PENGERTIAN THAHARAH DAN TATACARANYA


Islam adalah agama (dīn) yang sangat memperhatikan faktor kebersihan dan kesucian. Dalam terminologi syariat Islam, khususnya dalam kajian fiqih, keber-sihan dan kesucian tersebut diistilahkan dengan thahārah. Secara bahasa atau etimologi, thahārah berarti nazhāfah atau nazāhah, yang berarti bersih dan suci.
Sedangkan secara terminologi syar’i, thahārah ber-arti “Bersih atau suci dari kotoran dan najis.

Bagi seorang Muslim, thahārah hukumnya wajib. 
Alloh   berfirman:

“Dan pakaianmu bersihkanlah.” (QS. al-Mud-datstsir [74]: 4)“…dan jika kalian junub, maka mandilah…” (QS. al-Ma’idah [5]: 6)

Rosululloh   bersabda:
(( لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طَهُوْرٍ ))
“Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci.”  (HR. Muslim)

(( اَلطَّهُوْرُ شَطْرُ اْلإِيْمَانِ ))
“Bersuci adalah sebagian dari iman.” (HR. Muslim)

Thahārah ada dua macam, yaitu:

  1. Thahārah bāthinah ma’nawiyyah; yaitu menyucikan hati dari berbagai noda syirik, keraguan (syakk), kerancuan (syubuhāt) dan penyakit hati lainnya. Yaitu dengan mengikhlashkan hati dan membenar-kan niat hanya kepada Alloh  , mengikuti Rosul-Nya   serta dengan membersihkan jiwa dari pengaruh maksiat dan dosa dengan melakukan taubat nashūhah.
  2. Thahārah zhāhirah hissiyah; yaitu thāharah dari khabats dan hadats.

a. Thahārah khabats; adalah menghilangkan najis dengan menggunakan air yang suci, baik dari badan, baju, tempat ibadah atau lainnya.
b. Thahārah hadats; adalah dengan wudhu’ dan man-di (menggunakan media air) serta tayammum (menggunakan debu). Thahārah inilah yang dikaji dalam buku kecil ini.

A. WUDHU

Pengertian Wudhu

Wudhu adalah bersuci dengan air pada anggota badan tertentu untuk menghilangkan hadats kecil.

Dasar Hukum Berwudhu, Alloh   berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tangan kalian sampai dengan siku, dan usap-lah kepala kalian dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki...” (QS. al-Maidah [5]: 6)

Rosululloh   bersabda:
“Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci (sebe-lumnya).” (HR. Muslim)

Keutamaan Wudhu
Rosululloh   bersabda:
(( إِنَّ أُمَّتِي يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ 
آثَارِ الْوُضُوءِ ))
“Sesungguhnya umatku kelak di hari kiamat akan dipanggil dalam keadaan putih cemerlang (muka-nya) karena bekas air wudhu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Tata Cara Wudhu

Tata cara wudhu secara lengkap sesuai tuntunan Rosululloh   meliputi yang wajib dan sunnah telah di-terangkan dalam hadits Humran bekas budak (maula) ‘Utsman dan ‘Abdullah bin Zaid   yang diriwayat-kan oleh al-Bukhari dan Muslim, yaitu sebagai berikut:
1. Berniat dalam hati.
Dalam hal ini Rosululloh   bersabda:
(( إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ))
“Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Niat tidak boleh dilafazhkan dengan lisan, karena Nabi   tidak pernah melakukannya. Di samping itu, Alloh   mengetahui apa yang dibisikkan oleh hati se-seorang, sehingga tidak perlu niat tersebut diucapkan. Begitu juga tidak disyariatkan dzikir-dzikir khusus untuk setiap mencuci anggota wudhu.
2. Disunnahkan bersiwak ketika hendak wudhu. 
Rosululloh   bersabda:
(( لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ
كُلِّ وُضُوءٍ ))
“Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk berwudhu setiap kali hendak shalat dan aku perintahkan bersiwak setiap kali hendak berwudhu.” (HR. Ahmad)
3. Membacaبِسْمِ اللهِ  di awal wudhu.
Rosululloh   bersabda:
(( لاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ الله عَلَيْهِ )) 
“Tidak sempurna wudhu seseorang yang tidak menyebut nama Alloh.” (HR. Ahmad, disahih-kan al-Albani)
4. Membasuh kedua telapak tangan 3 kali. 
Sebagaimana diterangkan dalam hadits Humran  :
( فتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ )
“Maka Nabi berwudhu dan mencuci kedua telapak tangannya tiga kali.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
5. Berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung dengan tangan kanan secara bersamaan dan me-ngeluarkannya kembali dengan tangan kiri 3 kali. 
Sebagaimana diterangkan dalam hadits Humran  :
( ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي التَّوْرِ، فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلاثاً )
“Kemudian memasukkan tangannya ke dalam bejana, lalu berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung dan mengeluarkannya tiga kali.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dianjurkan untuk bersungguh-sunggguh ketika meng-hirup air ke dalam hidung, sebagaimana hadits Laqith bin Sabirah  :
( وَبَالِغْ فِيْ اْلاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِمًا )
“Dan bersungguh-sungguhlah dalam istinsyaq (me-masukkan air ke hidung) kecuali sedang berpuasa.” (HR. Abu Dawud)
6. Membasuh muka 3 kali. 
Batasan muka adalah menyamping dari telinga kanan hingga telinga kiri, lalu dari atas mulai tempat tumbuh-nya rambut di dahi hingga dagu dan termasuk janggut. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Humran  :
( ثُمَّ َغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا )
“Kemudian membasuh mukanya tiga kali.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
7. Membasuh tangan kanan 3 kali, dimulai dari ujung-ujung jari hingga siku, menggosok-gosok lengan, membasuh siku, dan membersihkan sela-sela jari. 
Setelah selesai membasuh tangan kanan, dilanjutkan dengan membasuh tangan kiri. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Humran  :
( ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلاَثًا، ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ )
“Kemudian membasuh tangan kanannya sampai ke siku tiga kali,begitu juga tangan kiri” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
8. Mengusap seluruh kepala satu kali, dimulai dengan membasahi kedua tangan dengan air, lalu mengusap kepala bagian depan, kemudian menarik tangan ke belakang hingga kepala bagian belakang, kemudian menariknya kembali ke kepala bagian depan. 
Setelah itu dilanjutkan dengan memasukkan jari telunjuk ke lubang telinga, sedangkan ibu jari menggo-sok telinga bagian luar. 
Sebagaimana diterangkan dalam hadits ‘Abdullah bin Zaid  :
“Kemudian beliau mencelupkan tangannya (ke dalam bejana) dan mengusap kepalanya dengan kedua ta-ngan, dari arah depan ke belakang dan dari arah be-lakang kedepan satu kali.” 
Dalam riwayat lain: 
“Memulainya dari bagian depan kepala sampai teng-kuk, lalu mengembalikannya lagi pada posisi awal dimana beliau memulai mengusapkan kedua tangan-nya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
9. Membasuh kaki kanan 3 kali, dimulai dengan mem-basuh ujung-ujung jari sampai mata kaki, mencuci mata kaki, tumit dan membersihkan sela-sela jari kaki. 
Setelah selesai membasuh kaki kanan, dilanjutkan membasuh kaki kiri sebagaimana yang dilakukan pada kaki kanan. 
Sebagaimana diterangkan dalam hadits Humran  :
( ثُمَّ غَسَلَ قَدَمَهُ الْيُمْنَى ثَلاَثًا، ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ )  
“Kemudian mencuci kaki kanannya tiga kali, begitu juga kaki kiri.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
10. Tertib dan berurutan.
Tata cara wudhu wajib dikerjakan secara tertib dan berurutan karena Alloh   menyebutkan gambaran wudhu secara berurutan, mana yang didahulukan dan mana yang diakhirkan. Juga karena Nabi   melakukan wudhu secara tertib dan berurutan tanpa diselingi oleh perbuatan yang lain. 
Demikian pula yang dikerjakan para sahabat   yang kemudian meriwayatkan kepada kita.
Rosululloh   bersabda:
(( أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ ))
“Saya memulai (wudhu) sepeti yang  diajarkan Alloh.” (HR. Muslim)
11. Berhemat air ketika berwudhu.
Rosululloh   suatu hari melewati Sa’ad bin Ubadah   (sedang berwudhu’) dan berkata kepadanya: “Kenapa kamu boros seperti ini?”. Sa’ad menjawab: “Adakah bo-ros dalam berwudhu?”, maka Rosululloh   bersabda:
(( نَعَمْ، وَإِنْ كُنْتَ عَلَى نَهَرٍ جَارٍ ))
“Ya, walaupun kamu berada di sungai yang meng-alir.” (HR. al-Baihaqi, dishahihkan al-Albani)
12. Selesai berwudhu membaca doa:
(( أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُه ))
“Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang layak disembah kecuali Alloh yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.” (HR. Muslim)
Atau dengan menambahkan doa:
(( اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ ))
“Ya Alloh, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku orang-orang yang gemar bersuci.” (HR. at-Tirmidzi)
13. Disunahkan shalat dua raka’at selesai wudhu.
Rosululloh   bersabda: 
(( مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهُ، ثُمَّ يَقُوْمُ 
فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ مُقْبِلٌ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ إِلاَّ
 وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ ))
“Seseorang Muslim yang berwudhu dengan sem-purna, kemudian melakukan shalat dua raka’at dengan menghadapkan hati dan wajahnya (kepada Alloh), maka wajib baginya masuk surga.” (HR. Muslim)

Pembatal Wudhu

Hal-hal yang membatalkan wudhu adalah:
1. Keluarnya sesuatu dari dua lubang kemaluan, seperti kencing, buang air besar, kentut, madzi, wadi dan mani.
Keluarnya benda-benda tersebut menyebabkan se-seorang berhadats. Ini telah menjadi ijma’ (konsensus) ulama sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah  . Adapun berkenaan dengan darah istihadhah, menurut pendapat yang benar, ia juga membatalkan wudhu. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama.
2. Keluarnya najis yang tidak lewat lubang kemaluan.
Najis yang keluar tidak lewat lubang kemaluan, bila berupa kencing atau kotoran, sedikit atau banyak mem-batalkan wudhu. Bila yang keluar bukan berupa kencing atau kotoran, melainkan berupa darah, muntah, nanah, atau lainnya, maka ini tidak membatalkan wudhu. 
3. Tidak sadarkan diri karena tidur atau lainnya.
Orang yang tidur dengan nyenyak, baik sebentar atau lama, menurut pendapat yang benar, batal wudhunya. Demikian juga orang yang gila, pingsan, mabuk, atau terjadi hal-hal yang menunjukkan hilangnya kesadaran, maka batal wudhunya. 
Rosululloh   bersabda:
(( الْعَيْنُ وِكَاءُ السَّهِ، فَمَنْ نَامَ فَلْيَتَوَضَّأْ ))
“Mata adalah pengikat dubur, maka barangsiapa yang tidur hendaklah berwudhu.” (HR. Ibnu Majah)
4. Menyentuh kemaluan depan dengan tangan secara langsung tanpa alas.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Jabir dan Busrah binti Shafwan   bahwa Rosululloh   ber-sabda:
(( مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ ))
“Barangsiapa yang menyentuh dzakar (kemaluan)-nya, hendaklah berwudhu.” (HR. Ahmad, Ash-habus Sunan dan lainnya)
5. Makan daging onta.
Rosululloh   bersabda:
(( تَوَضَّئُوْا مِنْ لُحُومِ الإِبِلِ ))  
“Berwudhulah kalian sehabis makan daging onta.” (HR. Muslim)
6. Murtad dari Islam.
Murtad dari Islam –kita berlindung kepada Alloh   dari hal ini– membatalkan wudhu berdasarkan firman Alloh  :
“Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam), maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.”  (QS. al-Ma’idah [5]: 5)

Sunnah Wudhu
Hal-hal yang menyebabkan disunnahkannya ber-wudhu adalah:
1. Ketika hendak berdzikir dan berdoa kepada Alloh  . 
Rosululloh   bersabda:
(( إِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ عَلَى طُهْرٍ ))
“Sesungguhnya saya tidak senang berdzikir kepada Alloh   kecuali dalam keadaan suci.” (HR. Ibnu Hibban) 
2. Ketika hendak tidur.
Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al-Barra’ bin ‘Azib   bahwa Rosululloh   bersabda:
(( إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوئَكَ لِلصَّلاَةِ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ ))
“Bila hendak tidur, maka berwudhulah seperti kamu berwudhu untuk shalat. Kemudian berba-ringlah dengan bertumpu pada bagian kanan tu-buhmu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
3. Setiap kali berhadats (batal wudhu).
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah   bahwa Rosululloh   ketika hendak shalat Shubuh pernah berkata kepada Bilal  :
“Wahai Bilal, beritahukan kepadaku amalan khusus dalam Islam yang kamu lakukan, karena saya mendengar suara terompahmu di surga.” Bilal menjawab, “Tidak pernah saya melakukan amalan khusus. Hanya saja tiap kali selesai berwudhu dengan sempurna, siang maupun malam, melain-kan saya melakukan shalat semampu saya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
4. Setiap kali hendak shalat.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hu-rairah   bahwa Rosululloh   bersabda:
“Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk berwudhu setiap kali hendak shalat dan aku perintahkan bersiwak setiap kali hendak berwudhu.” (HR. Ahmad)
5. Setelah memakan makanan yang dipanggang atau dibakar.
Disunnahkan berwudhu setelah memakan makanan yang dipanggang atau dibakar berdasarkan hadits:
(( تَوَضَّئُوْا مِمَّا مَسَّتِ النَّارُ ))
“Berwudhulah kalian sehabis makan makanan yang tersentuh api.” (HR. Muslim)
6. Ketika hendak makan dalam keadaan junub.
Disunnahkan berwudhu ketika hendak makan dalam keadaan junub berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah  , ia berkata:
( كَانَ رَسُولُ اللَّهِ   إِذَا كَانَ جُنُبًا فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْ يَنَامَ تَوَضَّأَ وُضُوْءَهُ لِلصَّلاَةِ ) 
“Rosululloh   bila dalam keadaan junub, lalu ingin makan atau tidur, beliau berwudhu sebagaimana wudhu ketika hendak shalat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
7. Ketika hendak mengulang persetubuhan atau hu-bungan intim suami istri.
Disunnahkan berwudhu ketika hendak mengulang persetubuhan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id   bahwa Rosululloh   bersabda:
(( إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُوْدَ فَلْيَتَوَضَّأْ ))
“Apabila salah seorang dari kalian telah men-datangi istrinya, lalu hendak mengulang, maka berwudhulah.” (HR. Muslim)
8. Ketika ingin tidur dalam keadaan junub.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar    bahwa ‘Umar    pernah berkata: “Wahai Rosululloh  ,  bolehkah salah seorang dari kami tidur dalam keadaan junub?” Beliau menjawab, “Ya, jika ia telah berwudhu.” (HR. al-Bu-khari dan Muslim)

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.