MAKALAH KEMENTRIAN AGAMA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Proses perkembangan pendidikan dalam suatu negara sangat terkait erat dengan lembaga-lembaga yang berjalan di dalam negara tersebut. Begitu pula dengan perkembangan pendidikan yang ada di Indonesia yang mengikuti gerak laju suatulembaga, dalam hal ini adalah kementrian agama.Makadalammakalahiniakandisajikanpembahasanmengenai proses perkembanganpendidikandanketerkaitannyadengankementrian agama.
B.     Rumusanmasalah
1.      SejarahKementrian Agama danPerkembanganPendidikan Islam di Indonesia
2.      Perkembangan Madrasah di Indonesia
3.      PerkembanganPerguruanTinggi di Indonesia
C.     Tujuan
Untukmengetahuibagaimanaperkembanganpendidikan di Indonesia kaitannyadengansejarahkementrian agama.











BAB II
PEMBAHASAN

A.      Kementrian Agama dan awal pendidikan islam di Indonesia
Perkembangan pendidikan islam setelah kemerdekaan sangat terkait dengan peran kementrian agama yang mulai resmi berdiri 3 januari 1946. Lembaga ini secara insiatif memperjuangkan politik pendidikan islam di Indonesia. Secara lebih spesifik usaha ini ditangani oleh suatu bagian khusus yang mengurusi masalah pendidikan agama.[1] Di tengah berkobarnya revolusi fisik, pembinaan pendidikan agama itu secaraformal institusional dipercayakan kepada Departemen agama dan Dep dik Bud. Oleh karena itu maka dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara kedua departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta). Adapun pemnbinaan pendidikan agama di sekolah agama ditangani oleh Departemen Agama sendiri.[2]
Pemerintah membentuk Majjelis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam pada tahun 1947, yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantoro dari Departemen P & K dan Prof. Drs. Abdullah Sigit dariDepartemen Agama. Tugasnya ikut mengatur pelaksanaan dan materi pengajaran agama yang diberikan di sekolah umum. Pada tahun 1950 dimana kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh Indonesia, maka rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia makin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin oleh Prof. Mahmud Yunus dari Departemen Agama dan Mr. Hadi dari Departemen P&K. Hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951.[3]
Penyelenggaraan pendidikan agama mendapatperhatian serius dari pemerintah setelah Indonesia merdeka, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang danjurkan oleh Badan Pekerja Komite nasioanal Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, yang menyebutkan bahwa Madrasah dan Pesantren pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerahan rakyat jelata yang sudah berurat akar dalammasyarakat Indonesia umumnya, hendaknya pula mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntutan dan bantuan dari pemerintah.
Kenyataan ini timbul karena kesadaran umat islam yang dalam, setelah sekian lama mereka terpuruk di bawah kekuasaan penjajah. Sebab pada zaman penjajahan Belanda pintu masuk pendidikan modern bagi umat islam terbuka secara sangat sempit.Dalamhalini minimal adaduahal yang menjadipenyebabnya, yaitusikapdankebijakanpemerintahankolonial yang amatdiskriminatifterhadapkaummuslimin.Poltik non kooperatifparaulama' terhadapbelanda yang memfatwakanbahwaikutsertadalamBudaya Belanda, termasukpendidikanmodernnyaadalahsuatubentukpenyelewengan agama.
Demikianlahdiantarabeberapafaktor yang menyebabkanmengapakaummuslimin Indonesia amattercecerdalamsegiintelektualitasketimbanggolongan lain. Akan tetapikeadaanberubahsecararadikalsetelahkemerdekaan Indonesia tercapai.
Dasar Negara yang telahdisepakatibersamasaatmendirikan Negara adalahPancasila yang tertuangdalampembukaan UUD 1945 danmerupakankesatuan yang takterpisahkandenganBatangTubuh UUD 1945.Pancasiladan UUD 1945 inilah yang kemudiandijadikanpangkaltolakpengelolaan Negara dalammembangunbangsa Indonesia.SesuaidengansilapertamaPancasilayaituketuhanan Yang MahaEsa, yang berartibahwakehidupanberagama di Indonesia secarakonstiitusionaldijaminkeberadaannyasepertitercantumpadapasal 29 UUD 1945.Sebagaijaminankonstitusionalinimembawakonsekuensibahwapemerintahantidakhanayamenjaminkeabsahantiappendudukuntukmemelukagamanyamasing-masingdanberiabadahmenurutagamanyadankepercayaannyaitu yang secarakonkrittelahdisebutkanpadapasaltersebut, melainkanjugasekaligusmenjamin, melindungi, membinadanmengembankansertamemberibimbimngandanpengarahan agar kehidupanberagamadapatdilaksanakandi Indonesia dengansebaik-baiknya.[4]
Orientasiusahakemetrian agama dalambidangpendidikanislambertumpupadaaspirasiumatislam agar pendidikan agama di ajarkan di sekolah-sekolah, di sampingjugapengembangan madrasah. Usaha iniditanganiolehbagiankhusus, yaitubagian yangmenanganimasalahpendidikan agama. Adapauntugasbagianiniadalah:
1.      Memberipengajaran agama di sekolahnegeridanpartikelir.
2.      Memberipengetahuanumum di Madrasah.
3.      MengadakanPendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) danPendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN)
Tugaspertamadankeduadimaksudkanuntukberupayauntukupayakonvergensipendidikandualistik, sedangkantugas yang ketigadimaksudkanuntukmemenuhikebutuhanpegawaiKementrian Agama.
Sehubungandengan hal di atasperkembanganpendidikanislammasakemerdekaandapat di lihatdariduaaspek: (1) Perkembangan madrasah (2) perkembanganPerguruanTinggi Islam.
B.       Perkembangan madrasahdanperkembanganPerguruanTinggi
1.      Perkembangan Madrasah
a.    Masa awal kemerdekaan sampai orde baru
Perkembangan madrasah terkait eratdengan peran kementrian agama RI sebagai andalan politis yang dapat mengangkat posisi madrasah sehingga memperoleh perhatian yang terus menerus di kalangan pengambil kebijakan. Tentunya, tanpa melupkan usha-usaha kerasyang sudah dirintis oleh sejumlah tokoh, seperti KH.Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy’ari, dan Mahmud Yunus. Dalam hal in, kementrian agama secara lebih tajam mengembangkan program-program perluasan dan peningkatan mutu madrasah.
Madrasah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan diakui oleh negara secara formal pada tahun 1950. UU no. 4 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah pada pasal 10 disebutkan “belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan kementrian agama, sudah dianggap memenuhi kewajiban belajar”. Untuk mendapatkan pengakuan dari kementrian agama, madrasah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran agama paling sedikit 6 jam seminggu secara teratur disamping mata pelajaran umum.
            Perubahan yang terjadi pada madrasah dimulai dengan dibukannya Madrasah Wajib Belajar (MWB) pada awal tahun 50-an oleh kementrian agama dibawah mentri agama KH.Wahid Hasym. Tujuan MWB ini diarahkan kepada pengembangan jiwa bangsa, yaitu kemajuan di bidang ekonomi,industri dan transmigrasi dengan kurikulum yang menyelaraskan tiga perkembangan yaitu, perkembangan otak, perkembangan hati, dan perkembangan keterampilan tangan.
            Adanya MWB ini dimaksudkan sebagai usaha awal untuk memberikan bantuan dan pembinaan madrasah dalam rangka penyeragaman materi kurikulum dan sistem penyelenggaraannya, dalam upaya peninggkatan mutu Madrasah Ibtidaiyah.
Namu kenyataannya MWB ini tidak terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Diantara faktor penyebabbnnya adalah ;

1.      Keterbatasan sarana dan prasarana
2.      Ketidakmampuan pemerintah untuk mempersiapkan guru
3.      Kurang antusiasnya masyarakat dan penyelenggara Madrasah
4.      Masyarakat menganggap dengan porsi 25% mata pelajaran agama, maka MWB kurang memenuhi persyaratan sebagai lembaga pendidikan agama.
Akhirnya pemerintah mendirikan sistem madrasah yang lebih memenuhi persyaratan dan keinginan masyarakat. Madrasah tersebut terdiri dari tiga tingkatan, yaitu :
1.      Madrasah Ibtidaiyah, lama pendidikannya 6 tahun
2.      Madrasah Tsanawiyah Pertama, lama pendidikannya 4 tahun
3.      Madrasah Tsanawiyah Atas, dengan lama pendidikan 4 tahun
Penjenjangan ini digagas oleh Mahmud Yunus sebagai Kepala Seksi Islam pada kantor agama Provinsi, sedangkan kurikulum yang diselenggarakan terdiri atas sepertiga pelajaran agama dan sisanya pelajaran umum. Perkembangan madrasah yang cukup penting pada masa orde lama adalah berdirinnya Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri ( PHIN). Tujuan pendirian lembaga ini adalah untuk mencetak tenaga-tenaga profesional yang siap mengembangkan madrasah sekaligus ahli dalam bidang keagamaan.
b.   Perkembangan madrasah pada masa orde baru ( 1965-1997) 
Sejak terjadinnya peristiwa G 30 S / PKI, maka sejak tanggal 1 oktober 1965, bangsa Indonesia beusaha mengahancurkan G 30 S / PKI sampai ke akar-akarnya. Bangsa Indonesia memasuki babak baru yang disebut Orde Baru .
Kehidupan sosial, agama dan politik di Indonesia sejak tahun 1966 mengalami merubahan yang sangat besar. Periode ini disebut zaman  orde baru dan zaman munculnnya angkatan baru yang disebut angkatan 66. Peerintahan orde baru bertekad sepenuhnnya untuk kembali kepada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni. Pemerintahan dan rakyat akan membangun manusia seutuhnnya dan masyarakat Indonesia seluruhnnya. Yakni membangun bidang rohani dan jasmani untuk kehidupan yang baik, di dunia dan di akhirat sekaligus (simultan). Oleh karena itu,orde baru disebut juga sebagai orde konstitusional dan orde pembangunan.[5]
Usaha kementrian agama pada masa orde baru untuk meningkatkan mutu madrasah tampaknya bergulir terus, disamping adanya usaha untuk mengihilangkan dualisme sistem pendidikan menuju mono sistem pendidikan. Usaha tersebut tidak hanya tugas dan wewenang kementrian agama saja tetapi juga tugas pemerintah secara keseluruhan bersama dengan umat islam. Perkembangan madrasah pada masa oerde baru dapat pula dibagi atas beberapa priode;
a.       Perkembangan Madrasah sebelum  UU No. 2 Th. 1982 tentang sistem pendidikan Nasional
Perubahan pada Madrasah dilanjutkan pada masa orde baru. Sewaktu Dept. Agama dipimpin oleh Dr. Mukti Ali, MA , beliau mengeluarkan surat keputusan bersama mentri Agama , menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta menteri Dalam Negeri tentang peningkatan mutu pendidikan Madrasah. Dalam rangka merealisasikan SKB tiga Menteri tersebut, maka pada tahun 1976 Dept. Agama menetapkan kurikulum standar untuk dijadikan acuan oleh Madrasah, baik untuk MI, MTs, maupun Madrasah Aliyah.
Kurikulum yang dikeluarka tersebut, juga dilengkapi dengan :
a.       Pedoman dan aturan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran pada Madrasah, sesuai dengan aturan yang berlaku pada sekolah-sekolah umum.
b.      Diskripsi berbagai kegiatan dan metode penyampaian program untuk setiap bidang studi, baik untuk bidang studi agama, maupiun bidang studi  pengetahuan umum.
Dengan diberlakukannya kurikulum standar yang menjadi acuan, maka berarti telah terjadi keseragaman Madrasah dalam bidang studi Agama, baik kwalitas maupu kwantitasnnya, dan adanya pengakuan persamaan yang sepenuhnnya anatara Madrasah-madrasah dengan sekolah-sekolah umum yang setaraf, serta Madrasah akan mampu berperan sebagai lembaga pendidikan yang memenuhi dan sesuai dengan kebutuhan Masyarakat dan mampu berpacu dengan sekolah-sekolah umum dalam rangka mencapai  tujuan pendidikan Nasional.

b. Perkembangan Madrasah dalam pelaksanaan UU RI NO. 2 Th.1989 tentang SISPENAS   
Langkah-langkah strategis lainnya dalam rangka pengembangan Madrasah menjadi sekolah umum dapat diwujudkan setelah diberlakukannya UU No. 2 th. 1989 tentang SISPENAS.
c.       Perkembangan Madrasah pada masa Reformasi (1997 - sekarang)
1.      Perkembangan Madrasah sebelum lahirnnya UU No.20 th. 2003 tentang SISDIKNAS
Setelah keruntuhan orde baru dan bangkitnnya orde reformasi, maka arus demokratisasi demikian derasnya dalam kehidupan masyarakat saat ini. Inti dan hakikat arus demokrasi itu adalah pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan arus bawah. Indonesia setelah era reformasi ini merealisasikan kehendak sebagian besar masyarakat indonesia untuk adannya otonomi daerah. Berkenaan denga itu lahirlah UU No. 22 th. 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 25 tentang Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dan diiiringi pula PP No. 25 th. 2000 tentang kewenanangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom.
Adapun pengertian daerah otonomi secara umum mengandung pengertian sendirinnya, ada juga memberi arti kemandiriaan ini dalam konteks bebas dalam wujud memilih yang disertai adannya kemampuan. Penyelengaraan otnomi daerah dilaksanakan dengan memberi kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proforsional yang diwujudkan dalam peraturan, pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta Perimbangan antara keuangan pusat dan daerah.
2.      Perkembangan madrasah pada masa reformasi ini dapat pula dibagi kepada 2 periode yaitu :
a.       Perkembangan madrasah senbelum pelaksanaan UU. No. 20 th. 2003 tentang SIDIKNAS
b.      Perkembangan madrasah dalam pelaksanaan UU. No. 20 th.2003 tentang SISDIKNAS

2.      Perkembangan perguruan tinggi islam
PendidikanTinggi ( PT) merupakan jenjang pendidikan yang dilaksanakan setelah Mekolah Menengah Atas.
Perguruan tinggi islam (PTI) sebenarnnya sudah dibuka semenjak sebelum kemerdekaan RI. Mahmud Yunus sudah mendirikan PTI pertama tanggal 09 Desember 1940 di Padang Sumbar, dengan nama Islamic College. Lembaga tersebut terdiri daroi 2 Fakultas, yaitu Syariat/ Agama dan Pendidikan Serta Bahasa Arab. Tujuan yang ingin dicapai lembaga ini adalah untuk mendidik Ulama-Ulama.[6]
Pada tahun 1945 tepatnnya 08 Juli 1945 dengan bantuan pemerintah pendudukan Jepang, disaat peringatan Isra Mi’raj Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wassalam didirikan sekolah Tinggi Islam di Jakarta. Tujuan dari pendidikan lembaga pendidikan Tinggi ini pada mulannya adalah untuk mengeluarka alim ulama yang intelek, yaitu mereka yang memperlajari ilmu pengetahuan agana Islam secara Luas dan mendalam, serta mempunyai pengetahuan umum yang perlu dalam masyarakat modern sekarang. Sebelum belajar pada lembaga pendidikan ini diberikan program-program. Program Matrikulasi ini terbuka bagi pemegang ijazah sekolah menengah Hindia Belanda dahulu, dan juga bagi mereka yang telah lulus dari suatu madrasah Aliyah. Kedua jenis lulusan ini pada umumnya memerlukan kursus pendahuluan selama 1 atau 2 tahun. Bagi lulusan Sekolah menengah Hindia Belanda, dimaksud untuk menambah pengetahuan bahasa arab dan pengetahuan agama, sedangkan bagi alumnus madarasah Aliyah untuk memperoleh mutu yag lebih Tinggi dalam pengetahuan umum. Sedangkan mengenai karir di masa depan bagi para lulusan, disebutkan jabatan-jabatan :
1.      Sebagai guru agama pada berbagai macam sekolah.
2.      Pejabat pada peradilan agama
3.      Sebagai pegawai negeri dan dinas keagoamaan

Namun pada bulan Desember 1945, tatkala Jakarta diduduki dan dikuasai oleh pasukan sekutu dibawa pimpinan Jendral Cristianson,maka utuk sementara perguruan tinggi ini terpaksa ditutup, dan baru pada tanggakl 10 April 1946 perguruan tinggi ini dibuka kembali dengan mengambil tempat di Yogyakarta.
Perguruan Tinggi Islam Negeri terdidri dari Fakultas-Fakultas keagamaan mulai mendapat perhatian pada tahun 1950. Pada taggal 12 Agustus 1950., fakultas agama UII dipisahkan dan diambil alih oleh pemerntah. Pada tanggal 26 September 1951 secara resmi dibuka perguruan tinggi baru dengan nama PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri) dibawah pengawasan kementrian agama. Pada tahun 1957, di Jakarta didirikan akademi dinas ilmu agama (ADIA).akademi ini bertujuan sebagai sekolah latihan bagi para pejabat yang berdinas di pemerintahan( kementrian agama) dan untuk pengajaran agama di sekolah. Pada tahun 1960 PTAIN dan ADIA disatukan menjadi IAIN, sehingga PTAIN di Yogyajarta berubh nama menjadi IAIN Sunan Kalijaga, sedangkan ADIA Jakarta berubah nama menjadi IAIN Syarif Hidayatullah.
Setelah itu, IAIN terus berkembang dan menyebar ke berbagai daerah Indonesia. Samapai akhir 70-an jumlah IAIN untuk seluruh Indonesia sudah berjumlah 14 Buah.
Selanjutnya IAIN dari segi Kuantitatif semakin berkembang sehingga banyak sekali Fakultas Cabang yag di buka di daerah-daerah kabupaten dan kota yang jauh dari fakultas induknnya sehinnga sulit sekali untuk ditingkatkan mutunya. Akhirnya Depag mengadakan peraturan rasionalisasi fakultas cabang di seluruh indonesia. Dengan adanya peraturan ini maka fakultas cabang di daerah yang tidak memenuhi persyaratan dihapuskan.
              Dalam merespon perkembangan zaman, IPTEK, dan masyarakat sekarang ini banyak IAIN dan STAIN telah berubah menjadi  Universitas Islam Negeri (UIN). Perubahan tersebut dilakukan karena beberapa hal ; pertama, keberadaan PTAIN sekarang ini tidaklagi hanya bertujuan untuk melahikan para ulama yang intelek tetapi uga para intelek ulama atau cendekiawan muslim yang keberadaannya harus mampu merespon permasalahan zaman yag semakin kompleks. Kedua, keberadaan PTAIN menjadi alternatif tumpuan masyarakat dunia dalam menggali berbagai macam ilmu keterampilan yang dapat digunakan dalam dunia kerja. Ketiga, keinginanuntuk meraih kembali masa kejayaan islam pada masa klasik, dimana dari perguruan tinggi islam, masa daulah abasiyah di Bagdad (Irak) dan daulah bani umayah di andalus (Spanyol) telah menghasilkan ilmuan bukan saja dalam bidang ilmu pengetahuan agama, tetapi juga ilmuan dalam berbagai bidang pengetahuan umum.







DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis.2011. Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta: KalamMulia
Zuhairini, dkk. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, cet. 11



[1] Ramayulis.2011. Sejarah Pendidikan Islam. Hlm 347
[2] Zuhairini, dkk. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm 153
[3] Zuhairini, dkk. 2011. Sejarah Pendidikan Islam.. Hlm 154
[4] Ramayulis.2011. Sejarah Pendidikan Islam. Hlm 349
[5] Zuhairini, dkk. 2011. Sejarah Pendidikan Islam.. Hlm 156
[6] Ramayulis.2011. Sejarah Pendidikan Islam. Hlm 368

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.