Dimana saja Kita Harus Jujur ?


Medan dan sarana kejujuran banyak sekali, namun yang paling utama ada tiga, yaitu:

1. Jujur dalam niat, yaitu memurnikan niat ibadah hanya karena Alloh  , membulatkan tekad (azīmah), dan menguatkan kehendak (irādah).
Jujur dalam niat dan tujuan seseorang ketika melakukan ibadah, menuntut keikhlashan dari dalam jiwa yaitu dengan memurnikan ibadah yang dilakukannya hanya karena Alloh   semata. Oleh karena itu, janganlah seseorang melakukan ibadah bertujuan untuk mencari kedudukan, pujian atau pangkat dan derajat di sisi manusia. Karena ketika noda-noda niat ini mengotori amal yang hendak dikerjakannya, maka hilanglah keikhlasan jiwa dalam beribadah, padahal keikhlasan dalam beribadah merupakan syarat diterimanya amal perbuatan seseorang. 

Sebaliknya, ketika kejujuran dalam niat dan tujuan terealisasikan dengan baik dan keikhlashan jiwa telah terwujud, maka hal itu akan membuahkan tekad yang kuat dan kehendak yang lurus. Sehingga seseorang yang memiliki niat yang benar dan kejujuran dalam jiwa, ia tidak akan menunda-nunda untuk melaksanakan salah satu tugas ibadah yang telah Alloh    bebankan kepada manusia, yaitu untuk menebarkan kebenaran dan kebaikan kepada seluruh umat manusia dengan penuh keikhlashan dan hanya mencari ridha Alloh   semata serta kesudahan yang baik di negeri akhirat kelak, yaitu surga-Nya dan beragam kenikmatan di dalamnya. 

Di samping itu, seseorang yang telah memenuhi jiwanya dengan keikhlashan dalam beribadah, ia akan terus belajar untuk mencari kebenaran dan kejujuran dimanapun ia berada.

2. Jujur dalam ucapan, yaitu hanya mengucapkan kebenaran dan menjauhi perkataan dusta, sia-sia dan tiada guna yang diharamkan atau dapat mengantarkan dirinya untuk terjatuh dalam sebuah kesalahan.


Sifat jujur menuntut seseorang agar tidak mengatakan kebatilan dengan segala bentuknya, baik dengan dusta, mencela, melaknat, ucapan keji, ghībah (menyebar isu), namīmah (mengadu domba), atau yang semisalnya. 

Secara global, seorang Muslim merupakan sosok figur manusia yang paling jauh dari bahaya-bahaya lisan yang bermula dari perkataan yang tidak bermanfaat hingga terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan dalam syari’at. Inilah hakekat kondisi kehidupan seorang Muslim sejati bersama lisannya yang merupakan nikmat sekaligus ujian yang dapat membawa bencana bagi orang-orang yang tidak dapat memeliharanya dengan baik.

3. Jujur dalam amal perbuatan, yaitu dengan mengerjakan amal perbuatan yang sesuai dengan apa yang ada dalam jiwa dan ucapannya, dengan cara menerapkan petunjuk al-Qur’an dan mengikuti apa yang telah dicontohkan oleh Rosululloh   dalam sunnah-sunnahnya.

Kapan saja seorang Muslim mampu merealisasikan kejujuran dalam ketiga medannya tersebut dengan sempurna dan paripurna, maka ia tercatat sebagai golongan orang-orang yang jujur (shiddiqīn). 

Sehingga kehidupan dunia baginya ketika itu tidak lain hanya sebatas apa yang diraih oleh seorang musafir yang hanya singgah sementara untuk mempersiapkan diri menuju perjalanan yang lebih jauh dan lebih menantang, yang sudah tentu memerlukan bekal yang sangat banyak. Atau seperti orang yang memasukkan jarinya ke dalam lautan, lalu ia memperhatikan air yang menempel pada jarinya dan menetes kembali. Sehingga ia akan tetap berusaha dengan maksimal untuk mendulang keuntungan yang sebesar-besarnya, untuk ia nikmati di akhirat nanti.

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.