Pendidikan dalam Pernikahan



KATA PENGANTAR

              Alhamdulillah segala puji dan rasa syukur kita haturkan kehadirat Allah l dengan taufiq dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul "Pendidikan dalam Pernikahan”. Tiada harapan sedikitpun kecuali hal ini dapat berguna bagi kami sebagai mahasiswa dan juga rekan-rekan semua, terutama untuk menambah khazanah keilmuan serta wawasan yang dapat berguna bagi kami, khususnya dalam tema makalah ini yang begitu urgen.
Terlepas dari itu semua, dengan segala kemampuan yang dilakukan kami telah berupaya agar makalah ini dapat mudah dipahami terutama untuk kami sendiri dan para mahasiswa. Oleh karena itu jika terdapat kekurangan dalam penyusunan dan materi dalam makalah ini itu semata-mata karena kekurangan yang ada pada kami, karena kita ketahui bahwa manusia tidak terlepas dari kekurangan. Dan tentunya kamipun berharap masukan dan saran yang bermanfaat dan berguna untuk meningkatkan nilai keilmuan dan wawasan kami dalam dinul Islam yang mulia ini.
Akhirnya dengan memohon kepada Allah l semoga apa yang telah kami usahakan dicatat oleh Allah l sebagai amal kebaikan. Amin ya robbal’alamin. Atas segala perhatiannya kami ucapkan terima kasih.



Penyusun



Bogor, 02 Oktober 2013


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Agama Islam adalah agama yang bersifat Syamil atau mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dari hal yang fundamental dari kehidupan seseorang bahkan sampai hal yang sangat kecil dan remeh dalam kehidupan itu sendiri.
Diantara hal-hal yang yang sangat urgen yang akan dialami setiap manusia adalah adanya proses pernikahan. Yang tentu didalamnya Islam tidak luput memberikan rambu-rambunya dan ajaran-ajaran yang sejatinya wajib diketahui oleh setiap manusia. Dengan harapan segala sesuatu yang dilakukannya sesuai dengan tuntunan syari’at Islam itu sendiri.
Pernikahan dalam Islam adalah ketentraman hati, ketenangan jiwa, dan ketetapan batin. Sesungguhnya pernikahan merupakan hubungan dua hati yang sangat dahsyat. Alloh l  mengikat keduanya untuk memberikan ketentraman dan ketenangan batin dalam sebuah rumah tangga yang penuh kasih dan kehangatan.
Al-Qur’an menggambarkan mengenai ikatan suci yang abadi diantara laki-laki dan wanita dengan gambaran yang sangat indah. Ia dapat memberikan ketentraman keamanan, dan ketenangan. Di dalamnya terdapat sebuah proses pendidikan yang sangat mulia. Pun Alloh l menjelaskan melalui Rasul-Nya  n akan sebuah pendidikan yang sangat berharga dalam ikatan pernikahan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana ceriman pendidikan dalam pernikahan
2.      Apa kaitan pendidikan pernikahan dalam dunia pendidikan

C.     Tujuan Penulisan
Tujuan dilakukan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui  kaitan pendidikan dalam pernikahan dengan dunia pendidikan.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pernikahan
Pernikahan dalam Islam adalah ketentraman hati, ketenangan jiwa, dan ketetapan batin[1]. Sesungguhnya pernikahan merupakan hubungan dua hati yang sangat dahsyat. Alloh l  mengikat keduanya untuk memberikan ketentraman dan ketenangan batin dalam sebuah rumah tangga yang penuh kasih dan kehangatan.
Berdasarkan pandangan Islam yang sangat mulia terhadap pernikahan, maka seorang muslim yang benar tidak akan tergiur oleh kecantikan wanita pada zaman sekarang. Dari sinilah seorang muslim tidak hanya memandang kecantikan serta keelokan paras, akan tetapi disamping itu semua dituntut juga adanya agama yang lurus, akal yang kuat, dan perjalanan  hidup yang baik.
            Hal ini berdasarkan petunjuk dari Rasulullah  n:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( تُنْكَحُ اَلْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا , وَلِحَسَبِهَا , وَلِجَمَالِهَا , وَلِدِينِهَا , فَاظْفَرْ بِذَاتِ اَلدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ)  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ مَعَ بَقِيَّةِ اَلسَّبْعَةِ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan berbahagia.” HR.Bukhori[2].
B.     Syarah Hadits
Hadits ini menjelaskan bahwa hal-hal yang membuat laki-laki tertarik untuk menikahi wanita karena adanya empat sifat yang dimiliki oleh wanita tersebut, dan sifat yang paling akhir adalah karena agamanya. Lalu, nabi SAW memerintahkan kepada pemuda bila ingin menikah,  lalu ia menemukan seorang wanita yang taat beragama, maka hendaklah dia jangan berpaling darinya, karena ada larangan menikah dengan wanita yang bukan karena agamanya[3].
            Dalam hadits yang diterangkan an-Nasa’i dan Abu Hurairoh diterangkan sifat-sifat baik bagi wanita, bahwa Rasulullah ditanya, ”Wahai Rasulullah, bagaimana kriteria wanita yang terbaik itu? Rasulullah menjawab, ‘Wanita yang dapat membahagiakanmu saat kamu lihat, wanita yang patuh kepadamu saat kamu perintah, dan wanita yang setia dan dapat menjaga hartanya”[4]. (hadits ini shohih) shohih aljami’.
            Dan kata “الحسب” diartikan juga dengan perilaku yang baik bagi suami dan orang tuanya, dan juga diartikan sebagai ketaqwaan[5].
Hadits ini menujukkan bahwa berteman dengan orang yang taat beragama lebih utama, karena bisa mengambil mamfaat dari budi pekerti yang baik yang dimilikinya. Terlebih bagi seorang istri haruslah orang yang taat beragama, karena ia merupakan pendamping hidup seorang suami, ibu bagi anak-anak, penjaga amanah harta, rumah dan dirinya dikala sendiri.
Sebagaimana islam telah mewasiatkan mengenai wanita dan kedudukannya yang tinggi, Islam juga memerintahkan wanita untuk mengetahui akan perannya dalam kehidupan, agar dia berada pada risalahnya dan mampu memainkan perannya yang sempurna. Bersama-sama dengan suami dalam membina generasi, menyegarkan kehidupan dengan kesanangan, kebahagiaan dan juga kecantikan[6].
C.     Korelasi Pernikahan Dalam Dunia Pendidikan
1.      Karakter pendidik
Sebagaimana telah diketahui bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terciptanya insan kamil[7] yang merupakan manifestasi nyata kepatuhan dan ketundukan sebagai bentuk ketaqwaan kepada Allah.
Untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut dalam pendidikan islam, seorang pendidik mempunyai tanggung jawab mengantarkan peserta didik kearah tujuan tersebut[8].
Seorang pendidik memiliki peran yang sangat krussial, seorang pendidik tidak hanya mentransformasikan (transfer knowledge) pengetahuan tetapi juga dituntut menginternalisasikan nilai-nilai dalam diri peserta didik. Sehingga seorang pendidik harus memiliki sifat dan kepribadian yang positif[9].
Dalam hadits ini seorang pendidik/ guru harus bersikap professional dalam mendidik muridnya, jangan dipandang sebelah mata, kepada  murid yang telah menurut kita memang kurang dalam segala hal, dari mulai harta, keturunan, kecantikan/ ketampanan peserta didik. Akan tetapi yang harus kita perhatikan adalah agamanya, atau apakah dia memang membutuhkan ilmu dari kita. Kita harus mendidiknya dengan baik dan menyampaikan ilmu kepadanya walaupun satu ayat. Terutama kita harus mendidik seorang murid itu harus melihat agamanya, agar apa yang akan kita sampaikan itu tidak bertentangan dengan ajaran agamanya, khususnya dalam mata pelajaran pendidikan keagamaan.
Sebagaimana Allah menjelaskan dalam al-Qur’an bahwa kedudukan mulia manusia bukanlah karna kaya atau miskinnya, cantik atau tampannya, melainkan ketaqwaanlah[10] yang menjadi tolok ukur kemuliaan manusia disisi Rabbnya.
Allah berfirman dalam al-Qur’an Surat al-Hujurat ayat 13:
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dari sini kita dapat mengimplementasikan ayat ini dalam diri para pendidik untuk senantiasa bersikap adil terhadap peserta didiknya.
Keadilan terhadap anak dimaksudkan agar anak mempunyai hak yang sama baik dalam hibah, nafkah, pendidikan, dan lain-lain maupun dalam menerima harta warisan[11].
Demikian juga keadilan seorang guru terhadap murid-muridnya selalu dituntut sebagaimana keadilan orang tua terhadap anak-anaknya. Hal ini akan menimbulkan suasana yang kondusif dan merupakan pendidikan terhadap mereka.

2.      Peran Keluarga
Dalam Islam keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, nasb. Sedangkan dalam isilah antropologi adalah suatu komponen terkecil yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki tempat tinggal yang memiliki tempat tinggal[12].
Dalam sebuah proses pendidikan terdapat lembaga-lembaga yang berperan di dalamnya. Diantara lembaga tersebut adalah keluarga yang merupakan pendidikan yang pertama dan utama.
Sebagai pendidikan yang pertama dan utama, pendidikan keluarga dapat mencetak anak agar mempunyai kepribadian yang kemudian dapat dikembangkan dalam lembaga-lembaga berikutnya, sehingga wewenang lembaga-lembaga tersebut tidak diperkenankan mengubah apa yang telah dimilikinya, tetapi cukup mengkombinasikan[13] antara pendidikan yang diperoleh dari keluarga dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lainnya.
Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua. Hal ini disebabkan karena sacara alami anak-anak pada masa awal kehidupannya berada ditengah-tengah orang tuanya. Dari merekalah anak mulai mengenal pandidikannya. Dasar pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup banyak selaki tertanam sejak anak hidup ditengah orang tuanya.
Dengan demikian orang tua dituntut untuk menjadi pendidik yang memberikan pengetahuan pada anak-anaknya, serta memberikan sikap yang  positif dan skill yang memadai baik yang bersifat jasmani maupun rohani.
Sehingga demi terwujudnya keberhasilan dalam pendidikan keluarga sangat diperlukan sosok orang tua yang memiliki jiwa pendidik bagi anak-anaknya.
Ayah. Yang merupakan sosok sentral dalam keluarga, sumber kekuasaan yang memberikan pendidikan anaknya tentang manajemen dan kepemimpinan, memberikan pendidikan komunikasi terhadap sesamanya, memberi rasa aman dan perlindungan, sehingga sosok ayah senantiasa memberikan pendidikan sikap yang senantiasa bertanggung jawab dan waspada. Pendidik dasar-dasar pengembangan nalar serta daya intelek, sehingga melahirkan kecerdasan intelektual[14].
Ibu. Mempunyai peran utama dalam pembinaan dan pendidikan anak-anaknya dikeluarga, karena kodrat dan fungsinya lebih mengarah pada tugas tersebut[15].
Seorang ibu memberikan pedidikan sifat ramah tamah, asah, asih dan asuh kepada anak-anaknya. Pengsuh dan pemelihara dalam keluarga yang memberikan pendidikan yang berupa kesetiaan terhadap tanggung jawab. Tempat pencurahan hati yang memberikan pendidikan berupa keterusterangan. Sebagai pendidik di bidang emosi anak yang dapat mendidik anaknya berupa kepekaan daya rasa  dalam memandang sesuatu, yang melahirkan kecerdasan emosional[16].
Sehingga demi tercapainya fungsi orang tua sebagai pendidik dalam keluarga, latar belakang pendidikan dan lingkungan orang tua tentunya menjadi faktor yang mempengaruhi keberhasilan tersebut.
Dengan demikian proses pemilihan calon suami maupun istri baik dari segi agama, pendidikan dan keturunan sangat dianjurkan dalam pernikahan. Hal ini yang dianjurkan oleh syariat sebagai manifestasi nyata teori pendidikan pranatal (tarbiyah qabl al-wiladah)[17].
Sehingga proses pendidikan dimulai sejak berawalnya lembaga keluarga, baik fase pemilihan jodoh, pernikahan, melahirkan, hingga fase internalisasi nilai itu sendiri, karena hal ini akan memberikan pengaruh yang sangat signifikan bagi pertumbuhkembangan anak baik dari segi fisik maupin psikologinya.
BAB III
KESIMPULAN
Pertama, berdasarkan wasiat tersirat dari baginda Rasulullah n, dalam hadits tentang pernikahan, dapat disimpulkan bahwa Islam mendidik manusia menuju tataran manusia paripurna dengan standar ketaqwaannya kepada Allahl. Sehingga standar kualifikasi keutamaan maupun keberhasilan  peserta didik dan pendidik adalah agamanya, dalam hal ini adalah Islam.
Pun demikian, pendidikan islam juga mengusung kurikulum keadilan yang digunakan dalam proses pendidikan itu sendiri. Dimana sikap seorang pendidik harus adil dalam menyampaikan pelajaran, tanpa memandak peserta didik yang kaya atau miskin, pintar atau kurang pintar, tampan maupun tidak dan hal yang bersifat tendensial lainnya. Yang semua itu kembali pada standar kualifikasi awal, yakni adalah agama atau ketaqwaan seseorang kepada Rabbnya.
Kedua,dapat disimpulkan pula bahwa sangat banyak faidah yang berkaitan erat dalam dunia pendidikan dari pernikahan. Hal ini dikarenakan pernikahan sendiri merupakan bagian dari sistem pendidikan, di mana disebutkan bahwa pernikahan merupakan salah satu proses dalam tahapan pendidikan pranatal.
Pendidikan ini dimulai ketika persiapan penikahan baik dalam masalah pemilihan jodoh, pedidikan keluarga kecil, pendidikan ketika hamil, hingga sang anak – yang merupakan objek didik atau peserta didik – menerima transformasi ilmu dan internalisasi nilai serta norma dalam keluarga.



DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
Al-Zabidy. Zainuddin Ahmad bin Abdullathif, Ringkasan shohihn Bukhari, Lahore: Dar Al-Kitab Wa Al-Sunnah, 2009.
Ash-Shan’ani. Muhammad bin Ismail al-Amir, Subulus salam, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2011.
Hasyimi. Muhammad ‘Ali, Syakhshiyatul Muslim. Jakarta: Al-i’tishom, 2012.
Khon. Abdul Majid, Ilmu Pendidikan IslamHadis Tarbawi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
Mujib. Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Ramayulis,Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta: Kalam Mulia .2012.



[1] Muhammad ‘Ali Hasyimi, Syakhshiyatul Muslim, Jakarta: Al-i’tishom, 2012), Cet. I, Hlm. 75.
[2] Zainuddin Ahmad bin Abdullathif Al-Zabidy, Ringkasan shohihn Bukhari, Lahore: Dar Al-Kitab Wa Al-Sunnah, 2009), Cet. I, Hlm. 1038.
[3] Muhammad bin Ismail al-Amir ash-Shan’ani, Subulus salam, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2011), Cet. VI, Hlm. 609.
[4] Muhammad bin Ismail al-Amir ash-Shan’ani, Subulus salam, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2011), Cet. VI, Hlm. 609.
[5] Ibid.
[6] Muhammad ‘Ali Hasyimi, Syakhshiyatul Muslim, Jakarta: Al-i’tishom, 2012), Cet. I, Hlm. 94.
[7] Ramayulis,Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Kalam Mulia .2012) Cet 9. Hlm.101.
[8] Ibid.
[9] Ramayulis,Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Kalam Mulia .2012) Cet 9. Hlm.101.
[10] Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam tafsirnya al-Aisar menyebutkan bahwa: “Sesunggunya kemuliaan dan kesempurnaan yang ada pada diri seseorang itu berasal dari ruhnya (jiwanya) yang suci, akhlaknya yang baik, pendapatnya yang benar, kenalan serta pengalamannya yang banyak
[11] Abdul Majid Khon, Ilmu Pendidikan IslamHadis Tarbawi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), Cet. I, Hlm70.
[12]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet. III, Hlm. 226.
[13] Ibid.
[14] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet. III, Hlm.230.
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Ramayulis,Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Kalam Mulia .2012) Cet 9. Hlm.433.

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.