SESUNGGUHNYA AMAL TERGANTUNG NIAT


Oleh: Abu Mujahidah al-Ghifar

MUQODIMAH
Niat ikhlas adalah jantung amaliyah seorang hamba. Tanpa niat ikhlas amalan agung menjadi sia-sia, dan dengan niat ikhlas amalan kecil meraih pahala yang besar. Bahkan kesalahan dalam niat bisa menjadi sebab berkurangnya tauhid seseorang ataupun menguranginya. Amalan ibadah juga hanya bisa dibedakan berdasarkan niat pelaku ibadah tersebut. Oleh karena itu sah atau tidaknya amal ibdah seseorang tergantung pada niatnya. Dan untuk mendalami masalah niat berikut penjelasannya.

TEKS HADITS
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : (( إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ)). رواه البخاري مسلم

Dari Amirul Mu’minin, Abu Hafs Umar bin al-Khottob rodiallohuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rosululloh alaihisolatu wassalam bersabda, “Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya  karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.” (H.R. Bukhori No.01 dan Muslim No.1907)

BIOGRAFI PERAWI HADITS
Beliau adalah Umar bin al-Khotob bin Nufail bin Abdul uzza, kunyah beliau adalah Abu Hafs dan Laqob (julukan) beliau adalah al-Faruq, Ibnu sa’ad meriwayatkan dengan sanad mursal bahwa Rosululloh sholallohu alaihi wassalam bersabda:”Sesungguhnya Alloh menjadikan kebenaran pada lisan Umar dan hatinya dan dia adalah Alfaruq (yang membedakan).” (At-Thobaqot 3/270).
Beliau masuk islam ketika berumur dua puluh tujuh, beliau mengikuti perang badr, perang uhud dan seluruh peperangan bersama Nabi sholallohu alaihi wassalam dan dia adalah kholifah kedua setelah Abu bakr assidiq dan dia juga kholifah pertama yang dipanggil dengan “Amirul mu’minien”.
Umar bin Al-Khotob rodhiallohu anhu dibunuh sebagai seorang syahid ketika sholat shubuh oleh Abu lu’lu almajusi pada tahun 23 Hijriyah, Beliau menjabat kholifah kedua selama 10 tahun enam bulan sepuluh hari.
Beliau mempunyai banyak keutamaan-keutamaan dan diantaranya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ قَالَ: ((بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ رَأَيْتُنِي فيِ اْلجَنَّةِ فَإِذَا امْرَأَةٌ تَتَوَضَّأُ إِلَى جَانِبِ قَصْرٍ فَقُلْتُ: لِمَنْ هَذَا اْلقَصْرُ؟ قَالُوْا: لِعُمَرَ، فَذَكَرْتُ غَيْرَتَهُ، فَوَلَّيْتُ مُدْبِرًا)). فَبَكَى عُمَرُ وَقَالَ: أَعَلَيْكَ أَغَارُ يَا رَسُوْلُ اللهِ.
Dari Abu Hurairoh radhiallohu anhu berkata: Pada saat kami berada di sisi rosululloh alaihislatu wassalam beliau bersabda:” Ketika Aku sedang tidur aku bermimpi berada di dalam surga, tiba-tiba ada seorang perempuan sedang berwudhu di sebelah sebuah istana, maka saya berkata “Milik siapakah istana ini?”Mereka menjawab “Milik Umar” Lalu aku tuturkan kecemburuannya lalu aku berpaling.” Maka Umar-pun menangis dan berkata:” Apakah aku cemburu pada anda wahai Rosululloh?.” (H.R. Bukhori no:3680 dan Muslim no:2395)
عَنْ سَعْدِ ابْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ:  قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا لَقِيْكَ الشَّيْطَانُ سَالِكًا فَجًّا قَطُّ إِلاَّ سَلَكَ فَجًّا غَيْرَ فَجِّكَ)).
Dari Sa’d bin Abi waqos rodhiallohu anhu berkata, Rosululloh sholallohu alaihi wassalam bersabda, “Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada setan yang berpapasan denganmu (Umar) di suatu jalan melainkan setan tersebut pasti akan menyimpang untuk menghindari jalanmu.” (HR. Bukhori no:3683 Muslim no:2396)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((لَقَدْ كَانَ فِيْمَا كَانَ قَبْلَكُمْ مِنَ اْلأُمَمِ نَاسٌ مُحَدَّثُوْنَ فَإِنْ يَكُ فِي أُمَّتِي أَحَدٌ فَإِنَّهُ عُمَرُ)).
Dari Abu hurairoh radhiallohu anhu berkata: Rosululloh sholallohu alaihi wassalam bersabda:” Di kalangan umat-umat terdahulu ada orang-orang mendapatkan ilham, jika didalam ummatku ada salah seorang yang mendapatkan ilham maka sesungguhnya dia adalah Umar.” (H.R. Bukhori 3689( Ibnu wahb menafisirkan “Muhaddatsun” adalah orang-otang yang mendapatkan ilham (H.R. Muslim)

ASBABUL WURUD HADITS
Dikatakan bahwa sebab hadits ini yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama : “Ummu Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais). (Di riwayatkan oleh At-thobroni dari jalur Al-a’mas) Ibnu hajar rohimahulloh berkata dalam fathul baari:”Sanad hadits ini shohih berdasarkan syarat dua syaikh (Bukhori dan Muslim) akan tetapi bukan berarti hadits “al-‘amal” di sebabkan kejadian itu, dan saya tidak melihat ada jalur periwayatan yang jelas tentang hal itu (asbabul wurud bahwa hadits ini di sebabkan muhajir ummu qois. pent)”

PENJELASAN MATAN HADITS
DAN HUKUM-HUKUM YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA

KEDUDUKAN HADITS
Hadits tentang niat ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran islam, Imam An-nawawi rohimahulloh berkata, “Kaum muslimin telah berijma’ akan keagungan kedudukan hadits ini dan banyaknya faidah-faidah serta keabsahannya.” Dan Imam Abdurrahman bin mahdi berkata, “Dianjurkan bagi yang menulis suatu kitab untuk hendak memulai dalam kitabnya dengan hadits ini sebagai peringatan bagi penuntut (ilmu) agar memperbaiki niatnya.” Imam Ahmad rohimahulloh dan Imam syafi’i rohimahulloh berkata, “Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiganya. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata, “Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh.” Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata : Hadits ini merupakan sepertiga Islam.
Niat secara bahasa adalah maksud, Imam albaidowi rohimahulloh berkata: Niat adalah Keinginan hati terhadap apa yang dirasa cocok untuk mendapatkan manfaat dan menangkal mudhorot. Adapaun secara syara’ bahwa niat adalah keinginan kuat untuk melakukan ibadah sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Alloh ta’ala.
Di dalam syari’at niat itu mempunyai dua pembahasan:
1.             Niat ikhlas dalam beramal hanya untuk Alloh ta’ala semata, dan tentang hal ini biasanya di bahas oleh ulama-ulama tauhid dan akhlak serta ulama-ulama tazkiyah (penysucian diri)
2.             Niat membedakan ibadah-ibadah antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya, dan biasanya hal ini di bahas oleh ulama-ulama ahli fiqih.
Imam ibnu daqiq rohimahulloh berkata: “Kalimat { إِنَّمَا }berfungi sebagai (الحصر ) yaitu: pembatasan dan maksudnya ialah menetapkan hukum yang telah di sebutkan dan meniadakan hukum selainnya (yang tidak disebut).” Imam An-nawawi rohimahulloh berkata:” Jumhur ulama dari ahli bahasa dan ushul serta selain mereka berkata: lafadz { إِنَّمَا }berpungsi sebagai pembatasan yaitu menetapkan yang disebutkan dan meniadakan yang tidak disebutkan.” jadi maksud {إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ}yaitu: sah atau tidaknya amal perbuatan suatu ibadah itu tergantung pada niatnya, Imam An-nawawi rohimahulloh berkata:” Sesungguhnya amal perbuatan itu diberi pahala berdasarkan niat dan tidak akan diberi pahala jika (amal perbuatan tersebut tanpa niat.” Imam ibnu daqiq al-ied rohimahulloh mengatakan: Yang di maksud dengan amal di sini adalah semua amal yang dibenarkan syariat, sehingga setiap amal yang dibenarkan syariat tanpa niat maka tidak berarti apa-apa menurut agama islam.
Selanjutnya {وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى}” Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Mengandung konsekwensi bahwa barangsiapa yang berniat akan sesuatu tertentu niscaya ia akan mendapatkan apa-apa yang ia niatkan dan setiap apa-apa yang ia tidak niatkan berarti ia tidak mendapatkannya. Karenaya hadits ini merupakan tolok ukur amal perbuatan hati atau batin sedangkan tolok ukur amal perbuatan dzohir adalah hadits berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا  أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ((مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ)).
Dari Aisyah rodhiallohu anha bahwa Rosululloh  bersabda: ((Barangsiapa berbuat dengan suatu amalan yang bukan termasuk ke dalam perkara agama kami maka ia tertolak)) (H.R.Bukhori dan Muslim) dan hadits mulia ini sebagai tolok ukur amalan ibadah yang dzohir, oleh karenanya para ulama berkata:” Dua hadits ini telah mencakup seluruh perihal agama.”
Kemudian Rosululloh memberikan contoh realisasi hadits ini pada hijroh seseorang:
(( فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ ))
“Siapa yang hijrahnya  karena (ingin mendapatkan keridhaan) Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.”
Syaikh ibnu Utaimin mendefinisikan hijroh yaitu: Berpindahnya seseorang dari negeri kafir menuju negeri islam, sedangkan Ibnu hajar al-asqolani mengartikannya dengan:”Meninggalkan apa-apa yang di larang oleh alloh ta’ala”. Kedua definisi ini tidaklah kontradiksi jika kita lihat macam-macam hijroh itu sendiri.
Pembagian macam-macam hijroh:
1.             Hijroh tempat: Yaitu dengan berpindah dari tempat yang banyak terdapat maksiat dan kefasiqan menuju tempat yang tidak ada hal tersebut, dan hijroh tempat yang paling agung adalah hijroh dari negri kafir menuju negri islam.
2.             Hijroh tingkah laku: Yaitu dengan meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Alloh ta’ala. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rosululloh alaihisolatu wassalah:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ( اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ اْلمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نهَىَ اللهُ عَنْهُ )
Dari Abdulloh bin amer rahdiallohu ‘anhu, dari Nabi alaihisolatu wassalam bersabda, “Seorang muslim adalah orang yang mampu menyelamatkan orang-orang muslim (yang lain) dengan lisannya dan tangannya sedangkan orang yang hijroh itu adalah orang yang bisa hijroh (pergi) dari apa-apa yang telah dilarang oleh Alloh.” (H.R. Bukhori no:6484 dan Muslim no:162 dan Ahmad no:6515)
3.             Hiroh dari seseorang: Yaitu meninggalkan bergaul dengan seseorang, misalnya orang yang selalu berbuat kemaksiatan secara terang-terangan ataupun ahli bid’ah yang menaburkan syubhat-syubhat, menghajr ini di bolehkan jika ada faidah dan manfaat namun jika sebaliknya ataupun malah menambah permasalahan maka tidak perlu di lakukan, maka cara menghajrnya dengan tetap mengamalkan kebenaran di hadapannya. Adapun orang kafir maka mereka harus di hajr baik ada faidah ataupun tidak ada faidah kecuali mendakwahinya.
Kejadian hijroh dalam islam bisa digolongkan sebagai berikut:
1.             Hijroh ke habasyah (ethiopia) saat orang-orang kafir menyakiti para shohabat.
2.             Hijroh dari mekah ke madinah
3.             Hijroh para qobilah (seperti suku) kepada Rosululloh alaihisolatu wasalam untuk belajar tentang islam dan kembali menuju kaumnya mengajarkan ilmu-ilmu tersebut.
4.             Hijroh dari hal-hal yang telah diharomkan oleh Alloh ta’ala.

Pelajaran yang terdapat dalam Hadits:
1.             Niat merupakan syarat diterima atau tidaknya amal ibadah dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Alloh ta’ala).
2.             Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati dan bukan di lafadzkan karena hal itu merupakan perbuatan bid’ah.
3.             Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Alloh ta’ala dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah.
4.             Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
5.             Semua pebuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhoan Alloh maka dia akan bernilai ibadah.
6.             Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
7.             Hadits diatas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
8.             Wajib memperhatikan kebeningan hati dari dosa-dosa dan maksiat serta menghindari riya ataupun mengharapkan pujian orang terhadapnya dan juga beramal karena mengharapkan kesengangan dunia belaka.

Mutiara ulama tentang niat ikhlas:
1.             Ya’qub rohimahulloh berkata: “ Orang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikan-kebaikan dirinya sebagaimana ia menyembunyikan keburukan-keburukannya.”
2.             As-sussy rohimahulloh berkata :” Ikhlas adalah tidak merasa telah berbuat ikhlas, barangsiapa masih menyaksikan keikhlasan dalam ikhlasnya maka keikhlasannya masih membutuhkan keikhlasan lagi.
3.             Ayyub rohimahulloh berkata :” Bagi para aktivis, mengikhlaskan niat jauh lebih sulit daripada melakukan aktivitas.”
4.             Sebagian ulama berkata :” Ikhlas sesaat berarti keselamatan abadi tetapi ikhlas itu sulit sekali.”
5.             Suhail rohimahulloh pernah ditanya tentang sesuatau yang paling berat bagi diri, ia menjawab :” Ikhlas.. sebab dengan ikhlas diri tidak mendapatkan bagian dari apa yang di kerjakan sama sekali.”
6.             Fudhail rohimahulloh berkata:” Meninggalkan suatu amal karena orang lain adalah riya’ sedangkan beramal karena orang lain adalah syirik, adapun ikhlas adalah ketika Alloh ta’ala menyelamatkanmu dari keduanya.
7.             Umar bin khotob rodhiallohu anhu berkata:” Amal yang paling utama adalah melaksanakan kewajiban dari Alloh  ta’ala, bersikap waro’ tehadap yang diharomkan-Nya dan meluruskan niat untuk mendapatkan pahala di sisi Alloh tala’a.”
8.             Sebagian salaf berkata.” Betapa banyak amalan kecil menjadi besar karena niat dan betapa banyak pula amalan besar menjadi kecil karena niat pula.”
9.             Yahya bin abu katsir rohimahulloh berkata:” Pelajarilah niat..! sesungguhnya niat itu lebih depat menyampaikan kepada tujuan daripada amal.”

Bogor 02 November 2009

Abu Mujahidah al-Ghifari, Lc

v  REFERENSI

Shohih Albukhori dan fathul baari. Shohih Muslim dan syarh shohih muslim. Syarh riyadhus sholihin, karya: Syaikh Muhamad bin sholih al-utsaimin. Ihkamul ahkam syarh umdatul ahkam karya: Imam Ibnu daqiq al-ied. Taisirul ‘alam syarh umdatul ahkam karya: Syaikh Abdurrahman albassam. Syarh Al-arbaien an-nawawiyah karya: Imam Ibnu daqiq al-ied. khilafatu Umar bin alkhotob, karya: Dr.Muhammad bin shomil assulami. Tazkiyatus nufus wa thoriqotuha ‘inda ulama assalaf.




2 komentar:

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.