PENGERTIAN / URGENSI IKHLAS DAN CARA MENGGAPAINYA


Peran hati bagi seluruh anggota badan ibarat raja bagi para prajuritnya. Semua bekerja berdasarkan perintahnya dan tunduk kepadanya. Karena perintah hatilah istiqamah dan penyelewengan ada. Hati adalah raja, sedangkan seluruh tubuh adalah pelaksana titah-titahnya. Hati yang selamat adalah hati yang terbebas dari setiap syahwat dan syubhat, sedangkan hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal siapa Robbnya, siapa Nabinya   dan apa agamanya. Hati seperti ini selalu berjalan bersama hawa nafsu dan kenikmatan duniawi sehingga amal perbuatannya hanyalah mengharapkan pujian dan perhatian orang lain.

Ikhlash merupakan sifat terpuji dalam hati yang akan menghiasi perilaku seorang Muslim. Segalanya karena Alloh   dan untuk-Nya semata. Ikhlash adalah perhiasan hati yang akan menyelamatkan seseorang dari kerugian akhirat, tanpa ikhlash amal perbuatan akan sia-sia tiada guna.

Ikhlash artinya memurnikan amal dari setiap noda yang mengotori. Dengan kata lain, menjadikan Alloh   sebagai satu-satunya tujuan dalam segala amal perbuatan dan perkataan, baik zhahir maupun batin.

Mukhlish atau orang yang ikhlash adalah orang yang tidak peduli apabila manusia tidak memberikan penghargaan kepadanya, karena kejujuran hatinya kepada Alloh  . Ia pun tidak suka bila orang lain memperhatikan amalannya sekecil apapun.

Urgensi Ikhlash

     Sesungguhnya pondasi terbesar dan terpenting dalam agama Islam adalah mewujudkan keikhlashan kepada Alloh   dalam melaksanakan berbagai aktivitas peribadatan kepada-Nya serta menjauhkan diri dan berhati-hati dari lawan dan musuh keikhlashan tersebut, seperti riyā’, sum’ah, ‘ujub dan lainnya.
     
Berdasarkan hal tersebut, maka sangatlah perlu mengetahui urgensi dan pentingnya ikhlash. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Sebagai amal perbuatan hati yang terpenting.
Ikhlash merupakan amalan hati yang sangat penting, yaitu sebagai dasar dan syarat diterimanya amal perbuatan. Tanpa ikhlash, seseorang akan tersesat dan menjadi orang-orang yang merugi. Sebaliknya, dengan ikhlash amal perbuatan akan menjadi agung di sisi Alloh   sekalipun amal itu sepele dalam pandangan orang lain. 

Ibnul Qayyim   berkata:
“Amal perbuatan hati adalah dasar, dan perbuatan anggota badan merupakan pengikut dan penyempurna saja, dan sesungguhnya niat itu bagaikan ruh sedangkan amal perbuatan bagaikan jasad.”
Dari Abu Hurairah  , ia berkata bahwa Rosululloh   bersabda: 
(( إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ ))
“Sesungguhnya Alloh tidak memandang kepada jasad-jasad dan rupa-rupa kalian, akan tetapi Dia memandang kepada hati dan amal-amal kalian.” (HR. Muslim)

2. Syarat diterimanya ibadah.
Ikhlash adalah syarat diterimanya amal ibadah yang dikerjakan sesuai dengan tuntunan Rosululloh  . Tanpa ikhlash peribadatan hanya bagaikan debu yang berterbangan. 

Sudah sepatutnya bagi seorang Muslim untuk memperhatikan keikhlashan dalam beramal. Janganlah ia melelahkan dirinya dengan memperbanyak amal, namun tiada guna dan arti. Sebab, boleh jadi seseorang memperbanyak amal ketaatan namun hanya akan memperoleh kelelahan di dunia dan adzab di akhirat. 

Alloh   berfirman:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Alloh dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. al-Bayyinah [98]: 5) 

Rosululloh   bersabda:
(( مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنْ الدُّنْيَا، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيحَهَا )) 
“Barangsiapa yang mencari suatu ilmu yang seharusnya hanya untuk mengharapkan wajah Alloh semata, tetapi ia mempelajarinya untuk mencari perhiasaan dunia, maka ia tidak akan mendapatkan wanginya surga pada hari Kiamat kelak.” (HR. Abu Dawud)

BACA JUGA : Adab Amar Ma’rūf dan Nahi Munkar

Imam al-‘Izz bin ‘Abdis Salam   berkata: 
“Ikhlash dalam beribadah adalah syarat (diterimanya ibadah).” 
Syaikh Shiddiq Hasan Khan   juga berkata: 
“Tidak ada perbedaan pendapat, bahwa ikhlash merupakan syarat sah dan diterimanya amal perbuatan.”

3. Benteng dari bujukan setan.
Ketahuilah! Sesungguhnya setan adalah musuh nyata bagi manusia. 

Alloh   berfirman:
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagi  kalian, maka anggaplah ia musuh (kalian), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Fathir [35]: 6)

Setan dan bala tentaranya berusaha keras untuk menjerumuskan umat manusia dari jalan Alloh  . Setan memiliki bujukan maut guna menjerat manusia agar menjadi penghuni neraka Jahannam bersamanya.

Alloh   telah menjelaskan kepada manusia beberapa tindakan preventif (penegakan) dan kuratif (penyembuhan) agar mereka tidak terperangkap oleh bujukan setan. Salah satunya adalah dengan ikhlash dalam beramal. 

Ikhlash bukan hanya sebagai amalan hati yang mendapatkan kedudukan tinggi di sisi Alloh   dan paling utama, juga sebagai benteng seorang Mukmin dari bujuk rayu setan dan dari fitnah orang-orang yang sesat lagi menyesatkan. Setan tidak akan mampu membobol benteng seorang Mukmin yang beribadah dengan ikhlash.
 Alloh   berfirman:

“Iblis menjawab: ‘Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlish di antara mereka.” (QS. Shad [38]: 83)

4. Akhlak orang-orang mulia.
Para salafush shaleh sangat memperhatikan niat ikhlash mereka dan saling memberikan wasiat antara satu dan lainnya untuk senantiasa mengikhlashkan niat dalam setiap amal yang mereka lakukan.
‘Umar bin al-Khaththab   pernah menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari   yang isinya antara lain:
“Barangsiapa yang niatnya ikhlash karena Alloh  , niscaya Alloh   akan mencukupkan dirinya dari apa-apa yang menjadi milik orang lain.” 
Dan juga sebagaimana yang sudah masyhur bahwa para salafush shaleh selalu memulai kitab-kitabnya dengan hadits, “Sesungguhnya amal perbuatan tergantung niatnya”. Hal ini sebagai bentuk pengingatan kepada para pembaca kitab, khususnya untuk mengikhlashkan niat. 

Imam ‘Abdur Rahman bin Mahdi   berkata:
“Barangsiapa yang ingin mengarang suatu kitab, maka hendaknya ia memulai tulisannya dengan hadits ini!”

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.