PENGERTIAN IFFAH (MENJAGA KESUCIAN DIRI)

MENJAGA KESUCIAN DIRI (‘IFFAH) 

Di antara wanita yang diabadikan namanya dalam al-Qur’an dan dipuji oleh Alloh   adalah Maryam, ibunda Nabi ‘Isa  . Bahkan ia menjadi nama da-ri salah satu surat al-Qur’an. Ia telah dijanjikan surga dan kedudukan yang sangat tinggi di sisi Alloh  . Ia termasuk salah satu wanita yang telah berhasil meraih derajat kamal (kesempurnaan) yang mutlak dalam berbagai keutamaan.
Rosululloh   bersabda:

(( كَمُلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيرٌ، وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ إِلاَّ مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ، وَآسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ ))
“Dari kalangan kaum laki-laki telah banyak yang mencapai kesempurnaan, sedangkan dari kaum wa-nita tidak ada yang mencapai kesempurnaan kecuali Maryam binti ‘Imran dan Asiyah, istri Fir’aun.” (HR. al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Kesempurnaan dalam hadits di atas diterangkan oleh sebagian ulama sebagai: 
( التَّنَاهِيْ فِي جَمِيْعِ اْلفَضَائِلِ وَخِصَالِ اْلِبرِّ وَالتَّقْوَى )
“Kesempurnaan dalam seluruh keutamaan dan sifat-sifat kebajikan serta ketaqwaan.”
Alloh   telah memilih Maryam di atas semua wanita dunia. Alloh   berfirman: 

“Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Alloh telah memilih, men-sucikan dan melebihkanmu atas sekalian wanita di dunia (yang semasa denganmu).” (QS. Ali ‘Imran [3]: 42 ) Ia meraih kemuliaan yang sangat tinggi di sisi Alloh   itu tidak lain karena keimanan dan ‘iffah (menjaga kesu-cian)nya. 

“Dan (ingatlah) Maryam binti ‘Imran yang meme-lihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan ia membenarkan kalimat Robbnya dan kitab-kitab-Nya, dan ia adalah termasuk orang-orang yang taat.” (QS. at-Tahrim [66]: 12) Demikian pula Fathimah  ,, putri Rosul  , ia adalah wanita yang sangat terhormat lagi menjaga kesuciannya. Rosululloh   telah bersabda tentang keutamaannya:

(( أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ تَكُونِى سَيِّدَةَ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ -أَوْ نِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ- ))
“Tidakkah engkau ridha bahwa engkau adalah peng-hulu para wanita surga –atau para wanita yang ber-iman–?” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
‘Iffah (kesucian) sangat terkait dengan rasa malu (haya’). Sifat malu seperti ini sangat terpuji, terlebih lagi bagi kaum wanita. Ia adalah perhiasan termahal bagi wanita dan pe-lindung kehormatannya. Tanpa rasa malu, maka seorang wanita akan menjadi rendah martabatnya dan tercela. 

Tentang rasa malu ini Rosululloh   bersabda: 
(( إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُولَى، إِذَا لَمْ تَسْتَحِى فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ ))
“Sesungguhnya termasuk dari perkataan kenabian pertama yang masih bisa diketahui oleh manusia adalah jika engkau tidak malu, maka perbuatlah apa yang engkau suka.” (HR. al-Bukhari)
Hadits ini menunjukkan bahwa, jika seseorang yang telah hilang rasa malunya, maka ia akan berbuat apa saja sesuka hatinya. 
Rosululloh   juga menyebutkan bahwa rasa malu ter-masuk salah satu cabang dari cabang-cabang iman, dimana beliau bersabda:

(( الإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيْمَانِ ))
“Iman itu memiliki tujuh puluh sekian cabang atau enam puluh sekian cabang. Cabang yang paling utama adalah perkataan Lā ilāha illāllah, cabang yang te-rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan rasa malu adalah satu cabang dari iman.” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa’i)

al-Qur’an telah mengisahkan kepada kita tentang sikap ‘iffah dua orang perempuan yang ditemui Nabi Musa   di negeri Madyan. Kedua orang perempuan itu terpaksa bekerja menggembalakan ternak-ternaknya dikarenakan ayah mereka berdua telah tua renta. 

Setelah ternak-ternak itu merumput, mereka berdua menggiring hewan-hewan ternaknya ke sebuah sumur untuk diberi minum. Akan tetapi, kedua perempuan itu tidak mau mendekati sumur kecuali setelah para penggembala laki-laki usai melaksanakan hajatnya, yaitu memberi minum hewan-hewan mereka. Setelah sumur itu sepi barulah keduanya mendatangi sumur tersebut untuk memberi minum hewan ternaknya. 

Sehingga pada suatu hari Musa   terdampar di dae-rah itu –ketika beliau lari dari kejaran Fir’aun di Mesir-. Musa   sebagai seorang Rosul yang memiliki kepekaan perasaan, merasa iba melihat kedua perempuan yang lemah itu. Beliau pun menolong keduanya tanpa meminta upah. Hal ini dituturkan oleh Alloh   dalam al-Qur’an-Nya agar kedua perempuan itu menjadi teladan bagi wanita-wanita yang ingin menjaga kesuciannya.
Alloh   berfirman:

“Dan tatkala Musa sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjum-pai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Ke-dua wanita itu menjawab: “Kami tidak meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”. Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian ia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Robbku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan (makanan) yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS. al-Qashash [28]: 23-24)Yang menarik adalah, karena keshalihan kedua perem-puan itu, maka Alloh   menikahkan Musa   dengan salah seorang dari keduanya. Cukuplah ini sebagai bukti bahwa perempuan itu adalah perempuan yang shalihah lagi suci. 
Alloh   berfirman:

“Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wani-ta-wanita yang baik (pula)....”  (QS. an-Nur [24]: 26)Kemudian, lihatlah rasa malu para sahabat wanita yang hidup pada zaman Rosululloh  . Dari ‘Abdullah bin ‘Umar   bahwa Rosululloh   pernah bersabda:
(( مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ )). فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: ( فَكَيْفَ يَصْنَعْنَ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ ). قَالَ: (( يُرْخِينَ شِبْرًا )). فَقَالَتْ: ( إِذًا تَنْكَشِفَ أَقْدَامُهُنَّ ). قَالَ: (( فَيُرْخِينَهُ ذِرَاعًا لاَ يَزِدْنَ عَلَيْهِ ))

“Barangsiapa menjulurkan pakaiannya (hingga menu-tupi mata kaki) karena rasa sombong, maka Alloh tidak akan melihat orang itu pada hari Kiamat.” Ke-mudian Ummu Salamah (isteri Nabi  ) berkata, “Lalu apa yang diperbuat oleh kaum wanita terkait dengan ujung bawah pakaiannya yang menjuntai?” Beliau bersabda, “Mereka boleh menjulurkan ujung pakai-annya sampai sejengkal (di bawah telapak kakinya).” Ummu Salamah berkata lagi, “Kalau begitu akan tersingkap telapak kaki mereka.” Beliau bersabda, “Mereka boleh menjulurkan ujung pakaiannya sam-pai sehasta (di bawah telapak kakinya).” (HR. at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ahmad)

Perhatikanlah, Rosululloh   mengizinkan kaum wani-ta untuk menjulurkan ujung bawah pakaiannya hingga se-jengkal di bawah telapak  kakinya. Akan  tetapi, Ummu Salamah   merasa masih belum cukup. Ia khawatir jika telapak kakinya akan tersingkap bila datang angin kencang, maka Rosululloh   pun mengizinkan untuk menjulurkan sampai sehasta di bawah telapak kakinya. Demikianlah, rasa malu para sahabat wanita yang sepantasnya menjadi teladan bagi setiap Muslimah.

Sesungguhnya Islam sangat memuliakan wanita. Bahkan tidak ada agama yang lebih memuliakan wanita selain dari Islam. Islam menganggap wanita adalah kehormatan yang harus dipelihara dan makhluk lemah yang wajib dilindungi. Betapa mulianya wanita yang hidup dalam naungan Islam. 

Akan tetapi, kini suatu musibah besar telah terjadi. Kita hidup pada zaman yang mayoritas kaum wanitanya telah hilang rasa malunya dan sangat tipis dalam menjaga ‘iffahnya. Mereka merasa bebas bercakap-cakap dengan lelaki, ber-canda, tertawa dan sebagainya. Mereka juga tidak risih me-ngenakan pakaian yang pendek atau ketat. 
Kenapa hal ini sampai terjadi? 

Paling tidak ada empat faktor yang menyebabkan hal demikian, yaitu:

1. Sedikit atau minimnya pengetahuan mereka tentang agama.

Kebodohan mayoritas kaum wanita Muslimah tentang agamanya membuat mereka tidak lagi mengenal hukum-hukum Alloh   yang terkait dengan mereka. Tidak banyak di antara kaum Muslimah yang mengetahui haramnya ikhti-lath (berbaur dengan laki-laki), tabarruj (bersolek), dan ber-khalwat (berduaan) dengan laki-laki yang bukan mahram-nya.

2. Lemahnya pendidikan akhlak dari para orang tua. 

Pada masa kini, tidak sedikit para orang tua yang mengabaikan pendidikan akhlak dan agama putra-putrinya. Kesibukan mencari dunia telah melalaikan mereka dari memperhatikan dan mengawasi putra-putrinya. Mereka kurang mengawasi teman bergaul anak-anaknya yang telah remaja. Padahal, anak adalah amanah dari Alloh   kepada para orang tua yang kelak akan dimintakan pertanggung-jawabannya. 

Rosululloh   bersabda:
(( إِنَّ اللَّهَ سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعَاهُ ))
“Sesungguhnya Alloh akan bertanya kepada setiap pemimpin tentang apa yang Dia amanatkan (titipkan) kepadanya.” (HR. at-Tirmidzi)
Yang lebih memilukan lagi adalah sebagian orang tua tahu bahwa putri-putrinya bebas bergaul dengan laki-laki yang bukan mahramnya atau berpacaran, akan tetapi mereka bersikap masa bodoh tentang hal itu dan tidak merasa cemburu. Hilangnya kecemburuan ini adalah suatu musibah besar yang akan mengakibatkan pelakunya tercegah dari masuk surga. 
Rosululloh   bersabda:
(( ثَلاَثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجَنَّةَ: مُدْمِنُ الْخَمْرِ، وَالْعَاقُّ، وَالدَّيُّوثُ، الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخَبَثَ ))
“Ada tiga orang yang Alloh haramkan baginya surga, yaitu: (1) pecandu khamar; (2) anak yang durhaka kepada orang tuanya; dan (3) dayyuts, yaitu seorang yang merestui kekejian pada keluarganya (telah mati rasa cemburunya).” (HR. an-Nasa’i dan Ahmad; di-shohihkan oleh Syu’aib al-Arnauth)  

3. Model pendidikan yang bercampur antara laki-laki dan perempuan (ikhtilath). 

Di negeri kita ini, mulai dari tingkat TK hingga perguru-an tinggi, sistem pengajarannya tidak memisahkan antara siswa laki-laki dan perempuan. Jika hal ini hanya terjadi di tingkat TK atau SD saja mungkin masih dapat ditolerir , akan tetapi yang terjadi adalah siswa-siswi SMA yang telah menginjak usia baligh pun juga dicampur. Demikian juga di perguruan tinggi. Padahal, semua orang tahu, bahwa pemuda atau pemudi di usia-usia seperti itu sedang mengalami masa pubertas dimana ketertarikannya pada lawan jenis sangat kuat. Ironisnya, hal yang memilukan ini tidak hanya terjadi di sekolah-sekolah umum saja, bahkan juga di sekolah-sekolah Islam dan perguruan tinggi Islam. Sudah saatnya para pengelola pendidikan di lembaga-lembaga Islam untuk bertakwa kepada Alloh   dan meninggalkan cara pendidikan yang tidak diridhai Alloh  .

BACA JUGA : KEUTAMAAN MENJAGA IFFAH

4. Derasnya arus kebudayaan Barat yang masuk.

Masyarakat Barat adalah masyarakat yang permisif (serba boleh) dan tidak mengindahkan nilai-nilai kesucian serta mengumbar hawa nafsu. Betapa banyak kerusakan akhlak dan moralitas yang datang dari negeri Barat. Akan tetapi sayangnya, pertelevisian kita demikian antusias menayangkan acara-acara yang kental dengan budaya Barat yang serba bebas itu. Akibatnya, tidak hanya remaja Muslimah di kota-kota, mereka yang di pedesaan nun jauh dari kota pun ikut terpengaruh oleh budaya Barat yang merusak itu. Pergaulan bebas telah mencemari kesucian wanita-wanita Muslimah.

Sungguh benarlah apa yang telah dikatakan oleh Rosu-lulloh  :
(( لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ، حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ )) قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: (( فَمَنْ ))
“Sungguh kalian akan mengikuti jejak orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta hingga kalaupun mereka masuk dalam lubang biawak niscaya kalian pun akan ikut masuk ke dalamnya.” Para sahabat berkata, “Yang engkau maksud adalah orang-orang Yahudi dan Nashrani wahai Rosululloh?” Beliau menjawab, “Ya, siapa lagi?” (HR. al-Bukhari dan Muslim)


1 komentar:

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.