PANDANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP MANUSIA


PANDANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP MANUSIA

A.   Gambaran Tentang Manusia
Dalam al-Qur’an banyak ditemukan gambaran yang membicarakan tentang manusia dan makna filososfis dari penciptaannya. Manusia merupakan makhluk-Nya paling sempurna dan sebaik-baiknya ciptaan yang dilengkapi dengan akal fikiran.

Setidaknya ada tiga kata yang digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan makna manusia. Meskipun ketiga kata tersebut menunjuk pada makna manusia, namun secara khusus memiliki penekanan pengertian yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada uraian berikut:

Pertama, al-Basyar; secara bahasa berarti kulit kepala, wajah atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Penamaan ini menunjukkan makna bahwa secara biologis yang mendominasi manusia adalah kulitnya. Pada aspek ini terlihat perbedaan umum biologis antara manusia dengan hewan yang didominasi bulu atau rambut.

Al-Basyar juga diartikan mulamasah, yaitu persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan. Penjunjukkan kata al-Basyar ditujukan kepada manusia tanpa terkecuali. Demikian pula para Nabi dan Rasul-Nya, hanya saja kepada mereka diberikan wahyu. Allah SWT berfirman;

“Katakanlah: “Sesungguhnya aku (Muhammad) hanyalah al-Basyar (seorang manusia biasa) seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku…” (QS. al-Kahfi: 110)

Secara bahasa dapat dipahami bahwa makna al-Basyar  menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki segala sifat kemanusiaan dan keterbatasan, seperti makan, minum, berhubungan badan, keamanan, kebahagiaan dan lain sebagainya.

Kedua, al-Insan; secara bahasa dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak atau pelupa. Kata al-Insan digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan totalitas manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani. Harmonisasi kedua aspek tersebut mengantarkan manusia sebagai makhluk Allah yang unik dan istimewa, sempurna dan memiliki diferensiasi individual antara satu dengan yang lain dan sebagai makhluk dinamis, sehingga mampu menyandang predikat khalifah Allah di muka bumi.

Perpaduan antara aspek fisik dan psikis telah membantu manusia untuk mengekspresikan dimensi al-Insan al-Bayan, yaitu sebagai makhluk berbudaya yang mampu berbicara, mengetahui baik dan buruk, mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban dan lain sebagainya.

Kata al-Insan digunakan al-Qur’an untuk menjelaskan sifat  umum, serta sisi-sisi kelebihan dan kelemahan manusia. Hal ini terlihat dari firman-firman Allah dalma al-Qur’an. Seperti;


  1. Tidak semua yang diinginkan manusia  berhasil dengan usahanya jika Allah tidak mengizinkannya. (lihat. QS. an-Najm: 24-25)
  2. Gembira bila mendapat nikmat, serta sedih jika mendapat cobaan. (lihat. QS. asy-Syura: 48)
  3. Manusia bertindak bodoh dan zalim, baik terhadap dirinya ataupun terhadap orang lain. (lihat. QS.al-Ahzab: 72)
  4. Manusia sering kali ragu memutuskan suatu persoalan. (lihat. QS. Maryam: 66-67)
  5. Manusia seringkali lupa diri dan kikir. (lihat. QS. al-Isra: 100; al-Ma’arij: 19; at-Takatsur: 2)
  6. Manusia makhluk yang lemah, tergesa-gesa dan gelisah. (lihat. QS. al-an-Nisa: 28; Huud: 9; al-Anbiya: 11; al-Isra: 37)
Dari pemaknaan manusia, kata al-Insan terlihat sesungguhnya manusia merupakan makhluk Allah yang memiliki sifat-sifat menusiawi yang bernilai positif dan negatif. Agar manusia bisa selamat  dan mampu memfungsikan tugas dan kedudukannya di muka bumi dengan baik, maka manusia harus senantiasa mengarahkan seluruh aktivitasnya, baik fisik maupun psikis dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Ketiga, an-Nas; Dalam menunjuk makna manusia, kata an-Nas lebih bersifat umum dibanding dengan al-Insan. Keumuman tersebut dapat dilihat dari penekanan makna yang dikandungnnya, kata an-Nas menunjuk manusia sebagai makhluk sosial dan kebanyakan digambarkan  sebagai kelompok manusia tertentu yang sering melakukan mafiadah  dan merupakan pengisi neraka, selain iblis.


Kata an-Nas dinyatakan Allah dalam al-Qur’an untuk menunjuk bahwa sebagian besar manusia tidak memiliki ketetapan iman yang kuat. Kadangkala ia beriman, sementara pada waktu yang lain ia munafik. Hal ini dinyatakan Allah dalam QS. al-Baqarah: 8, 13, 44 dan 83. Adapun secara umum, penggunaan kata an-Nas memiliki arti peringatan Allah kepada manusia akan semua tindakannya, seperti jangan bersifat kikir dan ingkar nikmat (lihat. QS an-Nisa: 37-38), jangan menyembah dan meminta tolong kepada selain-Nya (lihat. QS. al-Ma’idah: 44), larangan berbuat zalim (lihat. QS. al-A’raf: 85) dan lain sebagainya.

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.