KEUTAMAAN MENGENAKAN HIJAB / JILBAB


Keutamaan Hijab

Di balik hijab yang dikenakan seorang Muslimah, ba-nyak tersimpan beragam kemuliaan dan tersembunyi ber-bagai keutamaan. Di antaranya adalah:

Hijab atau jilbab merupakan manifestasi ketaatan ke-pada Alloh   dan Rosululloh  .

Alloh   telah mewajibkan ketaatan mutlak kepada-Nya dan Rosul-Nya   dalam firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul-(Nya)....” (QS. an-Nisa’ [4]: 59)
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang Mukminah, apa-bila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendur-hakai Alloh dan Rosul-Nya, maka sungguh ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS. al-Ahzab [33]: 36)
Bahkan Rosululloh   telah memberikan peringatan ke-pada umatnya bahwa penyelisihan terhadap aturan-aturan yang telah beliau   sampaikan merupakan bencana besar bagi seseorang, karena tidak bisa memasuki surga Alloh  .
Rosululloh   bersabda:
(( كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الجَنَّةَ إلاَّ مَنْ أبَى، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أبَى ))
“Semua umatku akan masuk surga kecuali orang yang enggan dan menolak. Mereka bertanya: ‘Wahai Rosululloh, siapakah orang yang menolak tersebut? Beliau menjawab: ‘Barangsiapa yang taat kepadaku, ia akan masuk surga dan barangsiapa yang bermak-siat kepadaku, maka ia telah menolak.” (HR. al-Bukhari dan Ahmad)

Alloh   telah memerintahkan anak cucu Adam   yang telah dimuliakan-Nya dengan menurunkan bagi me-reka pakaian untuk menutup aurat-aurat mereka.
Alloh   berfirman:

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menu-runkan kepada kalian pakaian untuk menutup aurat kalian dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pa-kaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Alloh, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. al-A’raf [7]: 26)
Dan Alloh   juga telah memerintahkan kepada kaum muslimah untuk menundukkan pandangan mereka seka-ligus melarang mereka untuk memperlihatkan perhiasan yang mereka miliki baik berupa tubuh, pakaian maupun yang lainnya; kecuali yang biasa nampak dari mereka.
Alloh   berfirman:

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendak-lah mereka menahan pandangannya, dan kemaluan-nya, dan janganlah mereka menampakkan perhias-annya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya....” (QS. an-Nur [24]: 31)
Bahkan Alloh   memerintahkan mereka untuk tinggal di rumah-rumah mereka sehingga perhiasan yang mereka miliki hanya dinikmati oleh orang-orang yang boleh me-mandangnya dan tidak diumbar di muka umum sebagai-mana yang dilakukan oleh wanita-wanita jahiliyah dahulu dan wanita yang merasa bahwa dengan mengumbar aurat di jalanan mereka telah melangkah lebih maju dari pada aturan yang ada dalam Islam dengan dalih bahwa perbu-atan tersebut dikategorikan sebagai hal yang modern. 
Alloh   berfirman:

“Dan hendaklah kalian tetap tinggal di rumah ka-lian dan janganlah kalian bersolek seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu....” (QS. al-Ahzab [33]: 33)Hal ini merupakan bukti nyata atas perlindungan Islam terhadap kaum wanita yang menghendaki agar kesucian diri kaum Muslimah tetap aman terjaga dan tidak terkoyak, sehingga kesucian dirinya hanya dipersembahkan untuk para suami yang memilikinya melalui perjanjian yang kuat, yaitu melalui tali pernikahan.

Ketika Islam melihat realitas bahwa kehidupan sese-orang laki-laki maupun perempuan tidak akan terlepas dari kebutuhan mereka untuk berinteraksi dan berkomunikasi, memenuhi kebutuhan mereka di luar rumah; Islam mem-bolehkan interaksi dan komunikasi di balik hijab antara dua orang yang bukan mahrom, karena hal ini lebih men-jaga kesucian jiwa bagi kedua belah pihak. Dan juga meng-izinkan wanita keluar rumah sekedar untuk memenuhi kebutuhan dirinya.
Alloh   berfirman:

“...apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) ke-pada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah da-ri belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka....” (QS. al-Ahzab [33]: 53)Rosululloh   bersabda:
(( قَدْ أُذِنَ أَنْ تَخْرُجْنَ فِي حَاجَتِكُنَّ ))
“Telah diizinkan bagi para wanita untuk keluar me-menuhi kebutuhannya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Kondisi seorang wanita yang telah menjadi bagian dari kaum Muslimah, atau ia adalah seorang istri dari suami yang beriman, atau ia adalah seorang anak wanita dalam rumah tangga Islam; semuanya mendapatkan seruan untuk menge-nakan hijab atau jilbabnya. Hal itu dilakukan untuk mem-berikan perlindungan lebih bagi mereka dari gangguan yang mengancam. Sehingga kalaupun seorang Muslimah harus keluar rumah, maka mereka akan merasa aman dan terlindungi.

Inilah tujuan utama dan latar belakang dari pensyariatan hijab kepada setiap Muslimah.
Alloh   berfirman:

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke se-luruh tubuh mereka.’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu me-reka tidak diganggu....” (QS. al-Ahzab [33]: 59)Rosululloh   bersabda: 
(( إِنَّمَا النِّسَاءُ عَوْرَةٌ ))

“Sesungguhnya wanita adalah aurat.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, ath-Thabrani dan al-Baihaqi dengan sanad hasan)
Maksudnya; ia harus menutupi tubuhnya, tidak mem-biarkannya terbuka atau tersingkap, terlebih bila sengaja disingkap atau dijajakan!

BACA JUGA : KEDUDUKAN WANITA SEBELUM ADANYA ISLAM

Hijab adalah sarana untuk menggapai kesucian diri (‘iffah).

Alloh   menjadikan kewajiban mengenakan hijab se-bagai sarana bagi seorang Muslimah untuk mendapatkan kesucian diri (‘iffah).
Alloh   berfirman:

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke se-luruh tubuh mereka.’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu me-reka tidak diganggu....” (QS. al-Ahzab [33]: 59)
Hal tersebut terealisasi karena mereka menutupi tubuh mereka untuk menghindari dan menahan diri dari perbu-atan dosa, “karena itu mereka tidak diganggu”. Sehingga orang-orang fasiq tidak akan berani mengganggu mereka. 

Ungkapan“karena itu mereka tidak diganggu” adalah isyarat, bahwa mengetahui keindahan dan kemolekan tu-buh wanita adalah suatu bentuk gangguan, berupa fitnah dan sekaligus sebagai motivasi bagi orang yang ada penya-kit dalam hatinya untuk berbuat jahat terhadap mereka.

Hijab adalah media kesucian.

Alloh   berfirman:

“...apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) ke-pada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka....” (QS. al-Ahzab [33]: 53)Alloh   dengan sangat tegas menjadikan hijab sebagai sarana untuk menjaga kesucian hati orang-orang yang ber-iman, bukan hanya bagi wanita itu sendiri, namun bagi kaum laki-laki juga. Karena bila mata kaum lelaki tidak melihat “keindahan” kaum wanita, maka hati mereka tidak akan berhasrat ataupun tergoda, sehingga hatipun menjadi lebih suci.
Dalam ayat lain Alloh   bahkan melarang wanita un-tuk memoles kata-katanya saat berbicara dengan orang lain yang bukan mahram dengan penuh kelembutan dan kecentilan, karena hal ini dapat menimbulkan fitnah bagi sebagian orang yang hatinya sakit.
Alloh   berfirman: 

“...maka janganlah kalian merendahkan suara kalian saat berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perka-taan yang baik.” (QS. al-Ahzab [33]: 32)

Hijab adalah tirai pelindung.

Rosululloh   bersabda:
(( إنَّ اللهَ حَيِّيٌّ سِتِّيْرٌ، يُحِبُّ الحَيَاءَ وَالسَّتْرَ ))
“Sesungguhnya Alloh adalah Dzat Yang Maha Malu dan Maha Menutupi, serta menyukai rasa malu dan perlindungan (menutupi).” (HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i dan al-Baihaqi)
(( أيُّمَا اِمْرَأَةٍ نَزَعَتْ ثِيَابَهَا في غَيْرِ بَيْتِهَا، خَرَقَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْهَا سِتْرَه ُ))
“Siapa saja di antara wanita yang menanggalkan pakaiannya selain di rumahnya, maka Alloh telah mengoyak perlindungan-Nya terhadap dirinya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, ath-Thabrani dan al-Baihaqi dengan sanad shohih)
Hijab merupakan tanda ketaqwaan.
Kemuliaan taqwa tentu merupakan impian yang ingin diraih oleh setiap Muslimah. Bagaimana tidak; Alloh    telah menjadikan orang yang paling bertaqwa di antara manusia merupakan orang yang paling mulia di sisi-Nya. 
Alloh   berfirman:

“....Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Alloh adalah orang yang paling ber-taqwa. Sesungguhnya Alloh Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurat [49]: 13)Dan ketaqwaan seorang Muslimah harus dibuktikan dengan ketaatan dirinya kepada Robbnya. Di antaranya dapat ia raih dengan mengenakan hijab atau jilbab yang diperintahkan Alloh  .
Alloh   berfirman:

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menu-runkan kepada kalian pakaian untuk menutup aurat kalian dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pa-kaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Alloh, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. al-A’raf [7]: 26)

Hijab adalah standar nilai keimanan.

Alloh   tidak berfirman –termasuk dengan memerin-tahkan berhijab– kecuali kepada wanita-wanita yang ber-iman: 

“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman....” (QS. an-Nur [24]: 31)
“...dan isteri-isteri orang yang beriman....” (QS. al-Ahzab [33]: 59)Dan masih banyak sekali ayat-ayat lain yang semisal dengannya.

Diriwayatkan bahwa ketika kaum wanita dari Bani Tamim saat menemui Ummul Mu’minin, Aisyah   de-ngan mengenakan pakaian tipis, maka beliau berkata: 
“Jika kalian wanita-wanita yang beriman, maka (ke-tahuilah) bahwa ini bukanlah pakaian wanita-wanita beriman! Sebaliknya, jika kalian bukan wanita yang beriman, maka silahkan nikmati untuk mengenakan pakaian seperti ini!”

Hijab adalah bukti adanya rasa malu (hayā’).

Rosululloh   bersabda:
(( إنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا، وَإنَّ خُلُقَ الإسْلاَمِ الْحَيَاءُ ))
“Sesungguhnya setiap agama memiliki karakteris-tik akhlak yang khas, dan akhlak Islam adalah rasa malu.”  (HR. Ibnu Majah dan Malik, dengan sanad shohih)
(( الْحَيَاءُ مِنَ الإِيمَانِ، وَالإِيمَانُ فِي الْجَنَّةِ ))
“Malu adalah bagian dari iman, dan iman tempat-nya di surga.” (HR. Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Ahmad dan ath-Thabrani, dengan sanad shohih)
(( الْحَيَاءُ وَالإيمَانُ قُرِنَا جَمِيعًا، فَإنْ رُفِعَ أَحَدُهُمَا رُفِعَ الآخَرُ ))
“Malu dan iman adalah dua karakter yang saling bersinergi erat, bila salah satunya diangkat, maka yang lainpun akan terangkat pula.” (HR. al-Hakim dan al-Baihaqi, dengan sanad shohih)

Hijab merupakan ungkapan perasaan cemburu (ghīrah) yang benar.

Hijab adalah perintah yang selaras dengan perasaan cemburu, yang merupakan fithrah seorang laki-laki sem-purna yang tidak senang dengan pandangan-pandangan khianat yang tertuju kepada istri dan anak perempuannya.

Bahkan Rosululloh   telah menjelaskan dampak yang sangat berbahaya dan mengerikan dari ketiadaan rasa cem-buru ini. Karena seorang laki-laki yang tidak memiliki rasa cemburu, maka ia terancam dengan adzab neraka.

Rosululloh   bersabda:
(( ثَلاَثَةٌ لاَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ: الْعَاقُ لِوَالِدَيْهِ، وَالدَّيُّوْثُ، وَرِجَلَةُ النِّسَاءِ )) 
“Tiga orang yang tidak masuk surga; (1) orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya; (2) laki-laki yang tidak memiliki rasa cemburu (ketika ada kemungkaran dalam keluarganya); dan (3) wanita yang menyerupai laki-laki.”  (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak de-ngan sanad shohih) 

Oleh karena itu, pada masa jahiliyah dan juga dalam rengkuhan masa Islam, banyak peperangan yang terjadi akibat cemburu atas kehormatan seorang wanita dan untuk menjaga kehormatannya. Di antaranya adalah yang terjadi pada masa Khalifah al-Mu’tashim, dimana ada seorang wani-ta yang hijabnya dikoyak oleh seorang laki-laki di pasar, maka wanita itupun berteriak dan menyebut nama sang khalifah. Ketika kabar ini sampai kepada sang khalifah, ma-ka ia segera mempersiapkan pasukan yang sangat besar un-tuk menangkap dan memerangi orang yang berbuat hina tersebut.

‘Ali bin Abi Thalib   berkata: 
“Telah sampai berita kepadaku bahwa wanita-wanita kalian berdesak-desakan dengan laki-laki kafir ‘ajam (non Arab) di pasar-pasar, tidakkah kalian merasa cem-buru? Sesungguhnya tidak ada kebaikan pada seseorang yang tidak memiliki perasaan cemburu.”

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.