PERSAUDARAAN dan KERJASAMA


BAB VI
PERSAUDARAAN dan KERJASAMA

            Sesungguhnya Islam adalah agama yang berkembang. Nabi telah menaburkan benih-benih persaudaraan antar manusia ketika beliau menyeru kepada seluruh umat untuk beribadah hanya kepada Alloh dan melemparkan sesembahan –sesembahan palsu dan tiruan, yaitu sesembahan selain Alloh yang tidak mampu mendengar dan melihat, serta tidak mampu memberi kecukupan sedikitpun kepada orang fakir dan miskin.Islam telah menetapkan asas-asas persaudaraan di antara umatnya dan melindungi mereka dengan tembok perlindungan dan pemeliharaan yang diwujudkan dalam bentuk menjauhi akhlak yang jelek dan sifat-sifat yang tercela. Islam juga mengokohkan tali persaudaraan ini dengan asas saling mencintai karena Alloh, bukan di dasari tujuan  yang bersifat  temporal dan  rmudah lenyap atau tujuan-tujuan duniawi semata.
            Alloh telah menciptakan  manusia dari bahan yang sama , yaitu tanah, bukan hidup berpisah dan bercerai berai juga bukan  untuk saling berkelompok dan membentuk golongan sendiri-sendiri, tetapi untuk menegakan dan mengokohkan tali silaturahmi; mewujudkan rasa saling menyayangi; mewujudkan persaudaraan dan saling mengenal; mewujudkan  masyarakat yang saling menanggung beban orang lain yang di dasarkan pada kecintaan dan kebaikan, bukan untuk  kebencian dan dosa-dosa.        
            Persaudaraan disini adalah persaudaraan yang senantiasa mampu memperbaharui usangnya hubungan kekerabatan yang mengikata seluruh manusia. Juga mampu mengokohkan hubungan keturunan yang bersifat genetiks sampai kepada Adam melalui hubungan keturunan yang besifat rohani, yaitu ajaran agama-agama yang dihubungkan dan menyatu dalam risalah Islam.
            Persaudaraan ini merupakan ruh keimanan yang hidup dan inti emosional serta perasaan yang sangat halus yang disemaikan oleh seorang muslim kepada saudara-saudara muslimnya sehingga ia bisa ikut bersama mereka, seakan-akan mereka adalah dahan-dahan pohon yang menjulur keluar dari satu pohon besar, atau seakan-akan satu ruh yang hinggap dan menghidupi beberapa jasad yang teramat banyak.[1]
Hadits
أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ(متفق عليه)
Dari Ibnu `Umar zmelaporkan:.Rasulullahbbersabda: ”Seorangmuslimadalahsaudara (lain) Muslim, iatidakkesalahandiajugatidakmenyerahkannyakepada orang yang tidakdiasalahJikaadamemenuhikebutuhansaudaranya, Allah akanmemenuhikebutuhannya, jikasatumengurangiseorangmuslimdarikesulitan, Allah akanmeringankankesulitannyapada hsarikiamat, danjikaada yang menutupiseorang Muslim (dosa-dosanya), Allahfakanmenutupidia (nyadosa-dosa) di HariKebangkitan “. (HR.Mutafaq ‘alaihi)
Persaudaraan seorang muslim dengan seorang muslim yang lainya merupakan persaudaraan yang paling kuat, lebih kuat dari pada persaudaraan sedarah, karena persaudaraan nasab dapat berbeda-beda tujuanya, terkadang saudaramu yang senasab menjadi musuh dan kebencianmu, itu terjadi di dunia dan akhirat. Allohf berfirman dalam surat adz-Dzukhruf:67
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
Teman-teman akrab pada hari itu sebagianya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertqwa.(adz-Dzukhruf:67)
Persaudaraan dalam agama merupakan persaudaraan yang kokoh dan kuat di dunia dan akhirat, membawa manfaat bagi seseorang dalam kehidupannya dan sesudah kematianya. akan tetapi, persaudaraan seperti ini tidak mewajibkan seperti pada persaudaraan senasab berupa harta waris, kewajiban menafkahi, dan lain-lain.
            Kemudian sabda Rasululohbtidak boleh menzalimi dan menghinanya (membiarkanya celaka), “yakni tidak menzalimi hartanya, raganya, Harga dirinya dankeluarganya, yakni tidak menzaliminya dengan bentuk kezaliman apapun. Makna menghinakanya (membuatnya celaka) yakni tidak menyerahkanya kepada orang yang akan menzaliminya, dia harus membela dan melindunginya dari kejahatan orang tersebut. hal ini mencakup dua perkara:
1.Tidak menzaliminya
2. Tidak menyerahkanya kepada orang yang hendak menzaliminya, akan tetapi ia harus melindunginya.
Oleh karena itu, para ulama berkata,” seseorang wajib membela saudaranya, baik harga diri, raga maupun hartanya”. Membela harga diri maksudnya, apabila ia mendengar seseorang mencacinya dan membicarakan kejelekanya, maka ia wajib membelanya dari hal tersebut demikian raganya, jika ada seseorang ingin menykiti saudara seimanmu, sedangkan kamu mampu untuk membelanya maka kamu wajib membelanya. Begitu juga dengan harta jika ada seseorang yang ingin hajat mengambil hartanya, maka kamupun wajib membelanya. kemudian Nabi bersabada” sesungguhnya Allohf memenuhi hajat hamba selagi hamba tiu memenuhi hajat saudarnya”. yakni jika kamu membantu dan memenuhi kebutuhan saudaramu, maka Allohf akan membantu dan menolong hajatmu, sebagai balasan yang sesuai.
Dari hal ini dapat di pahami bahwa jika seseorang mendzalimi saudaranya, maka persaudaraanya berkurang, dan jika ia menyerahkan saudaranya pada seseorang yang ingin mendzaliminya maka persaudaranya  juga berkurang. Dan jika ia tidak memenuhi kebutuhan saudaranya, maka ia akan kehilangan sesuatu yang sangat besar yaitu Alloh yang memenuhi hajatnya. kemudian Nabi bersabda,” barang siapa yang melapangkan permasalahan saudaranya di dunia, maka Alloh akan melapangkan permasalahanya di akhirat.” Yang di maksud al-kurabu adalah sesuatu yang menyulitkan dan memberatkan seseorang, ada kesusahan dan ketidaktenangan dalam dirinya. Jika anda melapangkan kesempitan saudara anda ini, maka Alloh akan melapangkan kesempitan-kesempitan anda pada hari kiamat.
Melapangkan kesempitan itu bisa dalam beberapa hal, jika kesempitanya berupa harta benda maka kita bisa memberikanya harta untuk menghilangkan kesempitanya tersebut. Jika kesempitanya itu bersifat maknawi, maka melapangkanya dengan  cara menjaga dalam menolak kesempitan maknawi itu sampai kesempitan tersebut hilang. Jika kesempitan itu berupa kegelisahan dan kesedihan, maka berikan ia keluasan dan ketenangan, berikan ia penjelasan bahwa perkara itu hanya bersifat sementara, tidak akan selamanya, jelaskan juga bahwa dalam perkara ini terdapat pahala yang begitu besar, sehingga dapat mengurangi kesempitanya itu.
“Barang siapa yang menutupi saudara muslimnya maka Alloh akan menutupi nya di dunia dan di akhirat”, yakni menutup aibnya dan tidak memberiktakanya, maka sesungguhnya Alloh akan menutup aibnya di dunia dan akhirat, dan hal ini tidaklah mutlak,terdapat beberapa nash yang menunjukan bahwa hal ini tidaklah mutlak,  terkadang menutup aib ini merupakan perintah yang terpuji, terkadang juga merupakan sesuatu yang diharamkan. Ketika kita melihat seseorang melakukan kemaksiatan, ia seseorang yang keji, gemar dalam berbuat kemaksiatan, menutupinya dari keadaan tersebut tidak akan menambah sesuatu kepadanya, kecuali keburukan, maka dalam hal ini janganlah kita menutupinya, bahkan kita harus sampaikan hal tersebut kepadanya agar ia dapat mencegahnya sehingga tercapailah apa yang dimaksud. Namun, jika keburukan tersebut tidak sirna, tetapi malah menimbulkan kekeliruan maka yang terbaik adalah menutupi aibnya dan tidak menjelaskanya kepada seorang pun baik pada orang yang bertanggung jawab maupun yang lainya. dan jika kamu menutup aibnya maka Alloh akan menutup aibmu di dunia dan akhirat.
Demikian menutupi aib fisiknya, jika pada fisiknya terdapat aib, seperti luka yang membekas pada kulitnya, penyakit kusta, panu dan lain sebagainya, ia berusaha menutupinya dan tidak suka jika aibnya itu diketahui oleh orang lain, maka anda wajib menutupinya. Jika anda menutupinya, maka Alloh akan menutupi aibmu di dunia dan akhirat. Demikian juga jika ia seseorang yang buruk perilakunya, namun ia menampakan dirinya murah hati, sedangkan anda mengetahui bahwa ia tidak demikian, maka tutuplah aibnya.Barang siapa yang menutupa aib seorang muslim, maka Alloh akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat. Maksud menutupi disini sebagai mana yang dikatakan , jika dikaikan dengan perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan oleh seseorang maka terbagi menjadi dua bagian: pertama dari seseorang yang begitu gemar melakukan kemaksiatan, maka kita tidak perlu menutupinya.
Kedua kesalahan yang dilakukan karna khilaf, maka hal ini yang harus kita tutupi. Adapun pada perkara lainnya, maka usaha menutupi aib itu lebih sempurna dan lebih utama. dan Allohlah tempat kita meminta pertolongan.[2]
Allohf berfirman dalam surat al-Hujurot:10
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
            “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikan lah antara keduasaudaramu dan bertakwalah kepada Allohf supaya kamu mendapat rahmat”(QS al-Hujurat:10)
            Oleh karena itulah, selayaknya dan wajib atas setiap atas setiap muslim untuk berusaha menjaga ikatan tali ukhuwah dengan seudaranya sesama muslim, melestarikan dan menjaganya dengan segala cara, serta mewaspadai perkara-perkara yang dapat merusak ukhuwah ini atau mengganggunnya. Semua ini tidak akan terwujud kecuali dengan berusaha menegakan hak-hak ukhuwah dan adab-adab yang berkaitan dengannya.[3]
Mengenai persaudaraan sesama muslim ini juga telah di contoh kan oleh para sahabat, yaitu ketika  Rasulullohb dan para sahabat berhijrah keMadinah dan meninggalkan semua hartanya, meninggalkan istrinya dan meninggalkan rumah-rumahnya, tapi para penduduk madinah (Ansor) rela berbagi harta dengan mereka (Muhajirin), sehingga ada salah seorang di kalangan Ansor ( Sa’ad bin ar-Rabiz) yang memiliki dua istri berkata kepada salah seorang dari kalangan muhajirin (Abdurrahman bin ‘Aufz): pilihlah salah satu di antara dua istriku yang engkau sukai. Saya akan menceraikanya, agar kemudian engkau dapat menikahinya”.[4]
Bahkan Rasulullohb mengibaratkan dalam haditsnya bahwa seorang muslim dengan muslim lainya adalah seperti satu tubuh
مَثَلُ المُؤمِنِينَ فِي تَوَادِهِمْ وَتَراحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ اْلجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِر اْلجَسَدِ بِالسَّهْرِ وَاْلحُمَى
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam cinta-mencintai, kasih mengasihi dan sayang menyayangi adalah seperti satu tubuh, apabila ada salah satu anggotanya merasa sakit, maka seluruh tubuhny juga akan merasakan sakit dengan demam dan tidak dapat tidur”(HR Muslim)[5].
            Tentang kerja sama Allohf berfirman dalam surat al-Maidah:2
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
          Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”
            Ibnu Katsirv menjelaskan bahwa Alloh memerintahkan hamba-hambanya yang beriman agar saling tolong menolong dalam melakukan berbagai kebajikan. dan itulah yang di maksud kata al-bir. Dan tolong menolonglah kalian dalam meninggalkan berbagai kemungkaran. Dan inilah yang di maksud dengan takwa (dalam arti sempit, yakni menjaga untuk tidak melakukan kemungkaran)
            Allohf pun melarang mereka dari saling membela dalam kebatilan dan tolong menolong dalam dosa dan keharaman. Ibnu Jarir berkata al-itsm (dosa) ialah meningglkan apa yang diperintahkan Allohf untuk di kerjakan. Sedangkan al-‘udwan (pelanggaran) ialah melanggar batasan-batasan Allohf yang telah Dia tentukan dalam agama, dan melanggar kewajiban-kewajiban yang berkenaan dengan diri kalian pribadi atau berkaitan dengan orang lain.
            Imam Ahmadv meriwayatkan dari Anas bin Malik, ia mengatakan Rasululllohb bersabda
انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا " . قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، هَذَا نَصُرُتُهُ مَظْلُومًا، فَكَيْفَ اَنْصُرُهُ اذَا كاَنَ ظَالِمًا قَالَ: " تَحْجُزُهُ تَمْنَعُهُ، فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُه
            "Tolonglahsaudaramu, baik yang zhalimmaupun yang di zhalimi.”ditanyakan ,”WahaiRasululloh, orang yang di zhalim (jelas) akan kami tolong. lantasbagaimana kami melolongnyajikaiaberbuatzhalim?” beliaumenjawab, “(jika) kamumengahalanignyadarikezhalimannyamakaitucarakamumenolongnya.”

            al-Bukharijugameriwyatkannyasendirian , jugadarijalurHusyaim yang senadadenganya
الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ، وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ، أَعْظَمُ أَجْرًا مِنَ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ، وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ
“Orang mukmin yang bergauldengan orang banyakdanbersabarmenghadapigangguanmerekalebihbanyakpahalanya, daripada orang yang tidakbbergauldenganmanusiadantidakbersabarterhadapgangguanmereka” [6]




[1]Al-Husaini Mushthafa ar-Ris 7 Golongan Yang Dinaungi Allah Jakarta: Najla Press 2006
[2]Syeikh Muhammad Bin Shalih al-Utsaimin Syarah Riyadussalihin jilid 2 Jakarta, Darussunah 2010 Hal 271
[3]‘Abdul Aziz bin Fathi As-Sayid Nada Enskopedi Adab Islam Jakarta, Pustaka Imam Syafii’ 2007 Hal 55
[4]Dr. Utsman bin Muhammad al-Khamis Inilah Faktanya Jakarta Pustaka Imam Syafii’ 2013 Hal 38
[5]Syeik Shafifurrahman al-Mubarakfuri Shahih Taffsir Ibnu Katsir Jilid 8 Bogor, Pustaka Ibnu Katsir 2006 Hal 457
[6] Ibid

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.