”. (Q.S. al-Baqarah: 160)


قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

Artinya: Syu'aib berkata: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali”. (Q.S. Hûd: 88)

يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Artinya: “Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. (Q.S. al-Ahzâb: 71)

Dalam ayat-ayat diatas, maksud dari arti memperbaiki, mengadakan perbaikan dan berbuat baik, adalah berkaitan dengan semua kesalahan yang bersumber dari penyakit jiwa.
Adapun perbaikan yang berkaitan dengan kesalahan ataupun keteledoran sang anak didik dalam tindak-tanduk yang diluar kontrol jiwanya, atau dengan kata lain kesalahan yang sifatnya administratif, seperti kerapihan, kebersihan dan lain sebagainya. Maka bahasa Arab yang digunakan adalah dengan kata Tashlîh, yang merupakan bentuk Mashdar (yang datang sebagai urutan ketiga dalam ilmu sharf) dari kata shallaha yushallihu, contohnya: shallahtu tsaubahu, artinya saya memperbaiki pakaiannya.

Dengan demikian bisa ditarik satu benang merah, bahwa kata Ishlâh digunakan untuk makna memperbaiki yang bersifat syar’i dan ukhrowi, sedangkan kata Tashlîh digunakan untuk makna yang bersifat administratif atau duniawi murni.
Oleh karena itu, dalam kesehariannya seorang guru sudah seharusnya sensitif untuk memperbaiki segala kesalahan yang dilakukan oleh anak didiknya baik yang ukhrawi maupun yang duniawi, karena yang demikian itu adalah bagian dari salah satu syiar Islam yang sudah diabaikan mayoritas kaum muslimin yaitu amar ma’ruf dan nahi mungkar.

2.      An-Nama’ wa az-Ziyâdah (berkembang dan bertambah)

Makna pendidikan yang kedua adalah berkembang dan bertambah. Makna ini bisa dikatakan  sebagai hasil dari proses kegiatan pendidikan itu sendiri. Artinya setelah sekian lama sang pendidik membina muridnya maka tampaklah hasilnya. bisa jadi hasilnya memuaskan dan sesuai dengan harapan sang pendidik, atau bisa jadi sebaliknya hasilnya tidak maksimal bahkan pada tataran tertentu hasilnya nol. Kedua hasil berbeda tersebut didasarkan beberapa faktor yang menentukan hasilnya masing-masing. Tetapi penulis meyakini bahwa walau bagaimanapun orang yang pernah merasakan proses pendidikan pasti akan berbeda dengan yang belum pernah menyentuh sama sekali proses pendidikan. Karena ini termasuk kedalam firman Alloh Subhanahu Wata’ala dalam surat az-Zumar ayat: 9

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

Artinya: Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.


3.      Nasyaa dan Tara’ra’a (tumbuh dan terbimbing)

Makna pendidikan yang ketiga adalah tumbuh dan terbimbing. Makna inipun tidak jauh berbeda dengan yang kedua, hanya saja ia lebih ditekankan kepada proses pendidikannya bukan pada hasilnya.


4.      Sâsahu wa Tawallâ amrahu (memimpin dan mengedalikan urusannya)

Makna pendidikan yang keempat adalah memimpin dan mengendalikan urusan anak didik. Sudah barang tentu sang pendidik adalah seorang imam bagi anak didiknya. Oleh karena itu, sebagai imam dia harus memimpin dengan baik proses jalannya pendidikan terhadap anak didik tersebut. Dan selama dia menjadi seorang  pendidik, maka dia adalah pemimpin bagi anak didiknya. Bagus tidaknya hasil dan kualitas sang anak didik itu, salah satunya terletak pada kepandaian dan kecermatan sang pendidik dalam memimpin sang muridnya. Semakin serius dan intensif kepemimpinannya, maka semakin bagus pula anak didik yang menjadi alumninya. Sebaliknya, semakin kacau kepemimpinannya, maka semakin buruk pula kualitas anak didiknya.
Disamping itu yang perlu diketahui oleh segenap pendidik -yang memiliki banyak anak didik- bahwa para anak didik memiliki sifat dan watak yang berbeda-beda, dan itu adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan dunia ini. Ada yang sifatnya pendiam ada juga yang suka berbicara. Ada yang penurut ada juga yang nakal. Ada yang manja ada juga yang tidak. Ada yang pelit ada juga yang boros dan seterusnya. Dengan adanya keragaman sifat disini, sang pendidik lebih dituntut lagi untuk menguras pikirannya dalam mencari formulasi kepemimpinan yang tepat dan benar kemudian menerapkannya dalam proses pendidikan tersebut.
Begitu juga sang pendidik, mengatur dan mengendalikan segala urusan yang berkaitan dengan anak didiknya. Mulai dari hal yang sepele sampai kepada masalah yang serius. Mulai dari hal yang kecil sampai kepada masalah yang besar. Mulai dari perkara agama sampai kepada perkara dunia. Bahkan kalau bisa mayoritas aktifitas anak didiknya berada dalam kendali dan pengawasannya. Sehingga dengan demikian, akan lahir anak didik yang berkualitas.


5.      Ta’lîm (Pengajaran)

Makna yang kelima yang disebutkan oleh al-Hâzimi adalah pengajaran. Dalam menjelaskan makna ini beliau mengutip perkataan dua ulama. Salah satunya Ibnu al-A’rabi, beliau mengatakan: [2][3]
“Robbani adalah seorang ulama yang mengajarkan ilmu kepada manusia dari ilmu yang termudah sampai yang tersulit”.

Berbeda dengan makna-makna pendidikan lainnya, dapat dikatakan makna ini adalah yang paling sering disandingkan dengan kata pendidikan dalam berbagai literatur pendidikan Islam. Hal ini didasarkan adanya keterikatan yang kuat antara ta’lîm dan pendidikan. Tetapi, antara keduanya ada keumuman dan kekhususan. Karena setiap pendidikan adalah ta’lîm tetapi setiap ta’lîm belum tentu disebut pendidikan. Karena bisa dikatakan bahwa pendidikan adalah bentuk follow up dari pada kegiatan ta’lîm.
Di masa lalu, makna pengajaran memiliki cakupan yang sangat luas, asalkan terjadi proses belajar yang melibatkan dua pihak, yaitu guru dan murid, maka itu sudah cukup untuk disebut sebagai kegiatan pengajaran. Tetapi di masa kini, maknanya sudah sedikit bergeser. Karena ketika kata makna pengajaran diangkat, maka yang terbesit pertama kali dipikiran kalangan manusia modern adalah kegiatan belajar dan mengajar yang resmi, yang  penyelenggaraannya di madrasah ataupun sekolah.
Disisi lain, kata Ta’lim -khususnya di Indonesia- sering kali di pakai untuk kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh kalangan orangtua, baik ibu-ibu maupun bapak-bapak.
Dan bahkan merupakan bagian dari nama kelompok belajarnya atau kelompok pengajiannya yang lebih familiar disebut dengan majlis ta’lim. Dan jumlah majlis ta’lim di Indonesia sangatlah banyak, bahkan semakin hari semakin bertambah bak jamur di musim penghujan.
Setelah panjang lebar al-Hâzimi menjelaskan makna pendidikan secara bahasa, kemudian beliau memberikan kesimpulan:
“Dari makna pendidikan secara bahasa, maka dapat disimpulkan bahwa makna pendidikan  itu berkisar antara kegiatan memperbaiki, mengendalikan urusan anak didik, memperhatikannya dan membimbingnya ke arah yang membuatnya maju dan berkembang. Dan definisi pendidikan secara istilah sangat erat kaitannya dengan makna-makna tersebut”[3]

b) Secara Istilah

1.      Pendidikan adalah al-Hikmah, al-Ilm dan at-Ta’lîm

Arti Kata al-hikmah dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
Pertama: kalau disebutkan secara mandiri maka maksudnya adalah at-Tafaqquh fi ad-Dîn (memperdalam ilmu agama), sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Malik ketika menafsirkan surat al-Baqarah ayat: 269 [4]
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا
Artinya: “Allah menganugerahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Quran dan Aa-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya.”

Kedua: kalau disertai dengan kata al-Kitab maka arti kitab adalah al-Qur’an sedangkan arti al-Hikmah adalah sunnah atau hadits Nabi sholallohu ‘alaihi wasalam. Seperti dalam surat al-Baqarah ayat: 129, dan lain sebagainya.
Disamping makna hikmah, kata pendidikan juga bisa bermakna al-Ilmu yaitu ilmu pengetahuan dan juga at-Ta’lim yaitu pengajaran. ketiga makna ini terambil dari tafsiran para ulama mengenai kata pecahan pendidikan dalam surat ali Imran ayat: 79.
وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ
Artinya: “Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”.

Ibnu Abbas dan yang lainnya menafsirkan kata Rabbaniyyin sebagai Hukama (Orang-orang bijaksana), Ulama (orang-orang berilmu), Hulama (orang-orang santun). Sedangkan adh-Dhahhak berpendapat bahwa kata rabbaniyyin bermakna mengajarkan dan memahamkan orang lain[5].


2.    Pendidikan Adalah ar-Ri’âyah

Makna pendidikan berikutnya yang ada dalam al-Qur’an adalah bimbingan. Sebagaimana dalam surat al-Isra ayat: 24.
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".

Dan juga firman Alloh yang mengutip perkataan firaun kepada Nabi Musa dalam surat asy-Syu’ara ayat: 18.
قَالَ أَلَمْ نُرَبِّكَ فِينَا وَلِيدًا وَلَبِثْتَ فِينَا مِنْ عُمُرِكَ سِنِين
Artinya: “Fir'aun menjawab: "Bukankah Kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) Kami, waktukamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama Kami beberapa tahun dari umurmu”.

            Dan ini menunjukkan bahwa diantara makna pendidikan adalah ar-Riâyah wa al-‘Inâyah (Bimbingan dan perhatian).
Kemudian al-Hâzimi dalam kitabnya Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah menjelaskan tentang definisi pendidikan menurut istilah, dengan mengatakan:
“bahwa pendidikan adalah mendidik manusia setahap demi setahap dalam semua aspek kehidupannya untuk mewujudkan kebahagiaan didunia dan akhirat sesuai dengan metodologi Islam”


2.      Term Karakter Dalam Islam

Karakter dalam Islam sering disebut dengan akhlaq berasal dari bahasa Arab yakni jama’ dari khulqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at, tata krama, sopan santun, adab dan tindakan. Kata akhlaq juga berasal dari kata kholaqa atau kholqun yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan khaliq yang artinya menciptakan, tindakan atau perbuatan, sebagaimana terdapat kata al-khaliq yang artinya pencipta dan makhluq yang artinya yang diciptakan.
Ibnu Masykawaih (w. 421 H/ 130 M) yang terkenal sebagai pakar bidang akhlaq terkemuka mengatakan: “akhlaq  adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa melakukan pemikiran dan pertimbangan.”
Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) mengatakan: akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gamblang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[6]
Maka dapat disimpulkan akhlaq adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran serta dilakukan tanpa paksaan dan ikhlas semata-mata karena Allah subhanahu wata’ala.
Pengertian akhlaq juga bisa diartikan dengan tindakan yang berhubungan dengan tiga unsur yang sangat penting, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.

3.      Term Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam

Pendidikan karakter atau pendidikan akhlaq sebagaiman dirumuskan oleh Ibnu Masykawaih dan dikutip oleh Abudin Nata, merupakan upaya terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan akhirnya perbuatan-perbuatan yang bernilai baik dari seseorang. Dalam pendidikan akhlaq ini, kriteria benar dan salah untuk menilai perbuatan yang muncul merujuk kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber tertinggi ajaran Islam.[7]
Pendidikan akhlaq membahas dua objek penting pada diri manusia, yaitu sebagai berikut:
1.        Pengkajian tentang hati sebagai kekuatan jiwa manusia dalam bertindak yang menjadi latar belakang diterima atau ditolaknya perbuatan oleh Alloh subhanahu wata’ala.
2.        Pendalam perilaku dan motivasi bertindak atas nama tertentu. Dalam pendidikan karakter atau akhlaq, setiap pendidikan di motivasi oleh sesuatu yang terdapat didalam jiwa manusia atau faktor eksternal. Adapun faktor internal atau dirinya tidak dapat membentuk tindakan jika tidak terdapat dukungan faktor eksternal. Oleh karena itu, seorang anak didik berakhlaq karena didorong oleh kemauan atau niat dan kesempatan, serta dorongan kebutuhan, misalnya nasihat orangtua, pekerjaan rumah dari guru, dan sebagainya.
3.        Keyakinan yang kuat utuk melakukan tindakan dikarenakan oleh dorongan keimanan.[8]
Dengan demikian pendidikan akhlaq dalam Islam bisa dikatakan sebagai pendidikan moral dalam diskursus pendidikan Islam. Karena tujuan puncak pendidikan akhlaq adalah terbentuknya karakter positif yang sesuai dengan ajaran Islam dalam perilaku anak didik.

B.       PRINSIP PENDIDIKAN KARATER ISLAMI

a)      Robbaniyah
Nyatalah bahwa pendidikan individu dalam Islam mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu, yaitu: menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan tak perlu dinyatakan lagi bahawa totalitas agama Islam tidak membatasi pengertian ibadah pada shalat, shaum dan haji; tetapi setiap karya yang dilakukan seorang muslim dengan niat untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala semata merupakan ibadah9 serta selalu berpegang teguh kepada sunnah Nabinya Sholallohu ‘Alaihi Wasalam.10


b)      Syumul & takamul
Pengarahan yang islami mensifati dengan ke-universalan dan paripurna dalam setiap hal yang dibutuhkan oleh setiap manusia baik itu yang bersifat duniawi ataupun ukhrawi. Yang dimaksud universal disini adalah mencakup:
a)      objektifitas dalam memandang hal dunia dan akhirat serta tidak memisahkan antara keduanya,
b)      kemanusiaan karena mencakup semua manusia
c)      fitrah karena adanya kesesuaian antara jasad dan ruh
d)     sesuai zaman dan tempatnya karena tidak menitik beratkan pada zaman tertentu, akan tetapi kekal sampai hari akhir.[9]11
c)      Tawazun
Adanya kesesuaian antara hak jasad dan ruh, makhluk dan kholiq, hak keluarga, serta hak pribadi dan orang lain.12

d)      Tsabaat
Tak bisa disangkal bahwa kekuatan iman di dalam hati seseorang akan membuatnya enggan terhadap kesenangan dan kekayaan duniawi serta meneguhkan hati dalam menghadapi godaan dan keinginan. Maka ia pun selalu menjaga kehormatannya serta menunaikan amanah.13

e)      Waqi’iyah
Sesuai dengan objek agama, fitrah manusia, serta kemampuan setiap individu.14

C.     MACAM-MACAM PENDIDIKAN  KARAKTER ISLAMI

1.      Pendidikan Akidah
Pendidikan pertama yang harus diterima setiap pemuda muslim ialah pendidikan akidah yang benar. Yaitu akidah Salafiyah yang dianut oleh generasi salaf umat ini. Sebab Alloh Ta’ala telah menjadikan akidah para sahabat sebagai standar akidah yang benar. Alloh Ta’ala berfirman:
÷bÎ*sù (#qãZtB#uä È@÷VÏJÎ/ !$tB LäêYtB#uä ¾ÏmÎ/ Ïs)sù (#rytG÷d$# ( bÎ)¨r (#öq©9uqs? $oÿ©VÎ*sù öNèd Îû 5-$s)Ï© ( ãNßgx6Ïÿõ3u|¡sù ª!$# 4 uqèdur ßìŠÏJ¡¡9$# ÞOŠÎ=yèø9$# ÇÊÌÐÈ
“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, Sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.15[10]
Ibn al-Qoyyim rohimahulloh mengatakan: “tauhid adalah perkara pertama yang didakwahkan oleh para Rosul, persinggahan pertama di tengah jalan, dan pijakan pertama yang menjadi pijakan orang yang melangkah kepada Alloh ta’ala.”16
Jadi, setiap pendidik hendaknya tidak pernah membiarkan setiap kesempatan berlalu tanpa membekali para anak didik dengan bukti-bukti yang menunjukkan kepada Alloh Ta’ala, bimbingan-bimbingan yang bisa memperkokoh iman, dan peringatan-peringatan yang bisa memperkuat aspek akidah. Teknik pemanfa’atan kesempatan untuk memberikan nasihat-nasihat keimanan ini adalah teknik yang dipillih oleh sang pendidik pertama (Muhammad sholallohu ‘alaihi wasalam). Beliau selalu berusaha mengarahkan para peserta didik untuk mengangkat dan memperkuat keimanan dan keyakinan yang ada di dalam hati mereka.17


2.      Pendidikan Pemikiran

Yang dimaksud pendidikan pemikiran di sisni ialah mendidik generasi muda Islam dengan pola pikir Salaf, menankan paham-paham yang benar di dalam jiwa mereka, dan mengingatkan mereka agar waspada terhadap paham-paham yang salah.
Sistem pendidikan pemikiran ini yang benar ini diharapkan akan membuahkan pemuda-pemuda yang terdidik dengan pola pikir Salaf dan mengikuti cara Salaf dalam memahami al-Qur’an dan Hadits.
Disamping itu mereka juga memiliki kekebalan terhadap pemikiran-pemikiran salah yang ada di dunia Islam dan paham-paham yang bertentangan dengan apa yang dianut oleh generasi Salaf.18[11]
Abdullah Nasih Ulwan mengatakan: “para pendidik harus mengajarkan kepada para pembelajar semenjak remaja mengenai fakta-fakta berikut ini:
a)      Islam adalah Din yang abadi dan berlaku dimana saja dan kapan saja.
b)      Komitmen tinggi dan beristiqomah dalam mengamalkan hukum-hukum Alloh akan meraih kejayaan.
c)      Terbongkarnya perencanaan-perencanaan yang dirumuskan oleh musuh-musuh Islam.
d)      Terungkapnya fakta tentang peradabaan Islam yang selama kurun waktu tertentu dalam sejarah pernah menjadi guru bagi seluruh isi dunia.
e)      Para pembelajar harus mengetahui bahwa kita memasuki panggung sejarah bukan dengan Abu Jahl dan Ubay bin khalaf. Kita memasuki panggung sejarah dengan Rosul, Abu Bakr dan ‘Umar.19


3.      Pendidikan Iman

Yang dimaksud pendidikan  iman  ialah upaya untuk menambah iman kepada Alloh Ta’ala dan hari akhir, memperdalam makna iman, dan meningkatkan kualitas hati sampai pada level dia dapat merasakan manisnya iman, mencintai keta’atan kepada Alloh Ta’ala dan menjauhi kenakalan dan kemaksiatan.20

4.      Pendidikan Akhlak

Menurut Ibnu Masykawaih, akhlaq adalah kondisi kejiwaan yang mendorong manusia melakukan sesuatu tanpa pemikiran dan pertimbangan. Kondisi ini terbagi menjadi 2 macam:
a)      Kondisi alami yang berasal dari watak dasar seseorang.
b)      Kondisi yang diperoleh melalui kebiasaan dan latihan. Kondisi ini terkadang diawali dengan pertimbangan dan pemikiran, tetapi kemudian berlanjut sedikit demi sedikit hingga menjadi tabi’at dan perangai.

Kondisi yang kedua inilah yang dimaksud dengan pendidikan akhlak. Maksudnya mendidik generasi muda Islam dengan akhlak-akhlak yang mulia, seperti jujur, amanah, istiqomah, itsar dan lain-lain.21[12]


5.      Pendidikan Adab dan Sunnah Nabi Sholallohu ‘alaihi Wasalam

Salah saatu materi pendidikan yang harus diajarkan kepada generasi muda Islam yang memiliki cita-cita membangun masyarakat muslim dan mengembalikan khilafah Islamiyah menurut cara Nabi Sholallohu ‘alaihi Wasalam ialah adab-adab dan sunnah-sunnah Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wasalam. Adab-adab itu banyak jumlahnya, ada adab-adab yang diterima seorang muslim dirumah dan sekolahnya melalui suri tauladan yang baik. Akan tetapi sekarang ini kita hidup di zaman mana suri tauladan yang baik sulit ditemukan. Kini, sebagian besar rumah tangga muslim tidak memilikinya dan menggantinya dengan adab-adab Barat dan nilai-nilai yang diimpor dari peradaban Barat yang kafir.
Hal itu adalah akibat dari penyebaran piranti-piranti keji, seperti televisi yang merusak banyak sekali nilai-nilai ke-islaman dan adab-adab yang diajarkan Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wasalam, membunuh rasa cemburu suami, menghilangkan rasa malu wanita, dan membuat masyarakat muslim tidak banyak berbeda dengan masyarakat Barat yang kafir.
Oleh karena itu, para praktisi pendidikan harus memperhatikan upaya-upaya untuk menghidupkan nilai-nilai yang luhur dan adab-adab Islam, lalu menyiarkan, menyebarluaskan dan mengajarkannya. Mudah-mudahan Alloh Ta’ala berkenan memberkahi usaha-usaha tersebut dan menyelamatkan anak-anak muslim dari terjangan banjir maksiat dan syahwat, dan segala macam upaya untuk memalingkan dari Alloh Ta’ala. 22[13]

6.      Pendidikan Jasmani

Abdullah Nasih Ulwan mengatakan:
“salah satu sarana pendidikan yang paling efektif yang ditetapkan oleh Islam dalam mendidik individu-individu  dalam masyarakat secara fisik dan menjaga kesehatan mereka adalah mengisi waktu luang mereka dengan kegiatan-kegiatan jihad, latihan-latihan ketangkasan dan olahraga setiap ada waktu dan kesempatan.
Hal itu mengingat agama Islam dengan prinsip-prinsipnya yang toleran dan ajaran-ajarannya yang luhur telah menggabungkan antara keseriusan dan kesantaian, atau dengan kata lain memadukan antara tuntunan ruhani dan kebutuhan jasmani. Islam memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan jasmani dan perbaikan mental dengan intensitas yang sama
Dan ketika sudah menginjak usia aqil baligh, dia membutuhkan perhatian yang besar dalam aspek pendidikan kesehatan dan pembentukan fisiknya. Bahkan baginya lebih diutamakan mengisi waktu-waktu luangnya dengan segala macam kegiatan yang menyehatkan badannya, menguatkan organ-organ tubuhnya, dan memberrikan kesegaran dan kebugaran keseluruh tubuhnya.
Hal itu disebabkan oleh 3 hal:
Pertama          :banyaknya waktu luang yang dimilikinya.
Kedua              :untuk melindunginya dari serangan berbagai macam penyakit.
Ketiga              :untuk membiasakannya dengan latihan-latihan olahraga dan kegiaatan-kegiatan jihad. ”23


D.    TUJUAN PENDIDIKAN KARAKTER ISLAMI
Tujuan pendidikan sebenarnya adalah mengarahkan kepada pembentukkan generasi baru (generasi yang beriman dan berpegang teguh  kepada ajaran-ajaran Islam yang benar) dimana generasi baru itu bekerja untuk memformat umat ini dengan format Islam dalam semua aspek kehidupan. Oleh karena itu, sarana yang digunakan untuk mewujudkan tujuan tersebut terbatas pada perubahan terbatas pada perubahan tradisi pada umumnya dan pembinaan para pendukung dakwah agar komitmen dengan ajaran-ajaran Islam, sehingga mereka menjadi teladan bagi orang lain dalam berpegang teguh kepada-Nya, memelihara dan tunduk kepada hukum-hukum-Nya.24[14]
Serta agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada dalam jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Inilah yang akan mengantarkan  manusia kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat.25[15] Ini sejalan dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu untuk beribadah kepada Allah Ta’ala. Sebagaimana yang tertera dalam surat adz-Dzariat ayat 56:

$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Pengabdian kepada Allah Ta’ala merupakan esensi dari tujuan pendidikan akhlak. Dan termasuk pengabdian kepada Allah Ta’ala adalah berakhlaq mulia. Akhlaq seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an. Dan juga yang termasuk dalam tujuan pendidikan akhlaq adalah mencetak pribadi yang berkarakter Islami yang menjalankan syari’at Islam sesuai dengan sunnah Rosulullah Shoalllohu ‘alaihi Wasalam.
Pendidikan akhlaq dalam Islam berbeda dengan pendidikan-pendidikan moral lainnya karena pendidikan akhlaq dalam Islam lebih menitik beratkan pada hari esok. Dari sini tampak bahwa pendidikan akhlaq dalam Islam lebih mengedepankan aspek pembentukan akhlaq dibawah tuntunan wahyu.


E.     SUMBER PENDIDIKAN KARAKTER ISLAMI

a)      Al-Qur’an al-Karim
Tidak ada keraguan bahwa pendidikan yang diajarkan oleh al-Qur’an adalah pendidikan yang paling tinggi dan paling unggul. Berkah dari pendidikan ini nampak jelas pada generasi pertama yang menyaksikan langsung turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur. Al-Qur’an menanamkan dasar-dasar akidah di dalam jiwa mereka. Sahabat-sahabat Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wasalam menerima ayat-ayat al-Qur’an dengan penuh keimanan dan keyakinan, dan ayat-ayat itu mendorong mereka untuk beramal, berbuat dan ta’at. Dengan demikian al-Qur’an telah membawa mereka naik ke puncak tertinggi dari tingkatan keyakinan, kejujuran, keikhlasan, pengorbanan dan keteguhan.
Didepan mata mereka ada peragaan nyata dari ajaran-ajaran al-Qur’an, yaitu Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wasalam. Beliau adalah al-Qur’an yang berjalan dimuka bumi. Bunda ‘Aisyah Rodiyallohu ‘Anha pernah ditanya tentang akhlaq Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasalam, lalu dia menjawab: “akhlaq Beliau adalah al-Qur’an”
Berikut ini contoh-contoh Pendidikan ala al-Qur’an:
1)      Al-Qur’an mendidik akidah tauhid di dalam hati manusia, sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-ikhlas: 1-4
2)      Al-Qur’an mendidik kemampuan pengawasan dan takwa dalam hati manusia
3)      Al-Qur’an mendidik setiap mukmin untuk mengetahui tujuan utama penciptaan dirinya
4)      Al-Qur’an mendidik setiap muslim untuk meyakini bahwa kelebihan manusia hanya ditentukan oleh kualitas takwanya kepada Alloh Ta’ala
5)      Al-Qur’an mendidik setiap mukmin untuk bersikap zuhud terhadap dunia. 26[16]

b)      Sunnah Nabawiyah
Pendidik terhebat yang pernah menghampiri umat manusia adalah Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasalam. Petunjuk terbaik dan tertinggi ialah petunjuk yang diberikan oleh Muhammad sholallohu ‘alaihi wasalam

c)      Siroh Nabawiyah
Sesungguhnya siroh kekasih kita Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasalam memiliki segi yang banyak. Setiap segi mencapai kesempurnaan yang ada pada diri makhluk. Bagaimana tidak demikian, karena Alloh Yang Maha Pemberi, Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana telah menjadikan beliau sebagai uswatun hasanah (teladan) bagi seluruh umat.
            Diantara bagian siroh Beliau yang penuh barakah adalah, Alloh ‘Azza Wajala mengutusnya sebagai seorang guru. Ia merupakan jawaban dari do’a kekasih-Nya, Ibrahim ‘alaihi salam. Disebutkan dalam do’a Beliau sebagaimana firman Alloh Ta’ala:
$uZ­/u ô]yèö/$#ur öNÎgÏù Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Gtƒ öNÍköŽn=tæ y7ÏG»tƒ#uä ÞOßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur öNÍkŽÏj.tãƒur 4 y7¨RÎ) |MRr& âƒÍyèø9$# ÞOŠÅ3ysø9$# ÇÊËÒÈ    
"Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (al-Baqarah: 129)

Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasalam memberitahukan bahwa itu adalah do’a ayahnya, Ibrahim ‘Alaihi Salam. Diriwayatkan oleh imam Ahmad dari Abu Umamah, ia berkata: “ya Rosululloh, apakah apakah permulaan dari kenabianmu?” beliau bersabda:
دعوة أبي إبـراهيم وبـشـرى عيـسـى عـليـه الســلام
“do’a ayah saya Ibrahim dan kabar gembira Isa ‘alaihi salam.”

Dan telah disebutkan pengangkatan Beliau sebagai pendidik dalam beberapa ayat, diantaranya:
!$yJx. $uZù=yör& öNà6Ïù Zwqßu öNà6ZÏiB (#qè=÷Gtƒ öNä3øn=tæ $oYÏG»tƒ#uä öNà6ŠÏj.tãƒur ãNà6ßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur Nä3ßJÏk=yèãƒur $¨B öNs9 (#qçRqä3s? tbqßJn=÷ès? ÇÊÎÊÈ   

sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (al-Baqarah: 151)

uqèd Ï%©!$# y]yèt/ Îû z`¿ÍhÏiBW{$# Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ftƒ öNÍköŽn=tã ¾ÏmÏG»tƒ#uä öNÍkŽÏj.tãƒur ãNßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7B ÇËÈ  

“ Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” (al-Jumu’ah: 2) 27[17]


d)      Siroh Sahabat
Siroh sahabat juga memiliki peranan penting dalam meneladani Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasalam sebagai guru, dikarenakan mereka merupakan generasi yang terbaik yang ada pada Islam. Karena kedekatan mereka juga serta menjadi saksi hidup langsung bagaimana Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasalam dalam mendidik mereka, sebagimana sabda Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasalam:

قـال رسـول الـله صلى الـله عليه وسلم: خيـرالـنـاس قرني ثم الذي يلونهم ثم الذي يلونهم
“sebaik-baik generasiku adalah pada masa zamanku (sahabat),kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya.”
F.      Sarana Dalam Pendidikan Karakter Islami
Untuk mencapai tujuan tarbiyah maka diperlukan beberapa sarana yang dapat memfasilitasi sehingga terwujudnya tujuan pendidikan secara maksimal. Sebetulnya sarana pendidikan sifatnya sangatlah fleksibel dan sangat beragam tergantung keperluan dan keadaan anak didik. Sarana dalam pendidikan selain bersifat fleksibel juga mempunyai tahapan yang disesuaikan dengan kecenderungan, kemampuan dan penguasaan anak didik terhadap beberapa program yang dijalankan. Biasanya tahapan dalam sarana pendidikan dimulai dengan keterikatan terhadap nilai-nilai Islam secara umum, kemudian meningkat kepada persaudaraan. Selanjutnya keterlibatan dengan aktifitas dan siap untuk berjuang menegakkan nilai islam.
Keberagaman sarana dan adanya tahapan dalam pelaksanaan sarana pendidikan menunjukkan upaya nyata dalam pembentukkan kepribadian muslim. Sarana pendidikan sebagai sesuatu yang terikat dengan tujuan, sehingga sarana tidak bisa dipisahkan/ dilepaskan dari tujuan pendidikan itu sendiri. Dalam mencapai tujuan, maka diperlukan sarana yang sesuai dengan tujuan tersebut.28[18] Beberapa sarana yang digunakan adalah:

a.       Masjid
Masjid merupakan pusat kegiatan seorang muslim. Pada zaman Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasalam, mesjid digunakan sebagai pusat pemerintahan dan tempat pembinaan serta terus berkembang menjadi tempat pengajaran pada masa pemerintahan-pemerintahan Islam berikutnya.
Dari sarana masjid ini juga memiliki efek yang sangat besar dalam pendidikan karakter Islami, diantaranya:
1)      Menjadikan dirinya dan rekan-rekannya yang memiliki semangat yang tinggi dalam menjalankan ibadah dan ketaatan kepada Alloh Ta’ala sebagai bibit kebaikan dan keberkahan.
2)      Memperhatikan orang-orang yang hadir di masjid. Jika ada wajah baru dia harus segera menyapanya, mengajak berkenalan dan lain-lain.
3)      Mendorong rekannya untuk rajin mengikuti pengajian di masjid.
4)      Selalu mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan rekan-rekannya di mesjid dan menyibukkan mereka dengan aktifitas-aktifitas iman dan dakwah.
5)       Syeikh Memberikan perhatian kepada tetangga-tetangga mesjid, mengingatkan mereka akan keutamaan sholat berjama’ah, mengikuti pengajian, terlibat dalam aktifitas sosial, dan memberikan bantuan di saat kesulitan.29[19]


b.      Keluarga
Keluarga merupakan kumpulan individu yang berkeinginginan kuat untuk membentuk kepribadian muslim secara terpadu yang berlandaskan kepada kitabulloh dan sunnah Rosul-Nya. Oleh karena itu, peranan keluarga sangat penting dalam tujuan pembentukan karakter muslim. Keluarga juga memiliki peranan sebagai perisai pelindung bagi anak didik dari pengaruh eksternal yang kotor, juga memiliki kepentingan yang sama untuk meningkatkan iman dan amal sholeh.
Tujuan dari pembentukan keluarga, diantaranya:
1)      Membentuk kepribadian muslim seutuhnya yang sanggup merespon semua tuntunan agama dan kehidupan
2)      Meningkatkan kesadaran akan derasnya arus nilai yang mendukung Islam atau yang menentangnya
3)      Mewujudkan hakekat kebanggaan Islam terhadap nilai-nilai Islam dengan membangun komitmen kepada nilai Islam dan akhlaq mulia
4)      Menyelasaikan berbagai permasalahan yang dihadapinya, baik masalah pendidikan, pekerjaan, ekonomi dan sebagainya


c.       Madrasah/sekolah
Madrasah memiliki peran dan pengaruh yang sangat besar, sebab di madrasah-lah seorang anak menghabiskan sebagian besar waktunya. Madrasah merupakan tempat kedua setelah rumah, sebagaimana di dalamnya berkumpul dengan berbagai anak dari berbagai latar belakang lingkungan dan sosial, sehingga mereka membawa berbagai macam pemikiran, adat kebiasaan dan karakter kepribadian juga menjelaskan dan mentransformasikan sesuatu yang sebelumnya tidak diketahuinya.30[20]
Yang merupakan tugas atau peranan penting yang paling mendasar oleh sebuah madrasah adalah mengimplementasikan ibadah kepada Alloh Azza Wa Jala, juga meluruskan pemahaman yang salah dari segi akidah maupun ibadahnya serta untuk menuai akhlaq yang mulia dan terpuji. Serta mengosongkan seorang pembelajar dari kejahiliyahan dan pembangkangan baik itu dari segi akidah, ibadah, akhlaq dan pemikirannya, menghiasinya dengan pendidikan yang benar baik dari segi akidah, ibadah, akhlaq, dan pemikirannya bukan sekedar teori tetapi dengan implementasi yang nyata.
Madrasah juga memiliki komponen-komponen yang mesti ada di dalamnya, seperti: mu’alim (pendidik), metode pembelajaran, kegiatan belajar, serta idaroh madrasah.31[21]

d.      Lingkungan
Lingkungan sekitar tempat tinggal juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap karakter seseorang. Seseorang yang tumbuh di tengah lingkungan yang baik biasanya tidak terlalu sulit untuk tumbuh menjadi sesorang yang sholih, tetapi sebaliknya akan mendapat pengaruh yang tidak baik pula.
Maka hendaknya mempertimbangkan baik-baik ketika memilih lingkungan tempat tinggal, sebagaimana kata pepatah: الجـار قـبل الـدار 32[22]



G.    Metode yang Digunakan Dalam Pendidikan Islami

1)      Pengertian Metode
            Bahasa :           cara, jalan, serta madzhab.
            Istilah :           cara dalam pendidikan yang digunakan oleh seorang pendidik untuk mengarahkan para peserta didik kearah kebenaran.


2)      Urgensi Keragaman Dalam Metode Pendidikan
Keragaman dalam metode pendidikan mempunyai peranan yang sangat urgen dalam pelaksanaannya, diantara urgensi tersebut:
a)      Merupakan hal yang sangat di idam-damkan, seperti membumbui pendidikan dengan cara menyampaian kisah, permisalan-permisalan, pengalaman yang berkesan, motivasi dan ancaman serta yang lainnya
b)      Kemungkinan sang pendidik memilih metode sesuai dengan realitanya
c)      Karena adanya perbedaan sikap dari para peserta didik  dalam proses pendidikannya
Karena urgennya metode tersebut serta efek besar kepada para peserta didiknya, maka harapan kepada sang pendidik untuk senantiasa melihat realita dari zaman ke zaman terhadap para peserta didiknya, serta harus mempunyai keragaman dalam metode yang digunakannya. Dikarenakan supaya tidak terlalu terpaku/jumud pada 1 metode yang terus terulang-ulang dari masa kemasa.33[23] Diantara metode-metode tarbiyah yang harus diterapkan oleh seorang pendidik:
1)      Qudwah/ teladan
Muhammad Quthb mengatakan:
“Keteladanan dalam pendidikan merupakan sarana yang paling efektif dan paling dekat kepada kesuksesan.”34[24]
Seorang  pendidik  hendaknya memberikan teladan yang baik kepada orang lain dengan akhla para Nabi, teladan jiwa pendidik yang mulia terdapat dengan gamblang dalam diri Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasalam. Selanjutnya para pendidik mengajak orang lain dalam menumbuhkan ketaatan dan ketakwaan kepada Alloh Ta’ala, sehingga mereka bisa memilih jalan jalan yang benar.
Macam-Macam Qudwah
a)      Qudwah dalam kebaikan
Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasalam, kemudian para sahabatnya, dan disusul oleh tabi’in, dan tabi’ut tabi’in. Alloh Ta’ala pun memerintahkan kepada umat islam supaya mengikuti qudwah seperti Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi Wasalam :

ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ  
“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah." (al-ahzab: 21)

Ibn Hazm mengatakan: “barangsiapa yang menginginkan kebaikan di dunia serta di akhirat, keadilan, kebaikan akhlak, serta kebaikan di dalam keluarganya, maka bercerminlah kepada akhlak Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasalam.”

b)      Qudwah dalam keburukan
Yaitu teladan yang jelek serta rusak, yang mana kejelekan ini dicerminkan oleh orang-orang bathil, seperti ahli bid’ah serta yang berpaling dari aqidah, ibadah dan akhlak yang mulia.
Karena qudwah ini sangatlah bathil dan menyesatkan serts mempunysi pengaruh yang jelek terhadap kehidupan manusia, seperti diabaikannya nasihat yang baik dari seorang pemberi nasihat bahkan mereka tetap jumud dengan kebiasaan nenek moyangnya, sebagaimana firman Alloh Ta’ala:
#sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% ãNßgs9 (#qãèÎ7®?$# !$tB tAtRr& ª!$# (#qä9$s% ö@t/ ßìÎ7®KtR $tB $tRôy`ur Ïmøn=tã !$tRuä!$t/#uä 4 öqs9urr& tb%Ÿ2 ß`»sÜø¤±9$# öNèdqããôtƒ 4n<Î) É>#xtã ÎŽÏè¡¡9$# ÇËÊÈ  
"dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". mereka menjawab: "(Tidak), tapi Kami (hanya) mengikuti apa yang Kami dapati bapak-bapak Kami mengerjakannya". dan Apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?". (luqman : 21)


Urgensi Qudwah Dalam Pendidikan
Metode qudwah yang baik memiliki pengaruh yang penting terhadap akhlak dan sikap orang lain. Diantara pengaruhnya ialah:
a)      Bisa mempengaruhi orang lain
b)      Pengalaman lebih berharga dibandingkan dengan sebuah perkataan saja
c)      Kebutuhan seseorang terhadap sebuah qudwah
d)     Balasan pahala terhadap orang yang memberikan qudwah yang baik serta balasan dosa terhadap orang yang memberikan qudwah yang buruk
Halangan-Halangan Yang Ada Pada Pribadi Seorang Pendidik Dalam Berqudwah
a)      Rasa takjub kepada seseorang
b)      Merasa minder
c)      Berlomba-lomba dalam kejelekan


2)      Kisah
Mendidik melalui cerita yang mengandung pelajaran dan peringatan merupakan salah satu bentuk nasihat yang paling efktif. Sebab, secara naluriyah jiwa manusia tertarik pada cerita dan menerimanya sepenuh hati. Apabila cerita itu mengandung hikmah dan pelajaran ada tujuan yang hendak dicapai. Ketika al-Qur’an menceritakan menceritakan kisah-kisahnya bukan semata-mata untuk hiburan dan mengisi waktu. 35[25]
Selain itu, kisah pada dasarnya memang melekat pada otak dan hampir-hampir tidak terlupakan. Karena itu al-qur’an karim memberinya perhatian lebih dengan menyebutkan kisah-kisah di dalam al-qur’an karena terdapat berbagai kekhususan di dalamnya, diantaranya:
a)      Merupakan kisah yang riil serta terpercaya
b)      Sesuai dengan fitroh manusia
c)      Mentarbiyah manusia terhadap kelembutan terhadap orang lain36[26]
d)     menghibur hati, memupuk tekad, mengambil ibroh dan pelajaran
e)      mengetahui kisah orang-orang terdahulu &  mengenang peristiwa
Tujuannya agar orang yang mencermati kisah ini akan menemukan diantara bagian-bagiannya dan sisi-sisinya terdapat pengukuhan terhadap perkara-perkara tauhid. Demikian juga terdapat penjelasan-penjelasan hikmah Alloh yang luar biasa dan sunnahNya pada hamba-hambaNya yang tetap tidak akan berubah dan tidak pula berganti.37[27]
Sumber-Sumber Yang Harus Dijadikan Rujukan Dalam Mengambil Kisah, diantaranya:
1)      Al-qur’an al-karim
2)      Sunnah nabawiyah
3)      Kitab-kitab sumber sejarah yang telah terkenal dikalangan kaum muslimin
4)      Kejadian-kejadian yang terjadi dikalangan masyarakat38[28]

3)      Kajian Biografi
Mengkaji biografi dan sejarah hidup generasi Salaf merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat efektif. Sebab, jiwa manusia akan merindukan dan menginginkan kesempurnaan ketika mendengar kisah hidup para ulama yang patuh kepada Alloh Ta’ala. Namun, jiwa manusia akan dipenuhi kecenderungan-kecenderungan buruk dan diselimuti beragam syahwat ketika mendengar kisah hidup orang-orang yang suka memuja dunia dan memperturutkan syahwat. Dan secara ilmiyah jiwa manusia memiliki potnsi untuk menjadi baik dan jahat.39[29]
Dan diantara manfa’at dari mengkaji biografi ini, diantaranya:
1)      Mendidik generasi muda islam dengan pendidikan yang diterima oleh para ulama terkemuka
2)      Seorang muslim dapat menghimpun ringkasan dari beragam pengalaman dan intisri dari berbagai gagasan
3)      Mengetahui kemuliaan ilmu dan pembawanya
4)      Menambah kecintaan kepada para ulama terkemuka
5)      Menularkan ilmu mereka, memenfa’atkan pemahaman mereka, serta melaksanakan pelajaran dan nasihat mereka.40[30]

4)      Ceramah
Al-hafizh Ibnu Rajab al-Hambali, mengatakan:
“ceramah adalah cambuk yang digunakan untuk mencambuk hati sehingga meninggalkan bekas di hati seperti bekas cambukan di badan. Sedekah yang paling baik adalah memberitahu orang yang tidak tahu atau menyadarkan orang yang lalai. Tidak ada yang lebih baik untuk membangunkan orang yang terbuai dalam tidur kelalaian selain dicambuk dengan cambuk ceramah. ”41[31]
Ceramah-ceramah Nabi sholallohu ‘alaihi wasalam menempati level tertinggi dan memiliki kualitas terbaik. Dengan ceramahnya beliau mampu memikat hati para pendengarnya.
Tujuan utama seorang penceramah ialah mengantarkan orang-orang yang dia ceramahi kepada rasa takut sejati yang terhimpun dalam getaran hati dan linangan air mata.42[32]

5)      Motivasi & ancaman
Motivasi adalah pemberian atau penginputan semangat kepada seseorang melalui media perkataan, penjelasan, orasi, dan berbagai media yang memicu seseorang untuk semangat dan bangkit dari keterpurukan.

Urgensi Metode Motivasi & Ancaman
Al-qur’an dan as-sunnah pun tak luput didalamnya terdapat berbagai motivasi dan ancaman yang bisa mempengaruhi psikis seseorang dari hal tersebut, dan diantaranya:
1)      metode motivasi dan ancaman merupakan salah satu metode yang digunakan dalam manhaj pendidikan Islami
2)      karena fitrah seseorang yang lebih cenderung terhadap hal yang baik dan menyenangkan untuk dirinya, serta dari fitrahnya pasti membenci terhadap sesuatu yang buruk dan kurang menyenangkan, salah satu firman Alloh ta’ala yang mengandung motivasi dan ancaman,
¨bÎ) tûüÉ)­FßJù=Ï9 #·$xÿtB ÇÌÊÈ   t,ͬ!#ytn $Y6»uZôãr&ur ÇÌËÈ   |=Ïã#uqx.ur $\/#tø?r& ÇÌÌÈ   $Uù(x.ur $]%$ydÏŠ ÇÌÍÈ   žw tbqãèyJó¡o $pkŽÏù #Yqøós9 Ÿwur $\/º¤Ï. ÇÌÎÈ   [ä!#ty_ `ÏiB y7Îi/¢ ¹ä!$sÜtã $\/$|¡Ïm ÇÌÏÈ  
“ Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, dan gadis-gadis remaja yang sebaya, dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). di dalamnya mereka tidak mendengar Perkataan yang sia-sia dan tidak (pula) Perkataan dusta. sebagai pembalasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak,” (an-naba’: 31-36)
$ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# öNà6­/u 4 žcÎ) s's!tø9y Ïptã$¡¡9$# íäóÓx« ÒOŠÏàtã ÇÊÈ   tPöqtƒ $ygtR÷rts? ã@ydõs? @à2 >pyèÅÊöãB !$£Jtã ôMyè|Êör& ßìŸÒs?ur @à2 ÏN#sŒ @@ôJym $ygn=÷Hxq ts?ur }¨$¨Z9$# 3t»s3ß $tBur Nèd 3t»s3Ý¡Î0 £`Å3»s9ur šU#xtã «!$# ÓƒÏx© ÇËÈ  
“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; Sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu Lihat manusia dalam Keadaan mabuk, Padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya.” (al-hajj: 1-2)
3)      manusia memiliki kemampuan untuk membedakan antara hal yang dapat membahayakannya dan hal yang dapat memberikannya manfa’at
4)      metode motivasi & ancaman merupakan metode pendidikan yang riil digunakan, karena dapat memberikan peringatan dari berbagai mukholafah/penyimpangan.[33]43

6)      Mau’idzoh/nasihat
Menurut bahasa adalah arahan dan bimbingan, sedangkan menurut istilah adalah bimbingan dan nasihat dengan sesuatu yang meluluhkan hati, segenap akibat, dan tepatnya mengingatkan mereka dengan pahala dan siksaan.[34]44
Alloh ta’ala berfirman mengenai nasihat ini, terkhusus dalam pendidikan
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ    
“serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (an-Nahl: 125)

Maksud Hikmah ialah: Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
Nasihat itu dilakukan dengan mengungkapkan ayat, hadits, dan segala macam permisalan yang ada dalam al-Qur’an, demikian pula dengan mengungkapkan pahala, siksa, dan akibat yang bisa meluluhkan pembelajar dan bisa menjadikannya selalu mengingat Alloh Ta’ala.
Barangsiapa yang menghayati al-Qur’an dan as-sunnah, niscya ia akan mendapatkannya penuh dengan berbagai nasihat, yang mengingatkan hati yang lalai. Diantaranya adalah kisah orang pada masa lampau seperti berbagai makhluk dan pemandangan langit dan bumi.
Nasihat itu mempunyai pengaruh dalam hati yang tenang, yang mengetaui kebenaran, dan tunduk patuh untuk mengamalkannya. Salah....ketika nasihat itu dilakukan dengan cara yang tidak dikenal pada zaman salafus sholeh.[35]45
7)      Hukuman
Hukuman dalam bahasa arab diartikan sebagai ‘iqob yang berarti hukuman atau sanksi. Dalam kosakata bahasa ingris sering disebut sebagai punishment yang berarti hukuman, kedisiplinan, ganjaran.
Dalam dunia pendidikan, pemberian sanksi atau hukuman sudah menjadi kesepakatan atas wajibnya, akan tetapi mereka berselisih dala masalah hukuman fisik bagi siswa. Orang-orang yang melarang berargumen bahwa metode ini tidak memberikan manfaat, bahkan justru mengakibatkan munculnya penyakit psikologi pada siswa dan menjadikan siswa takut kepada guru lantaran suatu sebab yang paling kecil sekalipun.
Demikian juga, metode ini mengundang siswa untuk berdusta demi menghindari hukuman guru. Mereka menambahkan ,”karena itu kita berpendapat bahwa guru tidak boleh menghukum dengan hukuman fisik secara mutlak.” Sementara kelompok lain yang mendukung berargumen bahwa menafikan hukuman fisik secara mutlak memiliki banyak dampak negatif. Diantaranya siswa tidak akan menghargai guru, dan selanjutnya tidak akan memberikan perhatian kepada ilmu, yakni materi pelajaran, serta membuang hukuman fisik akan melahirkan generasi yang tidak peduli terhadap norma, hukum dan ilmu.[36]46

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid dan Dian Andayani.2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Ahmad Farid, 2011, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah, SurabayaPustaka eLBA,
Ahmad Syâkir, 1425 H/2005 M,‘Umdatu at-Tafsîr ‘An al-Hafidz Ibn Katsîr, Kairo: Dâr al-Wafa,
Ali Abdul Hamid Mahmud. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta : Gema Insani Press.
Fawwaz bin Hulayyil As-Suhaimi. 2008. Begini Seharusnya Berdakwah. Jakarta: Darul Haq,
Fu’ad Bin Abdul Azaz Asy-Syalhub. 2011. Begini Seharusnya Menjadi Guru. Jakarta: Darul Haq,
Hamdani Hamid dan Beni Ahmad Saebeni. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung : CV.Pustaka Setia.
Iwan Prayitno. 2003.  Kepibadian Da’i: Bahan Panduan bagi Da’I dan Murobbi. Bekasi: Pustaka tarbiyatuna
Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, 1420 H/2000 M, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, (e-Book)
Ummu ihsan choiriyah & abu ihsan al-atsary, Mencetak Generasi Rabbani! Mendidik Buah Hati Menggapai Ridha Ilahi, Darul Ilmi,
Yusuf Muhammad al-hasan. Pendidikan Anak Dalam Islam, (e-Book)




[1]    Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî. 1420 H/2000 M, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, hal. 17.
[2]    Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M, hal. 18.
[3]    Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M, hal. 18.
[4]    Ahmad Syâkir, ‘Umdatu at-Tafsîr ‘An al-Hafidz Ibn Katsîr, Kairo, Dâr al-Wafa, 1425 H/2005 M, Hal. 291.
[5]    Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M, Hal. 18.
[6]    Hamdani Hamid dan Beni Ahmad Saebeni. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung : CV.Pustaka Setia. Hal. 43-44
[7]    Abdul Majid dan Dian Andayani.2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung : Remaja Rosda Karya. Hal 10
[8]    Hamdani Hamid dan Beni Ahmad Saebeni. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung : CV.Pustaka Setia. Hal.48

9    Yusuf Muhammad al-hasan. Pendidikan Anak Dalam Islam, bab 2, e-Book
10 Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M, Hal. 45
11  Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M, Hal. 47
12  Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M, Hal. 49
13  Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Surabaya:  Pustaka eLBA, 2011, Hal.103
14  Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M, Hal. 52
15  Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah,Surabaya: Pustaka eLBA, 2011, Hal.116
16  Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah,Surabaya: Pustaka eLBA, 2011, Hal.120
17 Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah,Surabaya: Pustaka eLBA, 2011, Hal.125
1Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah,Surabaya: Pustaka eLBA, 2011, Hal.138


19  Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah,Surabaya: Pustaka eLBA, 2011, Hal.170
20  Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah,Surabaya: Pustaka eLBA, 2011, Hal.202
21  Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Surabaya: Pustaka eLBA, 2011, Hal.237
22  Ahmad Farid.2011,  Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Surabaya: Pustaka eLBA, Hal.263

23  Ahmad Farid. 2011, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Surabaya: Pustaka eLBA, Hal.316
24  Iwan Prayitno. 2003.  Kepibadian Da’i: Bahan Panduan bagi Da’I dan Murobbi. Bekasi: Pustaka tarbiyatuna. Hal, 385
25  Ali Abdul Hamid Mahmud. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta : Gema Insani Press. hal, 159
26  Ahmad Farid. 2011. Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Surabaya:  Pustaka eLBA, Hal.357
27 Fadhl Ilahi, Muhammad Sholallohu ‘Alaihi Wasalam Sang Guru Hebat. Surabaya: eLBA, hal. 19
28  Iwan Prayitno. 2003.  Kepibadian Da’i: Bahan Panduan bagi Da’I dan Murobbi. Bekasi: Pustaka tarbiyatuna. Hal, 386
29  Ahmad Farid. 2011, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Surabaya:  Pustaka eLBA, Hal.510

30 ummu ihsan choiriyah & abu ihsan al-atsary, Mencetak Generasi Rabbani! Mendidik Buah Hati Menggapai Ridha Ilahi, Darul Ilmi, hal.229
31  Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M, Hal.342
32  Ummu Ihsan Choiriyah & Abu Ihsan Al-Atsary, Mencetak Generasi Rabbani! Mendidik Buah Hati Menggapai Ridha Ilahi, Darul Ilmi, hal.236
33 Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M, Hal.375
34 Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah, pustaka eLBA, Hal.426
35 Ahmad Farid.2011. Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Surabaya: pustaka eLBA, Hal.458
36  Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî. 1420 H/2000 M, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, Hal. 388
37 Fu’ad Bin Abdul Azaz Asy-Syalhub. 2011. Begini Seharusnya Menjadi Guru. Jakarta: Darul Haq, Hal 122
38  Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî. 1420 H/2000 M, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, Hal.390
39 Ahmad Farid. 2011, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Surabaya:  Pustaka eLBA, Hal.490
40 Ahmad Farid. 2011, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Surabaya: Pustaka eLBA, Hal.487
41 Ahmad Farid. 2011, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Surabaya: Pustaka eLBA, Hal.436
42 Ahmad Farid. 2011, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Surabaya: Pustaka eLBA, Hal.445
43 Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî. 1420 H/2000 M, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah, Madinah Munawwaroh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, Hal. 392
44 Fawwaz bin Hulayyil As-Suhaimi. 2008. Begini Seharusnya Berdakwah. Jakarta: Darul Haq, hal: 150
45 Fawwaz bin Hulayyil As-Suhaimi. 2008. Begini Seharusnya Berdakwah. Jakarta: Darul Haq, hal 151
46 Fu’ad bin Abdul Aziz Asy Syalhub. 2013. Begini seharusnya menjadi Guru (terj). Jakarta: Darul Haq. Hlm, 76, 79

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.