Bagaimana Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Menetapkan Aqidah


Ahlus Sunnah wal Jama'ah memiliki ciri-ciri khusus dalam menetapkan aqidah, di antaranya adalah :

1. Sumber pengambilan aqidah menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah al-Qur'an, as-Sunnah, dan ijma salafussholih. 
Maka aqidah apa saja yang bersumber dari selain itu adalah kesesatan dan kebid'ahan. Hal ini sebagaimana firman Alloh   : 

“Kemudian jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah hal tersebut kepada Alloh (al-Qur'an) dan Rosul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Alloh dan hari akhir…” (QS. an-Nisa' [4] : 59) 
Adapun dalil tentang ijma’ (konsensus umat) sebagai sumber hukum adalah firman Alloh   :

“Dan barangsiapa yang menentang Rosul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisa' [4] : 115)
Menurut Imam asy-Syafi’i  , ketika menafsirkan jalan orang-orang beriman dalam ayat di atas adalah merupakan dalil tentang kehujjahan ijma.

2. Setiap hadits shohih yang bersumber dari Rosu-lulloh   wajib kita terima dan kita amalkan walaupun hadits ahad, baik dalam perkara aqidah maupun dalam perkara lainnya. 

Karena para ulama salaf dan kholaf sejak zaman Sahabat hingga sekarang tidak ada yang menolak hadits ahad sebagai sumber dalil.
Alloh   berfirman:

 “…Apa saja yang datang dari Rosul kepada kalian, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh amat keras hukuman-nya.”(QS. al-Hasyr [59] :7 )

3.Hadits dho'if (lemah) dan hadits maudhu (palsu) tidak boleh menjadi landasan hukum dan untuk men-syariatkan suatu amalan peribadatan. 

Sebagian ulama hanya membolehkan hadits dho'if untuk motivasi suatu amal shaleh yang ada dasarnya dalam syariat Islam, selama hadits itu tidak lemah sekali. Adapun membuat syariat baru dengan landasan hadits dho'if maka masuk dalam ancaman, sabda Rosululloh  :

 (( مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ))
“Barangsiapa yang berdusta atas nama ku secara sengaja maka persiapkanlah tempatnya di neraka.” (HR. Bukhori dan Muslim)  

4. Yang menjadi rujukan dalam memahami al-Qur'an dan as-Sunnah (hadits) adalah nash-nash (teks) dari  al-Qur'an maupun hadits, karena yang satu dengan yang lainnya saling menjelaskan. 

Kemudian dengan pemahaman  salafus sholih dari generasi Sahabat, Tabi'in dan Tabi'ut tabi'in serta para ulama yang mengikuti jejak mereka. Tidak boleh memahami al-Qur'an dan as-Sunnah dengan logika, mimpi, bisikan hati dan lainnya yang bertentangan dengan pemahaman salaf. 

5. Para Sahabat semuanya adil, mereka adalah umat terbaik sepanjang umur dunia ini. Oleh karena itu wajib bagi kita mencintai mereka dan haram mencelanya. Karena Alloh    telah memuji mereka di banyak ayat suci al-Qur'an dan meridoi mereka semua. Sahabat yang paling afdhol adalah Khulafa ar-Rosyidin sebagaimana urutan mereka dalam khilafah. Yang pertama adalah Abu Bakar  , kemudian ‘Umar  , lalu ‘Utsman bin 'Affan  , dan terakhir adalah ‘Ali bin Abi tholib  .
Alloh   berfirman:

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridho kepada mereka dan merekapun ridho kepada Alloh dan Alloh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. at-Taubah [9] : 100)
Barangsiapa yang membenci atau mencela mereka, maka orang itu berada dalam kesesatan bahkan bisa sampai pada derajat kekufuran.

)) لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِى فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَه ((
“Janganlah kalian mencela sahabatku, demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, seandainya salah seorang dari kalian menafkahkan emas sebesar gunung Uhud, maka (kebaikan) itu tidak akan sampai satu mud (sepenuh dua telapak tangan) kebaikan mereka, dan tidak juga setengah mud.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)

6.Pokok–pokok agama semuanya telah dijelaskan  oleh Nabi Muhammad  . 
Tidak boleh bagi seorangpun seorangpun menambah–nambah atau membuat sesuatu yang baru, yang tidak ada contohnya dari Rosululloh    dan mengklaim bahwa itu bagian dari agama. Karena Alloh   telah menyempurnakan agama ini.

“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam sebagai agama bagi kalian… ” (QS. al-Maidah [5] : 3)

Rosululloh   bersabda:
(( مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌ ))
“Barangsiapa yang mengada-ada  dalam urusan (agama) kami ini, sesuatu yang bukan bagian dari agama itu, maka amalannya tertolak.” (HR. Bukhori dan Muslim)
7. Setiap perkara yang baru dalam agama adalah bid'ah dan seluruh perbuatan bid'ah adalah menyesatkan tidak ada bid'ah yang baik.
  
Rosululloh   bersabda:
 ((... وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌَ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٌ ))
“Hati-hatilah kalian dari perkara yang baru (dalam agama) karena setiap perkara yang baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah menye-satkan.” (HR. at-Tirmidzi)

8. Akal dan fitroh yang sehat tidak akan pernah bertentangan dengan dalil yang shohih. 

Ketika ada kerancuan berpikir mengenai al-Qur'an dan as-Sunnah, maka kedua nash tersebut (al-Qur'an dan as-Sunnah) harus lebih dikedepankan daripada akal.

9. al-Qur'an adalah sumber yang maksum, artinya kebenaran yang ada di dalamnya adalah kebenaran mutlak dan tidak mungkin ada kesalahan. 

Alloh   berfirman:

“Alif laam miin, Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.” (QS. al-Baqoroh [2] : 1-2)
Begitu juga sabda (hadits) Rosululloh   adalah maksum yang tidak boleh dikritisi, atau diper-tanyakan lagi kebenarannya. Karena tidaklah beliau bersabda melainkan hal tersebut merupakan wahyu dari Alloh  .
Alloh   berfirman:

 “Dan tidaklah Rosululloh    berbicara menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepada-nya).” (QS. an-Najm [53] : 3-4)Begitu juga para ulama ketika mereka berijma' (bersepakat) terhadap sesuatu, maka ijma' mereka adalah maksum. Meskipun perorangan mereka tidaklah maksum.

Rosululloh   bersabda:
   (( إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَدْ أَجَارَ أُمَّتِيْ أَنْ تَجْتَمْعَ عَلَى ضلالَةٍ ))
“Sesungguhnya Alloh   telah melindungi umatku untuk bersepakat di atas kesesatan.” (Sohihul jaami)

10. Wajib bagi kita mengimani bahwa Nabi Muhammad   adalah Nabi terkahir, dan wahyu dari Alloh sudah terputus dengan wafatnya beliau  . 

Barangsiapa yang meyakini adanya Nabi atau mendapatkan wahyu setelah beliau wafat, maka dia telah kafir. 
Alloh   berfirman:

“Nabi Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi ia adalah Rosululloh dan penutup Nabi-nabi. Dan adalah Alloh Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. al-Ahzab [33] : 40)

11. Berserah diri (taslim), patuh dan taat hanya  kepada Alloh   dan Rosul-Nya, secara lahir dan bathin. 

Tidak boleh menolak sesuatu dari al-Qur'an dan as-Sunnah yang shohih, (baik menolaknya itu) dengan qiyas (analogi), perasaan, kasyf  (Iluminasi atau penyingkapan tabir rahasia sesuatu yang ghaib), ucapan seorang syeikh, ustadz, kyai, atau pun pendapat imam-imam lainnya. Alloh   berfirman:

“Maka demi Robbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (sebagai) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. an-Nisa' [4] : (65)
Barangsiapa menolak dalil yang shohih dari al-Qur'an dan hadits dengan alasan bertentangan dengan pendapat madzhabnya, atau gurunya, maka ia telah menjadikan perkataan mereka sebagai tandingan bagi hukum Alloh  
Alloh   berfirman:

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Robb selain Alloh.” (QS. at-Taubah [9] : 31)

‘Adi bin Abi hatim   suatu hari membaca ayat ini lalu datang kepada Rosululloh   dan berkata: "Wahai Rosululloh   kami tidak pernah menyembah mereka." Maka Rosululloh   menjawab, “Bukankah mereka menghalalkan apa yang diharamkan oleh Alloh, dan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Alloh, lalu kalian mengkutinya?” Maka Ady menjawab,  “Betul, wahai Rosululloh” Rosululloh   bersabada, “Itulah ibadah kalian kepada mereka. ”

TULISAN MENARIK LAINYA : ISTILAH-ISTILAH PENTING DALAM MEMPELAJARI ILMU AQIDAH

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.