MANDI BESAR (JANĀBAH) DAN TATA CARANYA


Pengertian Mandi Besar

Mandi janābah atau mandi besar adalah menyiramkan air ke seluruh badan dengan tata cara yang khusus untuk menghilangkan hadats besar.

Dasar Hukum Mandi Besar

Alloh   berfirman:
“…Dan jika kalian dalam keadaan junub, maka mandilah…” (QS. al-Ma’idah [5]: 6)

Tata Cara Mandi

Tata cara mandi secara lengkap meliputi yang wajib dan yang sunnah sebagaimana diterangkan hadits ‘Aisyah dan Maimunah   adalah sebagai berikut:
1. Niat dalam hati dan membaca بِسْمِ الله seperti hendak wudhu.
2. Mencuci kedua telapak tangan terlebih dahulu 3 kali.
Sebagaimana hadits Maimunah  :
( فَغَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا )
“Maka beliau   membasuh kedua tangannya dua atau tiga kali.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
3. Mencuci kemaluan dengan tangan kirinya.
( ثُمّ َأَفْرَغَ عَلَى شِمَالِهِ فَغَسَلَ مَذَاكِيْرَهُ )
“Kemudian menuangkan air ke tangan kirinya lalu mencuci kemaluannya.” (HR. al-Bukhari dan Mus-lim)
4. Membersihkan tangan kirinya.
( ثُمَّ مَسَحَ يَدَهُ بِالأَرْضِ )
“Kemudian mengusap-usap tangannya ke tanah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
5. Berwudhu sebagaimana wudhu hendak shalat.
( ثُمَّ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاةِ )
“Kemudian berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim) 
6. Menyela-nyela rambut secara merata, lalu menyiram kepalanya 3 kali. 
( ثُمَّ يُخَلِّلُ بِيَدَيْهِ شَعْرَهُ، حَتَّى إذَا ظَنَّ أَنَّهُ قَدْ أَرْوَى بَشَرَتَهُ، أَفَاضَ عَلَيْهِ الْمَاءَ ثَلاثَ مَرَّاتٍ )
“Kemudian menyela-nyela rambut dengan tangan-nya, hingga manakala beliau merasa yakin telah mem-basahi kulit kepalanya, beliau menyiramkan air tiga kali.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

7. Ketika menyiram kepala, dimulai dari kepala bagian kanan, kemudian kiri, setelah itu bagian tengah.

( فَبَدَأَ بِشِقِّ رَأْسِهِ اْلأَيْمَنِ ثُمَّ اْلأَيْسَرِ فَقَالَ بِهِمَا عَلَى وَسَطِ رَأْسِه )
“Kemudian memulai (menyiram air) pada kepala ba-gian kanan lalu bagian kiri dan menyiramkan sisanya ke bagian tengah.” (HR. Muslim) 

8. Lalu meratakan air ke seluruh tubuh.
Ketika menyiramkan air ke seluruh tubuh, hendaknya dimulai dari tubuh bagian kanan, kemudian bagian kiri dengan memperhatikan lekukan-lekukan tubuh yang tidak mudah terjangkau air seperti ketiak, selangkangan, belakang lutut dan sela-sela jari.

9. Tidak berlebih-lebihan dalam menggunakan air.
( كَانَ النَّبِىُّ   يَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ وَيَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ )
“Nabi   berwudhu dengan satu mud dan mandi dengan satu sha’ hingga lima mud.” (HR. al-Bukhari)
Satu mud yaitu dua genggaman tangan orang dewasa, sedangkan satu sha’ yaitu empat mud.

10. Bergeser dari tempat semula, lalu mencuci kedua kaki.
Dalam hadits Maimunah   diriwayatkan:
( ثُمَّ تَنَحَّى، فَغَسَلَ رِجْلَيْهِ )
“Kemudian bergeser, lalu mencuci kakinya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Wajib dan Sunnah Mandi

Hal-hal yang disyariatkan dalam mandi berupa yang wajib dan sunnah adalah:
1. Keluar mani.
Keluarnya air mani mewajibkan mandi menurut kesepakatan para ulama. 
Hal ini berdasarkan firman Alloh  :
“…dan jika kalian dalam keadaan junub, maka mandilah…” (QS. al-Ma’idah [5]: 6)
Hadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah, bahwa Ummu Sulaim  , istri Abu Thalhah, suatu ketika datang kepada Rosululloh  , lalu berkata, “Wahai Rosululloh, sesungguhnya Alloh tidak malu menerangkan kebenaran. Apakah seorang wanita diwajibkan mandi jika ia mimpi?”, maka beliau   menjawab:
“Ya, jika ia melihat air (mani).” (HR. al-Bukhari)

Beberapa Keadaan Orang Bermimpi 

yang Menyebabkan Keluarnya Air Mani
Seorang yang bermimpi atau mendapatkan pakaian-nya basah tidak terlepas dari empat kemungkinan:

Pertama, apabila ia bermimpi namun tidak menemu-kan sesuatu yang membasahi pakaiannya, maka ia tidak wajib mandi. Berdasarkan hadits ‘Aisyah   ia berkata, “Rosululloh   pernah ditanya tentang seorang lelaki yang yakin bahwa dirinya bermimpi namun tidak men-dapati basah (pada pakaiannya) maka beliau menjawab: “Tidak ada kewajiban mandi baginya.” (HR. Abu Dawud)
Kedua, apabila ia mendapatkan pakaiannya basah dan yakin bahwa itu adalah air mani, maka wajib baginya mandi, baik ia ingat akan mimpinya maupun tidak. 

Oleh karena itu, suatu ketika ‘Umar   melihat pa-kaiannya basah karena bermimpi, setelah selesai meng-imami para jama’ah shalat Subuh, lalu beliau bergegas mandi, kemudian mencuci pakaiannya dan mengulangi shalatnya. 

Ketiga, apabila ia yakin bahwa sesuatu yang mem-basahi pakaiannya itu bukan mani, maka ia tidak wajib mandi. Dia hanya wajib mencuci sesuatu yang memba-sahi pakaiannya itu, karena itu adalah madzi atau wadi yang hukumnya sama dengan hukum air kencing.

Dalam atsar dari Ibnu ‘Abbas   dinyatakan:
( وَأَمَّا الْوَدْيُ وَالْمَذْيُ فَقَالَ: اغْسِلْ ذَكَرَكَ أَوْ مَذَاكِيرَكَ، وَتَوَضَّأْ وُضُوئَكَ لِلصَّلاَةِ )
“Adapun wadi dan madzi maka ia berkata: Hendak-lah mencuci dzakarmu atau kemaluanmu dan ber-wudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat.” (HR. Abu Dawud)

Keempat, apabila ia tidak tahu atau ragu sesuatu yang membasahi pakaiannya itu mani atau bukan, maka se-baiknya ia mandi, sebagai bentuk kehati-hatian dan juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah  , ia berkata, “Rosulullah   pernah ditanya tentang sese-orang yang mendapati pakaiannya basah namun tidak ingat bermimpi?, maka beliau menjawab, “Hendaklah ia mandi.” (HR. Abu Dawud) 

2. Bersenggama.
Bersenggama menyebabkan seseorang wajib mandi menurut kesepakatan para ulama, walaupun tidak  me-ngeluarkan air mani. 
Rosululloh   bersabda:
(( إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ وَغَابَتِ الْحَشَفَةُ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ أَنْزَلَ أَمْ لمَ ْيُنْزِلْ ))
“Apabila kedua khitan (kemaluan) telah bertemu dan ujung dzakar tak terlihat lagi, maka telah wa-jib mandi, baik keluar air mani maupun tidak.” (Shahih al-Jāmi) 

3. Setelah berhenti dari haidh dan nifas.
Seorang wanita yang telah berhenti dari haidh wa-jib mandi, dan berhentinya haidh tersebut menjadi sya-rat sah mandinya. Oleh karena itu, bila ia mandi sebe-lum haidnya terhenti, maka mandinya tidak sah. 

Ini berdasarkan firman Alloh  :
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Kata-kanlah: ‘Haidh itu adalah kotoran.’ Oleh karena itu hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita yang sedang haidh; dan janganlah kalian mende-kati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tem-pat yang diperintahkan Alloh kepada kalian. Se-sungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang men-sucikan diri.” (QS. al-Baqarah [2]: 222)

Adapun darah nifas, sebenarnya adalah darah haidh yang selama wanita hamil berubah menjadi makanan janin yang disalurkan melalui tali pusar. Oleh karena itu, ketika janin keluar darah tersebut ikut keluar, karena sudah tidak ada lagi yang memerlukannya.

Ijmā’ ulama menyebutkan bahwa wanita yang telah berhenti dari nifas wajib mandi sebagaimana wanita yang telah berhenti dari haidh.

4. Kematian yang bukan mati syahid di medan jihad.
Orang Islam yang wafat, tetapi bukan mati di medan jihad, wajib dimandikan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas   bahwa Rosululloh   pernah berkata berkenaan dengan orang yang mati ter-jatuh dari ontanya ketika masih dalam ihram di ‘Arafah:
(( اِغْسِلُوْا بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوْهُ فِي ثَوْبَيْهِ ))
“Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara, dan kafanilah dengan dua pakaian ihramnya.”  (HR. al-Bukhari dan Muslim)

5. Masuk Islam.
Orang kafir –baik yang sejak awal kafir maupun murtad–  kemudian masuk Islam, diwajibkan untuk  mandi. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Qais bin ‘Ashim  , ia berkata, “Suatu hari saya mene-mui Rosululloh   untuk masuk Islam. Beliau lalu me-nyuruh saya mandi dengan air dan dicampur dengan daun bidara.” (HR. Abu Dawud, an-Nasa’i, at-Tirmidzi dan Ahmad)

6. Mandi untuk shalat Jum’at.
Seorang yang hendak melaksanakan shalat Jum’at diwajibkan untuk mandi berdasarkan hadits Abu Hu-rairah   bahwa Rosululloh   bersabda:
(( حَقٌّ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ أَنْ يَغْتَسِلَ فِي كُلِّ سَبْعَةِ أَيَّامٍ يَغْسِلُ رَأْسَهُ وَجَسَدَهُ ))
“Merupakan hak Alloh bagi setiap Muslim untuk mandi satu kali dalam seminggu dengan memba-suh kepala dan seluruh tubuhnya.” (HR. al-Bu-khari dan Muslim)

7. Mandi untuk shalat ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha.
Hal ini berdasarkan atsar yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi melalui jalan asy-Syafi’i dari Zadzan, ia ber-kata, “Pernah ada seorang laki-laki bertanya kepada ‘Ali tentang mandi. ‘Ali menjawab, ‘Mandilah setiap hari jika engkau mau.’ Laki-laki itu berkata, ‘Bukan mandi sembarang mandi yang saya maksud.’ Kemudian ‘Ali menjawab, ‘Mandi pada hari Jum’at, mandi pada hari ‘Arafah (ketika hendak wukuf), mandi pada hari nahar (‘Idul Adha) dan mandi pada hari raya ‘Idul Fitri.’”

Larangan Bagi Orang Junub

Orang junub tidak boleh mengerjakan hal berikut:
1. Shalat.
Orang yang junub tidak boleh melakukan shalat. Ini berdasarkan firman Alloh:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah ka-lian shalat, sedang kalian dalam keadaan mabuk, sampai kalian mengerti apa yang kalian ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kalian kea-daan junub, kecuali sekedar lewat saja, sebelum kalian mandi....” (QS. an-Nisa’ [4]: 43)
2. Thawaf.
Thawaf artinya mengelilingi Ka’bah. Orang yang sedang junub tidak boleh thawaf karena hukumnya sama dengan hukum shalat. Ini berdasarkan sabda Rosululloh  :
(( اَلطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلاَةٌ ))
“Thawaf di Masjidil Haram termasuk shalat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
3. Menyentuh al-Qur’an.
Orang yang junub tidak boleh memegang al-Qur’an. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Amr bin Hazm, Hakim bin Hizam, dan Ibnu ‘Umar   bahwa Rosululloh   bersabda:
(( لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ ))
“Tidak boleh menyentuh al-Qur’an kecuali orang  yang dalam keadaan suci.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
4. Membaca al-Qur’an.
Orang yang junub tidak boleh membaca al-Qur’an. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib  , ia berkata:
( كَانَ رَسُولُ اللهِ   يُقْرِئُنَا الْقُرْآنَ عَلَى كُلِّ حَالٍ مَا لَمْ يَكُنْ جُنُبًا )
“Rosululloh   biasa membacakan al-Qur’an kepada kami dalam keadaan apapun selama beliau tidak ju-nub.” (HR. Abu Dawud, at-Timidzi, an-Nasa’i dan Ahmad)
5. Berdiam di masjid.
Orang junub tidak boleh berdiam di masjid. Ini ber-dasarkan firman Alloh  :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendekati shalat, sedang kalian dalam keadaan mabuk, sampai kalian mengerti apa yang kalian ucapkan, (jangan pula berdiam di mesjid) sedang kalian dalam keadaan junub, kecuali sekedar le-wat saja, sampai kalian mandi....” (QS. an-Nisa’ [4]: 43)

1 komentar:

  1. gimana hukumnya mandi wajib di wc umum min yg tempat mandi sama klosetnya jadi satu

    BalasHapus

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.