KONSEP ILMU DIROSAH ISLAMIYAH


A.    Pengertian Ilmu

1.      Secara bahasa
                        Ilmu berasal dari bahasa Arab yakni (عِلْم) berasal dari (عَلِمَ-يَعْلَمُ) maknanya mengetahui-pengetahuan.
     Tapi (عَلِمَ) masih satu akar juga dengan (عَلَمَ) maknanya adalah memberi tanda yang masdarnya (عَلْماً-عَلاَمة) maknanya petunjuk/tanda/alamat yang sama maknanya dengan ayat ((اياة
     Dan begitu pula istilah alam (عالم)  masih satu akar kata dengannya, termasuk alam shaghir (tubuh kita/anfus) dan alam kabir (jagat raya/afaq)
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu paada makna yang sama.[1]
2.      Secara istilah
            Dalam hal ini banyak sekali para tokoh yang menjelaskan tentang pengertian ilmu, diantaranya :
Ø  M. Izuddin Taufiq
“Ilmu adalah penelusuran data atau informasi melalui pengamatan, pengkajian dan eksperimen, dengan tujuan menetapkan hakikat, landasan dasar ataupun asal usulnya.[2]
Ø  Thomas Kuhn
     Ilmu adalah himpunan aktivitas yang menghasilkan banyak penemuan,                  bail dalam bentuk penolakan maupun pengembangannya[3]
Ø  Al Ghazali di dalam Kitabnya Ihya Ulumudin mengklasifikasikan Ilmu dalam dua kelompok yaitu 1). Ilmu Fardu a’in, dan 2). Ilmu Fardu Kifayah, kemudian beliau menyatakan pengertian Ilmu-ilmu tersebut sebagai berikut :
v  “Ilmu fardu a’in . Ilmu tentang cara amal perbuatan yang wajib, Maka orang yang mengetahui ilmu yang wajib dan waktu wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu fardu a’in “ (1979 : 82)
v  “Ilmu fardu kifayah. Ialah tiap-tiap ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan urusan duniawi “ (1979 : 84)[4]
B.     Kedudukan Ilmu dalam Islam
Islam adalah agama yang sangat menghargai Ilmu, Penekanan ilmu dalam ajaran islam sangat jelas terlihat dalam Al-Quran, sunnah Rasulullah SAW dan ajaran semua tokoh islam dari dulu sampai sekarang, bukti yang realnya adalah di antara yang paling utama adalah surat Al-‘alaq:1-5.
Yang memberikan tekanan kepada pembacaan sebagai wacana penting dalam masalah keilmuan, dan penguatan bahwa kedudukan Allah azza wajalla sebagai sumber tertinggi ilmu manusia. Penekanan terhadap pentingnya ilmu dapat terlihat juga dari kehidupan orang-orang yang mencari, memiliki, mengajarkan, dan mengamalkan ilmu. Mereka pasti akan sangat kritis terhadap ilmu, dan mereka akan sangat haus tentang masalah ilmu. Bahkan orang yang berilmu, maka ia berstatus lebih tinggi dari seorang yang tidak berilmu, walaupun ia seorang budak. Rasulullah SAW, manusia paling sempurna, ketika beliau wafat, ia hanya memberikan warisan berupa ilmu. Al-Quran menegaskan bahwa berbeda sekali antara orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui.
Kedudukan ilmu dalam Islam bisa kita sebutkan sebagai berikut:
1.      Pembeda antara orang yang tahu dan yang tidak mengetahui,
ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s% uä!$tR#uä È@ø©9$# #YÉ`$y $VJͬ!$s%ur âxøts notÅzFy$# (#qã_ötƒur spuH÷qu ¾ÏmÎn/u 3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ  
“ (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”[5]

2.      Pembeda antara derajat yang satu dengan yang lainnya,

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  
“ Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”[6]
C.    Sumber ilmu dalam islam

1.      Al-Qur’an
1.1  al-Qur’an sebagai jamuan
y7Ï9ºsŒ Ü=»tGÅ6ø9$# Ÿw |=÷ƒu ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`ŠÉ)­FßJù=Ïj9 ÇËÈ
2.  Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.[7]
Dari Abdullah ibnu mas’ud R.a ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “sesungguhnya al-Quran ini adalah jamuan Allah, maka pelajarilah jamuannya sesuai dengan kesanggupan kalian. Sesungguhnya al-Quran ini adalah tali (ajaran) Allah yang kuat, cahaya Allah yang nyata, dan merupakan obat yang mujarab lagi berguna. Ia adalah pelindung bagi  orang yang berpegang teguh padanya dan akan menjadi penyelamat bagi orang yang mau mengikutinya, sehingga orang itu tidak akan bengkok (jalannya) dan akan selalu lurus, dan dia juga tidak akan tersesat atau tercela.berbagai macam keajaiban dan keindahannya tidak akan pernah habis, dan tidak akan bergeser nilainnya walaupun banyak orang yang menolaknya. Maka bacalah ia, karena membaca al-Quran Allah akan memberikan imbalan pahala untuk setiap satu hurufnya dengan sepuluh kebaikan. Dan aku tidak mengatakan bahwa alim lam mim sebagai satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf. ” (HR Abu Ubaidah dalam kitab fadhail al-Quran, juga Al-hakim dan ibnu hibban, fadhail al-Quran karya Abdullah As-syidiq, jilid 1 hal 8)
                1.2  Rasulullah SAW menyebutkan sifat-sifat al-Quran
Dari harits Al-A’war ia berkata, Aku pernah melewati sebuah masjid, tiba-tiba ku dengar beberapa orang sedang bicara panjang lebar. Lalu aku pun masuk ke rumah Ali dan bertanya, “wahai Amirul mu’minin tidakkah engkau melihat oarng-orang yang sedang berbicara panjang lebar itu ?”
                Ali RA menjawab, “benarkah mereka sedang melakukan itu?”
                Aku menjawab, “ya”
                Ali lalu berkata,
                Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “sesungguhnya pembicaraan yang terlalu panjang lebar dapat menimbulkan fitnah.”
                Kemudian aku (Ali r.a) bertanya, “jadi, jalan keluar apa yang dapat ku tempuh agar terhindar dari hal itu wahai Rasulullah?”
                Rasulullah SAW menjawab, “(jalan keluarnya adalah)kibtabullah. Karena di dalamnya terdapat berita tentang sesuatu (yang terjadi) sebelum kalian dan juga berita tentang sesuatu (yang akan terjadi)setelah kalian. Ia (al-Qur’an) akan memberikan keputusan hukum terhadap apa yang terjadi diantara kalian. Karena ia adalah pemisah antara  yang baik dan yang buruk. Dan ia sama sekali bukan main-main.”[8]
2.      Ass-Sunnah
Setelah al-Qur’an, Sunnah merupakan sumber ilmu. Selain itu ia juga sumber pengetahuan bagi umat islam yang di butuhkan manusia, sebagai petunjuk jalan bagi mereka, atau juga untuk menyempurnakan ilmu yang telah mereka miliki.
2.1  Sunnah  sebagai sumber Ilmu pengetahuan
$tBur ß,ÏÜZtƒ Ç`tã #uqolù;$# ÇÌÈ ÷bÎ) uqèd žwÎ) ÖÓórur 4ÓyrqムÇÍÈ
3.  Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.
4.  Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).[9]
Ayat di atas menunjukan tentang kedudukan as-Sunnah sebagai sumber ilmu bagi umat islam, ia merupakan wujud teknis dari duniawi.

D.    KONSEP ILMU DALAM ISLAM
1.      Allah
Islam tidak berkabung hanya pada rasionalisme dan empirisme, tapi juga mengakui instuisi dan wahyu. Intuisi sebagai fakultas kebenaran langsung dari Allah dalam bentuk wahyu. Kita kaum muslimin juga mempercayai dua sumber ilmu pengetahuan itu. Kita meletakkan indra dan rasio sebagai sarana yang amat penting serta nikmat yang amat besar yang di anugrahkan Allah kepada manusia untuk mengetahui dirinya sendiri dan alam di sekitarnya. Dengan itu, manusia dapat menangkap ketentuan dan rahasia-rahasia yang tersimpan di alam raya ini, yang dapat menjadi bukti yang paling valid atas keberadaan Allah SWT, yang telah menciptakan seluruh semesta alam ini dengan sebaik-baiknya.
Dan umat islam berpatok pada satu sumber yaitu Allah, adapun rasionalisme dan empirisme, ia menempati urutan setelah wahyu, karena pada hakikatnya, wahyu sesuai dengan akal manusia, adapun tentang hal-hal yang memang akal tidak bisa menjangkaunya, maka semua itu kita kembalikan kepada Allah. Karena pada dasarnya akal manusia lemah, tak bisa menjangkau ilmu Allah secara menyeluruh.
di samping mempercayai kedua sumber ilmu pengetahuan tadi, kita juga mempercayai ada sumber lain dari ilmu pengetahuan itu, yang lebih tinggi dari dua sumber  tadi, yang dapat meluruskan kesalahan dua sumber  tadi  jika salah satunya menyimpang. Sumber terakhir itu adalah wahyu Ilahi.[10]
,ysø9$# `ÏB y7Îi/¢ ( Ÿxsù ¨ûsðqä3s? z`ÏB tûïÎŽtIôJßJø9$# ÇÊÍÐÈ  
147. kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu Termasuk orang-orang yang ragu.[11]
2.      Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang diberikan kepada seluruh manusia yang disampaikan melalui Nabi, pengetahuan wahyu ini dapat diperoleh dengan menggunakan keimanan, seperti halnya penggetahuan mengenai adannya malaikat, surga, neraka, hisab kubur dll. Pengetauan ini hanya mustahil akan diperoleh tanpa adanya keimanan.
Wahyu adalah kalam Allah, dan dalam hal ini, wahyu adalah bentuk dari Sarana Allah dalam mengatur hamba-hambanya untuk senantiasa tunduk kepadanya:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  
56. dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.[12]
$oYù=è% (#qäÜÎ7÷d$# $pk÷]ÏB $YèŠÏHsd ( $¨BÎ*sù Nä3¨YtÏ?ù'tƒ ÓÍh_ÏiB Wèd `yJsù yìÎ7s? y#yèd Ÿxsù ì$öqyz öNÍköŽn=tæ Ÿwur öNèd tbqçRtøts ÇÌÑÈ  
38. Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati".[13] Wujud dari wahyu ini adalah kitabullah, yaitu zabur, taurot, injil, dan penyempurnanya adalah Al-quran.
3.      Ayat Muhkamat dengan metodologi tafsir
Para pelopor JIL, ia biasanya akan menyerang ayat-ayat yang bersifat muhkamat maupun yang mutasyabih, ia memalingkan suatu makna ke dalam makna lain, maka dari itu, kita perlu membahas atau memasukan hal ini ke dalam konsepsi ilmu dalam Islam. Agar manusia tidak tersamarkan pemahaman ini, maka hendaknya perlu pengkajian tentang hal ini. Pada dasarnya dala pemahaman mereka, ada kontradiksi dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur’an, Makna yang Allah maksudkan mereka lencengkan, sehingga ada kontradiksi antara maksud Allah dan maksud penafsir.
Ungkapan Ar-raghib al-ashfihani dalam tafsirnya, “tafsir lebih umum dari pada takwil dan lebih banyak di gunakan dalam Menjelaskan lafadz-lafadz, sementara penggunaan takwil lebih banyak berkaitan denagan makna,seperti penakwilan mimpi. takwil lebih banyak digunakan untuk menakwil kitab –kitab suci (samawi) sedangkan tafsir digunakan menafsirkan semua jenis buku. penggunaan tafsir lebih banyak berkaitan dengan lafadz –lafadz.
Abu Thayyib ats-tsa’labi, “Tafsir adalah menjelaskan lafadz dari segi hakikat atau majasnya, seperti menafsirkan asy-syirot dengan jalan dan ash-sayb dengan hujan. Sementara itu takwil adalah menafsirkan bagian dalam lafadz, di ambil dari kata al-awl, yaitu menuju titik akhir, jadi takwil adalah memberikan kabar tentang hakikat, yang di maksud dan tafsir adalah memberikan kabar tentang dalil yang di maksud, sebab lafadz adalah yang menjelaskan yang maksud”.[14]

4.      Ayat mutasyabih dengan metodologi tafsir atau takwil
Menurut istilah para ulama adalah menjelaskan makna-makna al-Quran dan menjelaskan kehendaknya. ia lebih umum daripada sekedar menjelaskan lafadz yang rumit atau yang lain,atau sekedar  mejelaskan makna yang dhahir atau yang lain. takwil banyak digunakan berkaitan lafadz yang mujmal seperti lafadz Al-Bahirah , atau as-syaibah[15].

E.        KONSEP ILMU BARAT

Dalam dunia filsafat, kajian mengenai konsep ilmu ini dinamai epistemologi. Epistemologi itu sendiri secara sederhana bisa dimaknai teori pengetahuan. Tema-tema pembahasannya adalah mungkinkah mengetahui, apa itu pengetahuan, dan bagaimana mendapat pengetahuan. Menurut Milton D. Hunnex, epistemology berasal dari bahasa Yunani, episcmc yang bermakna knowledge, pengetahuan, dan logos yang bermakna teori. Istilah ini pertama kali digunakan pada tahun 1854 oleh J.F Ferrier yang membuat perbedaan antara dua cabang filsafat yaitu ontology (Yunani: on = being, wujud, apa + logos = teori) dan epistemologi. Jika ontology mengkaji tentang wujud, hakikat, dan metafisika, maka epistemology membandingkan kajian sistematik terhadap sifat, sunber, dan validitas pengetahuan. Menurut Mulyadhi Kartanegara, ada dua pertanyaan yang tidak bisa dilepaskan dari epistemology, yaitu: (1) apa yang dapat diketahui dan (2) bagaimana mengetahuinya. Yang pertama mengacu pada teori dan isi ilmu, sedangkan yang kedua pada metodologi.[16]
Berikut adalah konsepsi ilmu barat:
1.      Sumber Pengetahuan
Pembahasan tentang sumber pengetahuan, sebenarnya merupakan turunan dari pengertian pengetahuan itu sendiri.
Artinya, jika pengetahuan Barat bersifat rasional-empiris, maka empirisme dan rasionalisme dianggap sebagai sumber pengetahuan yang absah dalam pandangan mereka.
Empirisme adalah pengetahuan yang diperoleh dengan perantaraan panca indera. Paham empirisme berpendirian bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman. Dalam hal ini akal tidak berfungsi banyak, kalau ada, itu pun sebatas ide yang kabur, karena akal baru bisa bekerja dengan bantuan pengalaman. Sedangkan rasionalisme merupakan kebalikan dari empirisme.
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Akal memang membutuhkan bantuan panca indera untuk memperoleh data dari alam nyata, tetapi hanya akal yang mampu menghubungkan data ini satu sama lainnya, sehingga terbentuklah pengetahuan.
2.       Kebenaran Pengetahuan
Kebenaran pengetahuan merupakan implikasi dari sumber pengetahuan itu sendiri. Jika pengetahuan Barat mengandalkan empiris dan rasional, maka menurut pandangan mereka, pengetahuan dikatakan benar apabila sesuai dengan kenyataan yang ada dan sesuai dengan akalnya. Dari sini, teori kebenaran dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kebenaran realisme dan idealisme. Padangan realisme berpendapat bahwa pengetahuan dianggap benar dan tepat apabila sesuai dengan kenyataan.
Sedangkan kebenaran idealisme menandaskan bahwa hakikat kebenaran pengetahuan didasarkan pada alam ”ide”, terutama akal. Realita yang ditangkap panca indera manusia sudah ditentukan sebelumnya dalam alam ”ide” itu. konsep seperti ini merupakan permasalahan asasi dalam epistemologi. Pertanyaan seperti ini sudah mengemuka dari sejak zaman Yunani kuno. Pada zaman tersebut lahir aliran yang bernama sofisme . Menurut kaum sofis, semua kebenaran relative. Ukuran kebenaran itu manusia (man is the measure of all things). Karena manusia berbeda-beda, jadi kebenaranpun berbeda-beda tergantung manusianya. Menurut anda mungkin benar, tapi menurut saya tidak, demikian kurang lebih argumentasi kaum sofis. Akibatnya, mudah diterka, terjadi semacam kekacauan kebenaran. Semua teori sains diragukan, semua aqidah dan kaidah agama dicurigai. Manusia menjadi hidup tanpa pegangan “kebenaran”, dan hal seperti itu telah menyebabkan manusia terasing di dunianya sendiri.[17]
asas utama dari konsep ini adalah skeptisme, pemegang prinsip skeptisme, mereka akan senantiasa hidup dalam kebingungan, bahkan kebenaran pun, masih mereka ragukan, dan yang ada malah mereka keluar dari agamanya, karena pada hakikatnya, pelaku skeptis meragukan tentang agamanya.
Pada tahap ektrem dia akan mengklaim bahwa kebenaran hanya bisa dicari dan didekati, tapi mustahil ditemukan.[18]



[1] uharsputra.wordpress.com/filsafat/islam-dan-ilmu/
[2] http://carapedia.com/pengertian_definisi_ilmu_menurut_para_ahli_info515.html
[3]  Ibid
[4] uharsputra.wordpress.com/filsafat/islam-dan-ilmu/
[5] az-zumar: 9
[6] al-Mujadilah:11
[7] al-Baqarah
[8] Khalil khatib muhammad, khutbah nabi, qisthi press: 2011 hal. 119
[9] An-Najm 3-4
[10] Qardawi yusuf, Sunnah Rasul sebagai sumber ilmu pengetahuan dan peradaban, Gema insani:Jakarta 1998 hal. 145
[11] al-Baqarah :147
[12] Adz-dzaariyat: 56
[13]  Al Baqarah :38-39
[14] ibid, hal. 25
[15] Fahmi Salim,keritik terhadap studi Al quran kaum liberal, Gema Insani:jakarta 2012 hal. 23
[16] Nasyruddin syarief ,menangkal virus islam liberal,Persis pers: bandung 2011 hal.237
[17] ibid: hal 238
[18] ibiid.hal 238

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.