PENGERTIAN IMAN KEPADA YANG GHAIB


Beriman atau meyakini dengan sepenuh hati kepada yang ghaib termasuk kewajiban asasi dalam kehidupan seorang Muslim. Bahkan keimanan kepada yang ghaib tersebut merupakan salah satu karakteristik dan sifat utama seorang Mukmin. Pada akhirnya keyakinan ini pulalah yang akan memompa spirit dan semangatnya untuk merealisasikan berbagai konsekuensinya melalui amal perbuatan anggota tubuh.

Alloh   berfirman:
“Alif lam mim. Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”  (QS. al-Baqarah [2]: 1-3)

Dalam ayat ini Alloh   menyatakan bahwa salah satu karakter paling menonjol dan sifat utama orang-orang yang beriman adalah iman kepada alam ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh panca indra dan tidak mampu dicerna oleh nalar akal. 

Atau bisa diartikan pula bahwa orang-orang beriman adalah mereka yang beriman kepada Alloh   di waktu ghaib (tidak tampak oleh orang lain) sebagaimana mereka juga beriman kepada-Nya di waktu hadir (saat bersama orang lain).

Hakekat Alam Ghaib

Alam ghaib adalah alam kasat mata yang tersembunyi dan tidak terlihat oleh mata telanjang, serta tidak bisa dijangkau oleh panca indra (dilihat, dicium, diraba, dirasa dan didengar) dan tidak mampu dicerna oleh nalar akal. Namun sebagai seorang Muslim, kita wajib mengimani yang ghaib tersebut. Yaitu iman atau percaya kepada segala sesuatu yang tidak dapat diketahui oleh panca indra dan tidak mampu dijangkau oleh akal biasa, namun harus melalui indra dan akal keimanan, yaitu melalui perantaraan wahyu. 

Maka beriman kepada yang ghaib juga berarti membenarkan semua berita wahyu yang telah dikabarkan oleh Alloh   dalam ayat-ayat al-Qur’an dan Rosul-Nya Muhammad   dalam hadits-haditnya yang shahih. Baik tentang hal yang telah terjadi maupun yang akan datang, serta tentang keadaan hari kiamat, hari kebangkitan, surga, neraka, shirāth (jembatan) dan hal lainnya yang termasuk dalam cakupan hal yang ghaib.

Oleh karena itu, mencari hakekat alam ghaib selain melalui perantaraan wahyu adalah sebuah kesia-siaan yang berujung kepada penyia-nyiaan waktu dan energi serta hanya menguras tenaga kepada hal yang tidak bermanfaat sama sekali.

Dan siapa saja yang mengklaim bahwa dirinya mengetahui alam ghaib, baik mengaku sebagai dukun, paranormal, “orang pintar” atau seabrek istilah keren lainnya yang menipu, tidak diragukan lagi bahwa klaim tersebut adalah dusta, bohong dan kelancangan yang teramat besar. Bahkan “hanya dengan” mengklaim adanya pihak lain yang mengetahui alam ghaib tersebut selain Alloh  , dikategorikan sebagai kekufuran yang mengeluarkannya dari Islam, alias menjadikan pelakunya sebagai orang kafir. Na’ūdzu billāhi min dzālik!

Alloh   berfirman:
“...dan Alloh sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kalian hal-hal yang ghaib, akan tetapi Alloh memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rosul-rosul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Alloh dan rosul-rosul-Nya; dan jika kalian beriman dan bertakwa, maka bagi kalian pahala yang besar.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 179)

“Dan pada sisi Alloh-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. al-An’am [6]: 59)

“Dan mereka berkata: ‘Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu keterangan (mukjizat) dari Tuhannya?’ Maka katakanlah: ‘Sesungguhnya yang ghaib itu kepunyaan Alloh, sebab itu tunggu (sajalah) oleh kalian, sesungguhnya aku bersama kalian termasuk orang-orang yang menunggu.” (QS. Yunus [10]: 20)

Dari sini jelas pula bagi orang-orang yang beriman bila ternyata klaim “orang pintar” tersebut benar dan terjadi dalam kenyataan, maka itu hanya karena kesesuaiannya dengan takdir Alloh   dan adalah kebenaran yang dicuri oleh jin atau setan dari berita langit yang benar, bukan karena mereka, “orang pintar” dan jinnya mengetahui yang ghaib tersebut. Mereka tidak akan mungkin mengetahui hal yang ghaib!
Alloh   berfirman:
“Apakah akan aku beritakan kepada kalian, kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada setan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta.” (QS. asy-Syu’ara [26]: 221-223)

Rasulullah   juga pernah menjelaskan tentang hal ini dalam sabdanya:
( قَالَتْ عَائِشَةُ: سَأَلَ أُنَاسٌ رَسُوْلَ اللهِ    عَنِ الْكُهَّانِ. فَقَالَ لَهُمْ رَسُوْلُ اللهِ  : (( لَيْسُوْا بِشَيْئٍ )) قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّهُمْ يُحَدِّثُوْنَ أَحْيَانًا بِالشَّيْئِ يَكُوْنُ حَقًّا. قَالَ رَسُوْلُ اللهِ  :

(( تِلْكَ الْكَلِمَةُ مِنَ الْجِنِّ يَحْفَظُهَا فَيَقْذِفُهَا فِي أُذُنِ وَلِيْهِ فَيَخْلِطُوْنَ فِيْهَا أَكْثَرَ مِنْ مِائَةِ كَذِبَةٍ ))
‘Aisyah berkata, “Rosululloh ditanya oleh beberapa orang tentang para dukun. Beliau menjawab, “Mereka itu bukan apa-apa.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, mereka itu bicara tentang sesuatu hal yang kadang-kadang ada juga benarnya. Maka Rasulullah menjawab, 

“Perkataan tersebut dari jin yang dia menghafalnya (dari malaikat) lalu dipatukkannya pada telinga wali-walinya (para dukun), laksana patukan ayam betina, kemudian mereka mencampuradukkan perkataan yang benar itu dengan seratus kebohongan.” (HR. Ibnu Hibban dan ‘Abdur Razzaq)

(( إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَنْزِلُ فِي الْعَنَانِ وَهُوَ السَّحَابُ فَتَذْكُرُ اْلأَمْرَ قُضِيَ فِي السَّمَاءِ فَتَسْتَرِقُ الشَّيَاطِينُ السَّمْعَ فَتَسْمَعُهُ فَتُوحِيهِ إِلَى الْكُهَّانِ فَيَكْذِبُونَ مَعَهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ ))
“Sesungguhnya para malaikat turun di awan lalu menyebutkan perkara yang telah diputuskan di langit kemudian setan-setan (jin kafir) mencuri dengar (menyadap) akan hal itu, kemudian disampaikannya kepada tukang-tukang ramal (para dukun) dengan dicampuri seratus kebohongan dari sisi mereka.” (HR. al-Bukhari)

Di samping itu, meyakini bahwa “orang pintar” tersebut mengetahui yang ghaib adalah kekufuran yang sangat nyata sekali dan menjadikan mereka tempat untuk menanyakan yang ghaib tanpa meyakini bahwa mereka mengetahui yang ghaib tersebut juga termasuk dosa besar.

Rosululloh   bersabda:
(( مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ ))
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal dan membenarkan perkataannya, maka sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Abu Dawud) 
(( مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاةٌ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا ))
“Barangsiapa mendatangi dukun (lalu) menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidak akan diterima shalatnya selama 40 hari.” (HR. Muslim)

Beriman kepada hal yang tampak bukanlah suatu keutamaan dan keistimewaan yang patut dibanggakan oleh seorang manusia. Mengapa demikian? Karena hewan pun dapat mengatahui wujud dan mempercayai eksisitensi sesuatu yang tampak tersebut. Sebaliknya, beriman kepada yang ghaib adalah pijakan yang membedakan manusia dengan hewan. Namun tidak berarti bahwa manusia harus berlebih-lebihan dalam mengimani hal ghaib yang tidak memiliki hakekatnya sehingga menjerumuskannya kepada khurafat, dongeng, mitos atau legenda yang tidak ada dasarnya sama sekali. Maka kesimpulan beriman kepada yang ghaib berarti meyakini hal-hal ghaib yang termaktub dalam nash al-Qur’an dan Sunnah Rosululloh  , tanpa harus tenggelam dalam khayalan-khayalan batil dan tertipu oleh ilusi-ilusi palsu.

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.