Bahayanya Meninggalkan Amar Ma’rūf dan Nahi Munkar


Demikian berbahayanya meninggalkan amar ma’rūf dan nahi munkar bagi pribadi yang meninggalkan dan juga untuk umat seluruhnya, sehingga pelaksanaannya menjadi salah satu syarat keselamatan. Seorang yang tidak beramar ma’rūf dan nahi munkar berada dalam bahaya yang besar.

Bila umat ini seluruhnya meninggalkan amar ma’rūf dan nahi munkar sehingga kekuatan kebenaran melemah di hadapan kekuatan kebatilan, niscaya kebatilan akan mewarnai seluruh sisi kehidupan umat ini dan menyeretnya ke lembah-lembah kesengsaraan dunia dan akhirat.

Di samping keutamaan amar ma’rūf dan nahi munkar yang sangat besar, realita umat di negeri ini pun sudah cukup menjadi penyeru untuk beramar ma’rūf dan nahi munkar. Siapa saja yang masih mempunyai rasa tanggung jawab sedikit apapun juga atau merasa takut kalau-kalau harus mempertanggungjawabkan sikap pasifnya terhadap kemunkaran di  akhirat nanti pasti akan tergerak untuk melakukan amar ma’rūf dan nahi munkar.
Mari kita ambil pelajaran dari kisah al-Qur’an berikut:

“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang penduduk negeri yang terletak di dekat laut, ketika mereka melanggar larangan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik. Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: ‘Mengapa kalian menasehati kaum yang Alloh akan membinasakan mereka atau mengadzab mereka dengan adzab yang amat keras?’. Mereka menjawab: ‘Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Robb kalian dan agar mereka bertakwa.’. Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan buruk dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zhalim siksaan yang keras disebabkan mereka berbuat fasik. Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang mereka telah dilarang untuk mengerjakannya, Kami katakan kepada mereka: ‘Jadilah kalian kera-kera yang hina.” (QS. al-A’raf  [7]: 163-166)

Cerita singkatnya; bahwa sekelompok nelayan Bani Israil yang menempati sebuah perkampungan pesisir mendapat ujian dari Alloh   dengan munculnya banyak sekali ikan setiap hari Sabtu di dekat pantai mereka dan selain hari Sabtu ikan-ikan itu tidak muncul. Sedangkan mereka dilarang bekerja di hari Sabtu. Sepertiga dari mereka tidak kuat menahan ujian ini, maka merekapun mendapatkan suatu cara tipu muslihat untuk mendapatkan ikan yang bermunculan di hari Sabtu tanpa bekerja di hari Sabtu. Yaitu dengan memasang jala mereka di hari Sabtu dan mengambil ikannya di hari Ahad. Pada hakikatnya mereka menangkap ikan-ikan itu pada hari Sabtu, tetapi mengambilnya di hari Ahad. 

BACA JUGA : KEUTAMAAN Amar Ma’rūf dan Nahi Munkar

Kemudian sepertiga kedua dari penghuni perkampungan itu memperingatkan mereka dan mencegah mereka untuk tidak berbuat yang demikian. Sedangkan yang sepertiga lainnya hanya mengatakan kepada mereka yang beramar ma’rūf dan nahi munkar, “Untuk apa kalian mengingatkan kaum yang Alloh   memang pasti membinasakan mereka dan menyiksa mereka dengan siksa yang pedih?”.
Maka para da’i itu menjawab: “Kami sekedar menjalankan kewajiban dan mudah-mudahan saja mereka mau sadar.”

Maka hasilnya adalah: kutukan Alloh   bagi kaum durhaka dan mejadikan mereka kera-kera yang hina sedangkan mereka yang mencegah kemunkaran  diselamatkan. Adapun kelompok ketiga yang tidak menjala di hari Sabtu dan juga tidak beramar ma’rūf dan nahi munkar , nasib mereka tidak disebutkan pada ayat-ayat tadi.

Para ulama mempunyai dua pendapat tentang nasib kelompok ketiga itu, ada yang berpendapat mereka dibinasakan karena masuk dalam arti kata-kata “zhalamū” . Dan ada pula yang mengatakan bahwa mereka tidak disebutkan adalah untuk merendahkan posisi mereka yang tidak mau beramar ma’rūf dan nahi munkar.

Syaikh Muhammad Nasib ar-Rifa’i   mengomentari Tafsir Ibnu Katsir  , bahwa ia meyakini orang-orang itu pun dibinasakan.

Oleh karena itu, keberadaan orang-orang yang menjalankan amar ma’rūf dan nahi munkar merupakan kunci keamanan bagi umat ini dan sebagai sebab diselamatkannya umat  dari kehancuran total. Jika mereka tidak ada, maka umat ini seluruhnya akan ditimpa adzab, baik orang-orang yang shaleh maupun orang-orang yang fasik.

Diriwayatkan dari Zainab binti Jahsy    -istri Rosululloh  - bahwa pada suatu hari Nabi    masuk menemuinya dalam keadaan terkejut seraya berkata:

(( لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَيْلٌ لِلْعَرَبِ مِنْ شَرٍّ قَدِ اقْتَرَبَ فُتِحَ الْيَوْمَ مِنْ رَدْمِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مِثْلُ هَذِهِ، وَحَلَّقَ بِإِصْبَعِهِ الإِبْهَامِ وَالَّتِى تَلِيهَا. قَالَتْ زَيْنَبُ ابْنَةُ جَحْشٍ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ قَالَ: نَعَمْ، إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ ))

“Lāilāha illalloh! Celakalah bangsa Arab karena keburukan yang sudah dekat! Telah terbuka sekarang dari benteng Ya’juj wa Ma’juj sebesar ini –beliau membuat lingkaran dengan jari telunjuk dan ibu jarinya-.”. Lalu Zainab bertanya, “Wahai Rosululloh, apakah kita akan binasa sementara di tengah-tengah kita ada orang-orang yang shaleh?”. Beliau menjawab, “Ya, jika kemunkaran telah merajalela (menyebar).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.