KISAH ASIYAH, TETAP TEGAR DI BAWAH SANG SUAMI YANG KAFIR



Ketika wanita disebutkan, langsung yang terbayang dalam benak kita adalah sosok lemah dan tak berdaya. Dengan lemahnya fisik, Alloh   tidak membebankan tanggung jawab nafkah di pundak wanita, memberi banyak keringanan dalam ibadah dan perkara lainnya. Mereka adalah sosok yang mudah mengeluh dan tidak tahan dengan beban yang menghimpitnya. Dengan kebengkokannya sehingga Rasulullah   memerintahkan untuk bersikap lemah-lembut dan banyak mewasiatkan agar bersikap baik kepadanya. Oleh karena itu, tidak mengherankan kiranya jika Alloh   dengan segala hikmah-Nya mengamanahkan kaum wanita kepada kaum laki-laki.

Namun, kelemahan itu tidak harus melunturkan keteguhan iman. Sebagaimana keteguhan salah seorang wanita, istri dari seorang suami yang menjadi musuh Alloh   Robb alam semesta. Seorang suami yang angkuh atas kekuasaan yang ada di tangannya, dusta lagi kafir kepada Robbnya. Isteri yang akhirnya harus disiksa oleh tangan suaminya sendiri, karena keimanannya kepada Alloh   Dzat Yang Maha Tinggi lagi Mulia. Dialah Asiyah binti Muzahim, istri Fir’aun.

Ketika mengetahui keimanan istrinya kepada Alloh  , maka murkalah Fir’aun. Dengan keimanan dan keteguhan hati, wanita shalihah tersebut tidak goyah pendiriaannya, meski mendapat ancaman dan siksaan dari suaminya.
Kemudian keluarlah sang suami yang dzalim ini kepada kaumnya dan berkata pada mereka: “Apa yang kalian ketahui tentang Asiyah binti Muzahaim?” Mereka menyanjungnya. Lalu Fir’aun berkata lagi kepada mereka: “Sesungguhnya dia menyembah Tuhan selainku.” Berkatalah mereka kepadanya: “Bunuhlah dia!” Alangkah beratnya ujian wanita ini, disiksa oleh suaminya sendiri.

Penyiksaanpun dimulai, Fir’aun mulai memerintahkan para algojonya untuk memasang tonggak. Diikatlah kedua tangan dan kaki Asiyah pada tonggak tersebut, kemudian diletakkan wanita tersebut di bawah sengatan terik matahari. Belum cukup sampai disitu, kedua tangan dan kaki Asiyah dipaku sedang di atas pung-gungnya diletakkan batu yang besar. Subhanalloh… saudariku, mampukah kita menghadapi siksaan semacam itu? Siksaan yang lebih layak ditimpakan kepada seorang laki-laki yang lebih kuat secara fisik dan bukan ditimpakan atas diri wanita yang bertubuh lemah tak berdaya. Siksaan yang apabila ditimpakan atas wanita sekarang, mugkin akan lebih memilih menyerah daripada mengalami siksaan semacam itu.

Namun, akankah siksaan itu menggeser keteguhan hati Asiyah walau sekejap? Sungguh siksaan itu tak sedikitpun mampu menggeser keimanan wanita mulia itu. Akan tetapi, siksaan-siksaan itu justru semakin menguatkan keimanannya.
Iman yang berangkat dari hati yang tulus, apapun yang menimpanya tidak sebanding dengan harapan atas apa yang dijanjikan di sisi Alloh  . Maka Alloh   pun tidak menyia-nyiakan keteguhan iman wanita ini. Ketika Fir’aun dan algojonya meninggalkan Asiyah, para malaikat pun datang menaunginya.

Di tengah beratnya siksaan yang menimpanya, wanita mulia ini senantiasa berdoa memohon untuk dibuatkan baginya rumah di surga. Alloh   mengabulkan doa Asiyah, maka disingkaplah hijab lalu ia melihat rumahnya yang dibangun di dalam surga. Diabadikanlah doa wanita mulia ini dalam al-Qur’an: “Ya Robbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbua-tannya dan selamatkan aku dari kaum yang dzalim.” (Qs. At-Tahrim [66]:11)

Ketika melihat rumahnya di surga telah dibangun, maka berbahagialah wanita mulia ini. Semakin hari semakin kuat kerinduan hatinya untuk memasukinya. Ia tak peduli lagi dengan siksaan Fir’aun dan algojonya. Ia malah tersenyum gembira yang membuat Fir’aun bingung dan terheran-heran. Bagaimana mungkin orang yang disiksa malah tertawa riang? Sungguh terasa aneh semua itu baginya. Jika seandainya apa yang dilihat wanita ini ditampakkan juga padanya, maka kekuasaan dan kerajaannya tidak ada apa-apanya.

Maka tibalah saat-saat terakhir di dunia. Alloh   mencabut jiwa suci wanita shalihah ini dan menaikkannya menuju rahmat dan keridhoan-Nya. Berakhir sudah penderitaan dan siksaan dunia, siksaan dari suami yang tak berperikemanusiaan.

Tidakkah kita iri dengan kedudukan wanita mulia ini? Apakah kita tidak menginginkan kedudukan itu? Kedudukan tertinggi di sisi Alloh   Yang Maha Tinggi. Akan tetapi sudahkah kita beramal untuk meraih kemuliaan itu? Kemuliaan yang hanya bisa diraih dengan amal shalih dan pengorbanan. Tidak ada kemuliaan diraih dengan memanjakan diri dan keme-wahan.

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.