TATA CARA SHALAT SESUAI SUNNAH RASULULLAH LENGKAP


Berikut tata cara shalat dari semenjak “persiapan” hingga salam dan hal lain yang mengiringinya sesuai Sunnah Rosululloh  :

1. Berdiri.

Wajib bagi seorang Muslim jika akan melaksanakan shalat hendaknya dalam keadaan suci dari hadats besar (junub, haidh atau nifas) dan hadats kecil (keluar sesuatu dari lubang qubul atau dubur), kemudian berdiri untuk shalat.
Dalam shalat fardhu dan sunnah, Rosululloh   me-lakukannya sambil berdiri sesuai dengan perintah Alloh   dalam al-Qur’an:

“Berdirilah untuk Alloh (dalam shalat kalian)dengan khusyu’.” (QS. al-Baqarah [2]: 238)
Sedangkan bagi orang sakit yang tidak mampu berdiri, ia boleh shalat sambil duduk, dan bila tidak mampu juga, maka ia boleh mengerjakannya dengan berbaring. 

Rosululloh   bersabda:
(( صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ ))
“Shalatlah sambil berdiri. Bila tidak bisa, sambil duduk. Bila tidak mampu, maka boleh dengan berbaring di atas lambung.” (HR. al-Bukhari, Abu Dawud dan Ahmad) 

Sutrah (Pembatas)

Disyariatkan di depan orang shalat ada sutrah (pem-batas shalat). Apabila ia shalat di tempat terbuka dan tidak ada sesuatu sebagai pembatas (di depan tempat shalat), maka hendaknya menancapkan tombak atau media lainnya di depannya. Kemudian shalat menghadap pembatas itu, sedangkan orang-orang yang bermakmum berdiri di belakangnya. 

Rosululloh   bersabda: 
(( لاَ تُصَلِّ إِلاَّ إِلَى سُتْرَةٍ، وَلاَ تَدَعُ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ ))
“Janganlah engkau shalat kecuali dengan meng-hadap ke sutrah, dan jangan pula engkau biarkan seorangpun lewat di depanmu (ketika shalat).” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)

(( إِذَا وَضَعَ أَحَدُكُمْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلَ مُؤْخَرَةِ الرَّحْلِ فَلْيُصَلِّ، وَلاَ يُبَالِ مَنْ مَرَّ وَرَاءَ ذَلِكَ ))
“Apabila seseorang di antara kalian meletakkan sesuatu seperti pelana di depannya, maka shalat-lah menghadapnya dan hendaknya tidak meng-hiraukan orang yang lewat di belakang pembatas itu.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, tidak diperbolehkan melintas atau lewat di depan orang lain yang sedang shalat.

Rosululloh   bersabda:
(( لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ، لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ ))
“Seandainya seseorang yang melintas di depan orang lain yang shalat mengetahui dosanya, maka bila ia harus berdiri selama empat puluh (hari, bulan atau tahun) justru lebih baik baginya dari-pada ia harus melintasinya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

  • 2. Menghadap Kiblat.

Kemudian menghadapkan seluruh tubuh ke arah kiblat dengan tenang dan meninggalkan semua urusan duniawi, termasuk yang bergelayut dalam pikiran dan yang terbetik dalam hati.

Rosululloh   dalam melaksanakan shalat fardhu dan sunnah menghadap kiblat. Beliau pun memerintahkan demikian dalam sabdanya kepada orang yang tidak benar shalatnya: 
(( إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغْ الْوُضُوءَ، ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ، فَكَبِّرْ ))
“Bila engkau berdiri untuk melakukan shalat, maka sempurnakanlah wudhumu, kemudian meng-hadaplah ke kiblat, lalu bertakbirlah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Kecuali shalat sunnah di atas kendaraan, dibolehkan tidak menghadap kiblat, karena dalam perjalanannya Rosululloh   biasa melakukan shalat sunnah di atas kendaraannya (unta), sedang beliau menghadap ke arah mana saja kendaraannya menghadap. 

Shalat Menghadap ke Kuburan

Haram hukumnya mengerjakan shalat dengan meng-hadap kuburan secara mutlak. 
Rosululloh   bersabda: 
(( لاَ تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ، وَلاَ تَجْلِسُوا عَلَيْهَا ))
“Janganlah kalian shalat menghadap kubur dan janganlah duduk di atasnya.” (HR. Muslim, Abu Daud dan Ibnu Khuzaimah)

  • 3. Niat.

Hendaknya seorang yang shalat meniatkan dan me-maksudkan dengan hatinya shalat apa yang akan ia ker-jakan, seperti shalat fardhu Shubuh, Zhuhur,  ‘Ashar, Maghrib dan ‘Isya; ataukah shalat sunnah. Niat tersebut dilakukan di dalam hati dan tidak usah dilafadzkan de-ngan lisan.

Rosululloh   bersabda: 
(( إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى ))
“Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung dari niatnya dan sungguh setiap orang akan men-dapatkan balasan sesuai dengan niatnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

  • 4. Takbiratul Ihram.

Rosululloh   membuka shalatnya dengan ucapan Allohu Akbar (Alloh Maha besar). 

Rosululloh   bersabda: 
(( مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطَّهُوْرُ، وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ، وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ ))
“Kunci shalat adalah bersuci, (tahrīm) pembuka-annya adalah takbir dan penutupnya adalah salam.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan al-Hakim, di-shahihkan al-Hakim dan disepakati adz-Dzahabi)

Rosululloh   bersabda: 
(( فَإِذَا قَالَ الإِمَامُ: اللهُ أَكْبَرُ، فَقُوْلُوْا: اللهُ أَكْبَرُ ))
“Apabila imam mengucapkan Allohu Akbar, maka katakanlah: Allohu Akbar.” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi, shahih)

Mengangkat Tangan

Ketika mengucapkan takbir disunnahkan untuk meng-angkat kedua tangan dan merapatkan jari-jemari ke arah kiblat setentang bahu atau setinggi daun telinga.

Rosululloh   ketika bertakbir untuk shalat, beliau mengangkat kedua tangannya sambil mengucapkan takbir, terkadang mengangkatnya sebelum ucapan takbir dan terkadang pula setelah ucapan takbir.

‘Abdulloh bin ‘Umar   berkata:
( رَأَيْتُ النَّبِيَّ   افْتَتَحَ التَّكْبِيْرَ فِيْ الصَّلاَةِ فَرَفَعَ يَدَيْهِ حِينَ يُكَبِّرُ حَتَّى يَجْعَلَهُمَا حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ )
“Aku melihat Nabi   membuka shalat dengan tak-bir. Dan mengangkat tangannya ketika bertakbir hingga keduanya menjadi setara dengan kedua ba-hunya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Meletakkan Tangan Kanan di Atas Tangan Kiri (Bersedekap)

Setelah bertakbir dan mengangkat tangan, disyariatkan untuk meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, karena Rosululloh   meletakkan tangan kanannya di atas tangan kiri dalam shalat. Terkadang beliau   meng-genggam lengan tangan kirinya dengan jari-jemari tangan kanannya. 

Rosululloh   bersabda:
(( إِنَّا مَعْشَرَ الأَنْبِيَاءِ أُمِرْنَا بِتَعْجِيْلِ فِطْرِنَا وَتَأْخِيْرِ سَحُوْرِنَا، وَأَنْ نَضَعَ أَيْمَانَنَا عَلَى شَمَائِلِنَا فِيْ الصَّلاَةِ ))
“Sesungguhnya kami para Nabi diperintahkan untuk menyegerakan berbuka dan mengakhir-kan waktu sahur serta meletakkan tangan kanan kami di atas tangan kiri ketika shalat.” (HR. Ibnu Hibban, dengan sanad hasan)

Meletakkan Kedua Tangan yang Bersedekap di Dada
Kemudian letakkanlah kedua tangan yang sedang diangkat itu di atas dada. Disebutkan dalam sebuah riwayat:
( كَانَ يَضَعُهُمَا عَلَى الصَّدْرِ )
“Nabi   meletakkan kedua tangannya di atas dada.”
(HR. Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah) 

Khusyu’ dan Memandang ke Tempat Sujud

Diwajibkan bagi orang yang shalat untuk menghadap-kan wajahnya ke arah kiblat dan memandang tempat sujud agar mendapat kekhusyu’an dalam shalatnya.

Disebutkan dalam sebuah riwayat:
( كَانَ   إِذَا صَلَّى طَأْطَأَ رَأْسَهُ، وَرَمَى بِبَصَرِهِ نَحْوَ الأَرْضِ )
“Nabi   apabila shalat menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya pada tanah.” (HR. al-Hakim dan al-Baihaqi)
Rosululloh   bersabda:
(( لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِي الصَّلاَةِ أَوْ لاَ تَرْجِعُ إِلَيْهِمْ. وَفِيْ رِوَايَةٍ: أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ ))
“Hendaklah berhenti orang-orang yang mengarah-kan pandangannnya ke langit pada waktu shalat atau mata mereka tidak dikembalikan lagi kepada mereka (dalam riwayat lain: atau penglihatan mereka dihilangkan).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Doa Iftitāh (Pembuka)

Kemudian diam sebentar untuk membaca doa iftitāh. Rosululloh   membuka shalatnya dengan bacaan doa-doa yang bermacam-macam.

Di antara doa iftitāhnya adalah:
(( سُبْحَانَكَ اللهُ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَإِلَهَ غَيْرُكَ ))
“Mahasuci Engkau ya Alloh, aku memuji-Mu, Engkau, Maha berkah nama-Mu, Maha tinggi kekayaan dan kebesaran-Mu dan tiada ilah yang berhak disembah selain Engkau.” (HR. Abu Dawud dan al-Hakim, dishahihkan al-Hakim dan dise-pakati adz-Dzahabi)

Atau membaca:
(( اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ اَلْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ ))
“Ya Alloh, jauhkan antara diriku dan dosa-dosaku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Alloh, bersihkan aku dari dosa-dosa-ku sebagaimana pakaian putih yang dibersihkan dari kotoran. Ya Alloh, cucilah aku dari dosa-dosaku dengan air, es dan embun.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Atau dengan membaca doa lainnya, namun yang  harus ada dalilnya.

Membaca Ta’awwudz

Sebelum membaca surat al-Fatihah, Rosululloh   membaca ta’awwudz dengan mengucapkan: 
(( أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ مِنْ نَفْخِهِ وَنَفْثِهِ وَهَمْزِهِ ))
“Aku berlindung kepada Alloh dari godaan setan yang terkutuk dari semburan, kesombongan dan hembusannya.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, ad-Daruquthni dan al-Hakim)

Terkadang beliau   membaca:
(( أَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ اْلعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ ))
“Aku berlindung kepada Alloh Yang Maha Men-dengar lagi Maha Mengetahui dari godaan setan yang terkutuk.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ahmad)

5. Membaca al-Fatihah.

Kemudian membaca surat al-Fatihah. 
Rosululloh   bersabda: 
(( لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ ))
“Tidak (sah) shalat seseorang bila tidak membaca surat al-Fatihah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Yaitu membaca:

“Dengan menyebut nama Alloh yang Maha Pe-murah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Alloh, Robb semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari pembalas-an. Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. al-Fatihah [1]: 1-7)Membaca Surat atau Beberapa Ayat al-Qur’an
Setelah membaca surat al-Fatihah, disunnahkan membaca apa yang mudah dari al-Qur’an pada raka’at yang pertama dan kedua saja. Terkadang Nabi   membaca satu surat penuh pada setiap raka’atnya dan ini sering dilakukannya. Terkadang membaca satu surat pada dua raka’at dan terkadang pula membaca sebagian surat. 

Abu Qatadah   berkata:
( كَانَ النَّبِيُّ   يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ مِنْ الظُّهْرِ وَالعَصْرِ بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ وَسُورَةٍ وَيُسْمِعُنَا الآيَةَ أَحْيَانًا وَيَقْرَأُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الأُخْرَيَيْنِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ ))
“Nabi   membaca pada dua raka’at pertama dari shalat Zhuhur dan Ashar surat al-Fatihah dan surat (lainnya); terkadang beliau memperdengarkan (ba-caan) ayat kepada kami. Dan pada dua raka’at terak-hir, beliau hanya membaca surat al-Fatihah saja.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Rosululloh   mengeraskan bacaannya pada shalat fajar (Shubuh), dua raka’at pertama shalat Maghrib dan dua raka’at pertama shalat Isya. Beliau juga mengeraskan bacaan pada shalat Jum’at, shalat ‘Idain (dua hari raya, ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha), shalat Istisqa’ dan shalat gerhana. Adapun shalat Zhuhur serta Ashar beliau mem-bacanya dengan sirr (tidak bersuara).

  • 6. Ruku’.

Setelah membaca surat dari al-Qur’an, beliau   diam sejenak. Lalu beliau   mengangkat kedua tangannya seraya mengucapkan “Allohu Akbar”,  kemudian ruku’. 

Ketika ruku’ beliau meletakkan kedua telapak tangan-nya pada kedua lututnya. Kedua telapak tangan beliau   tampak menekan kedua lututnya seakan-akan menceng-keram keduanya sambil merenggangkan jari-jarinya. 

Rosululloh   bersabda: 
(( إِذَا رَكَعْتَ فَضَعْ رَاحَتَيْكَ عَلَى رُكْبَتَيْكَ، ثُمَّ فَرِّجْ بَيْنَ أَصَابِعِكَ، ثُمَّ امْكُثْ حَتَّى يَأْخُذَ كُلُّ عَضْوٍ مَأْخَذَهُ ))
“Jika engkau ruku’, letakkanlah kedua telapak tanganmu di atas kedua lututmu. Kemudian reng-gangkanlah jari-jarimu sampai setiap anggota tubuh menjadi mapan di tempatnya.” (HR. Ibnu Khu-zaimah dan Ibnu Hibban)

Ketika ruku’ beliau   merenggangkan kedua sikunya dari lambungnya dan membentangkan serta meluruskan punggungnya sampai-sampai jika dituangkan air di atas-nya, maka air tersebut tidak akan tumpah. 

Beliau   bersabda kepada orang yang tidak benar shalatnya: 
(( فَإِذَا رَكَعْتَ فَاجْعَلْ رَاحَتَيْكَ عَلَى رُكْبَتَيْكَ، وَامْدُدْ ظَهْرَكَ، وَمَكِّنْ لِرُكُوْعِكَ ))
“Jika engkau ruku’, letakkanlah tangamu pada kedua lututmu. Lalu, bentanglah punggungmu dan mapanlah dalam ruku’mu.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Rosululloh   ruku’ dengan tidak membungkuk ter-lalu ke bawah dan tidak pula mendongakkan terlalu ke atas. Akan tetapi tengah-tengah di antara keduanya.
Di antara bacaan ketika ruku’ adalah:
(( سُبْحَانَ رَبِّيَ العَظِيْمِ ))
“Maha Suci Robbku yang Maha Agung.” (HR. Abu Dawud, shahih)

7. Thuma’ninah Dalam Ruku’.

Berdiam diri dan tenang sebentar dalam ruku’ me-rupakan rukun shalat. Beliau   bersabda: 
(( ثُمَّ ارْكَعْ حَتَى تَطْمَئِنَّ رَاكِعاً ))
“Kemudian ruku’lah hingga engkau thuma’ninah (tenang) dalam ruku’.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Rosululloh   memerintahkan orang yang tidak te-nang dalam ruku’nya dengan bersabda:
(( أَتِمُّوْا الرُّكُوْعَ وَالسُّجُوْدَ؛ فَوَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ؛ إِنِّيْ َلأَرَاكُمْ مِنْ بَعْدِ ظَهْرِيْ إِذَا مَا رَكَعْتُمْ، وَمَا سَجَدْتُمْ ))
“Sempurnakanlah ruku’ dan sujud kalian. Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, se-sungguhnya aku benar-benar melihat kalian dari balik punggungku saat kalian ruku’ dan sujud.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Larangan Membaca al-Qur’an Saat Ruku’

Rosululloh   melarang membaca al-Qur’an saat ruku’ dan sujud dalam sabdanya: 
(( أَلاَ وَإِنِّيْ نُهِيْتُ أَنْ أَقْرَأَ القُرْآنَ رَاكِعاً أَوْ سَاجِداً، فَأَمَّا الرُّكُوْعُ فَعَظِّمُوْا فِيْهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ، وَأَمَّا السُّجُوْدُ فَاجْتَهِدُوْا فِيْ الدُّعَاءِ، فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ ))
“Ketahuilah, sesungguhnya aku dilarang membaca al-Qur’an saat ruku’ atau sujud.  Ketika ruku’ hen-daklah kalian mengagungkan Robb. Sedangkan ketika sujud, hendaklah kalian bersungguh-sung-guh dalam berdoa, karena dapat dipastikan bahwa doa kalian akan dikabulkan.” (HR. Muslim)

  • 8. I’tidal (Berdiri Bangun dari Ruku’). 

Kemudian hendaklah mengangkat kepalanya dari ruku’ seraya mengangkat kedua tangannya hingga se-tentang bahu atau setinggi daun telinga sambil meng-ucapkan: 
(( سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ))
“Alloh mendengar orang yang memuji-Nya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

  • 9. Thuma’ninah dalam I’tidal.

Jika telah berdiri tegak, harus tenang beberapa saat dan disunnahkan membaca doa:
(( رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ))
“Wahai Robb kami, hanya milik-Mu-lah segala pujian.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Atau menambahkan dengan kata-kata:
(( مِلْءَ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءَ الأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ ))
“Sepenuh langit dan sepenuh bumi dan segenap yang Engkau kehendaki selain dari itu.” (HR. Muslim)

Adapun dalil wajibnya thuma’ninah dalam i’tidal adalah hadits Rosululloh  :
(( ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِماً ))
“Kemudian bangkitlah (dari ruku’) hingga engkau lurus dalam berdiri.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

  • 10. Sujud.

Kemudian bertakbir dan sujud dengan meletakkan tujuh anggota sujud ke lantai, yaitu wajah (kening dan hidung), dua telapak tangan, dua lutut dan kedua kaki (semua ujung jari kaki). Merapatkan jari-jemari tangan dan menghadapkannya ke arah kiblat serta meletakan-nya sejajar dengan bahu.

Kemudian mengucapkan:
(( سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى ))
“Maha suci Alloh, Robbku yang Maha Tinggi.” (HR. Abu Dawud, shahih)

Atau membaca:
(( سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ))
“Maha suci Engkau, ya Alloh Robb kami, dan dengan memuji-Mu, ya Alloh berilah aku ampun-an.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Ketika meletakkan kedua tangan dalam sujud, harus mengangkat lengan tangan ke atas dan tidak meletakkan lengan tangan menempel di tanah atau lantai. 

Rosululloh   melarang hal tersebut dengan sabdanya: 
(( اعْتَدِلُوْا فِيْ السُّجُودِ، وَلاَ يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ ))
“Lakukanlah sujud dengan sedang-sedang saja, dan janganlah salah seorang dari kalian menghampar-kan lengannya (di lantai) seperti anjing meng-hamparkan (kedua kaki depannya).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

  • 11. Thuma’ninah dalam Sujud.

Rosululloh   menganjurkan umatnya untuk mem-perbanyak doa ketika sujud dalam sabdanya: 
(( أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ ))
“(Keadaan) seorang hamba yang paling dekat dengan Robbnya adalah saat ia sujud. Oleh karena itu, perbanyaklah doa (dalam sujud).” (HR. Muslim)
Namun Rosululloh   melarang membaca al-Qur’an ketika ruku’ dan sujud sebagaimana hadits yang lalu. Beliau   juga melarang tergesa-gesa dalam sujud, se-baliknya beliau memerintahkan untuk thuma’nīnah (tenang).
Rosululloh   bersabda:
(( ثُمَّ اسْجُدْ حَتَى تَطْمَئِنَّ سَاجِداً ))
“Kemudian sujudlah hingga engkau thuma’ninah (tenang) dalam sujud.” (HR. al-Bukhari dan Mus-lim)

  • 12. Duduk di Antara Dua Sujud.

Kemudian mengangkat kepala seraya bertakbir dan duduk di antara dua sujud. Lalu melipat ke belakang kaki kirinya dan duduk di atasnya. Menegakkan telapak kaki kanannya, dan meletakkan kedua telapak tangannya di paha dengan membuka telapak tangannya.

Terkadang Rosululloh   duduk iq’ā, yaitu menegak-kan kedua telapak kakinya dan duduk di atas tumit, kemudian membaca:
(( رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَارْفَعْنِي، وَاهْدِنِي، وَعَافَنِي، وَارْزُقْنِي ))
“Wahai Robbku, ampunilah aku, rahmati aku, angkatlah derajatku, berilah aku petunjuk, ke-sehatan, dan rezeki.” (HR. Abu Dawud, shahih) 

  • 13. Thuma’ninah dalam Duduk di Antara Dua Sujud.

Rosululloh   memperlama posisi ini hingga ada yang berkata: “Nabi lupa.”, dan beliau melarang meringankan-nya (tidak thuma’nīnah).
Rosululloh   bersabda:

(( ثُمَّ ارْفَعْ حَتَى تَطْمَئِنَّ جَالِساً ))
“Kemudian bangkitlah (dari sujud) hingga thuma’-ninah (tenang) dalam duduk (di antara dua sujud).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Kemudian sujud yang kedua sambil bertakbir dan melakukan seperti yang dilakukan pada sujud yang pertama.

Dengan demikian selesailah raka’at pertama. Kemu-dian bangkit sambil bertakbir untuk mengerjakan raka’at-raka’at selanjutnya. Raka’at kedua dikerjakan seperti pada raka’at pertama tanpa takbiratul ihram dan bacaan istiftāh.

Duduk dan Tasyahud Awal

Kemudian duduk tasyahud awal di akhir raka’at kedua. Duduk dengan cara iftirāsy seperti duduk di antara dua sujud (menegakkan telapak kaki kanan dan duduk di atas kaki kiri).

‘Aisyah   berkata:
( كَانَ يَقُولُ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى )
“Nabi   membaca tahiyyat pada setiap dua raka’at dan (duduk iftirāsy) menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya.” (HR. Muslim)

Dan membaca doa tasyahud:
(( التَّحِيَّاتُ للهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ))
“Segala penghormatan hanya untuk Alloh, demi-kian pula doa dan kebaikan-kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpah atasmu, wahai Nabi, juga rahmat dan berkah-Nya. Kesejahteraan semoga terlimpah atas kami dan hamba-hamba Alloh yang shaleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah selain Alloh dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Alloh.” (HR. Abu Dawud dan ad-Daruquthni, shahih)

Ketika tasyahud awal, bukalah telapak tangan kiri dan letakkanlah di paha kiri. Dan letakkan tangan kanan di atas paha kanan serta genggamlah tangan kanan ke-cuali jari telunjuk, diarahkan ke depan dan memberi isyarat dengannya. Dibolehkan mengepalkan kelingking dan jari manis dan membuat lingkaran dengan jari te-ngah dan jempol serta mengangkat telunjuknya.

Kemudian bangkit bertakbir dengan mengangkat kedua tangan untuk raka’at ketiga. Dan membaca surat al-Fatihah dan tidak membaca sesuatupun setelahnya. Ruku’ dan sujud seperti pada raka’at sebelumnya.
Kemudian melanjutkan raka’at keempat dan mela-kukan seperti yang dilakukan pada raka’at ketiga. 

Duduk Tasyahud Akhir
Setelah sampai di akhir raka’at keempat pada shalat Zhuhur, ‘Ashar dan Isya atau raka’at ketiga pada shalat Maghrib, maka duduk untuk tasyahud akhir. 
Duduk tasyahud akhir dengan tawarruk, yaitu me-nempelkan pantat kiri ke lantai dan mengeluarkan kaki kirinya dari satu sisi dengan menjadikannya berada di bawah paha dan betis kanannya. Serta dengan mene-gakkan telapak kaki kanan.

Abu Humaid as-Saidi   berkata tentang sifat shalat Nabi   dalam tasyahud akhir:
( فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ الآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ )
“Apabila Nabi   duduk pada raka’at kedua; beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya. Apabila beliau duduk pada raka’at terak-hir, beliau memajukan kaki kirinya dan menegak-kan kaki kanannya, serta duduk di atas pantatnya.” (HR. al-Bukhari)
Dan dalam keadaan ini, disyariatkan meletakkan tangan kiri di atas paha kiri dengan telapak tangan ter-buka. Serta meletakkan tangan kanan di atas paha ka-nan dengan keadaan tergenggam kecuali jari telunjuk.

Zubair bin ‘Awwam   berkata:
( وَوَضَعَ يَدَهُ اليُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ اليُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ اليُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ اليُمْنَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ )
“Dan Nabi   meletakkan tangannya yang kiri di atas lutut kirinya dan meletakkan tangan kanannya di atas paha kanannya, serta beliau mengisyaratkan dengan jari (telunjuk)nya.” (HR. Muslim)

  • 14. Membaca Tasyahud Akhir.

Dan pada duduk ini, disyariatkan membaca bacaan tasyahud, yaitu:
(( التَّحِيَّاتُ للهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ))
Adapun dalil kewajiban membaca tasyahud tersebut adalah sabda Nabi  :
(( فَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ التَّحِيَّاتُ للهِ... ))
“Apabila salah seorang dari kalian shalat, maka bacalah: at-tahiyyatu lillah….” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

  • 15. Membaca Shalawat Rosululloh  .

Setelah membaca tahiyyat, dilanjutkan dengan mem-baca shalawat Nabi   karena hukumnya wajib. Adapun di antara bacaan shalawat Nabi   adalah:
(( اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ))
“Ya Alloh, berikanlah rahmat kepada Muham-mad dan keluarganya, sebagaimana Engkau mem-beri rahmat kepada Ibrahim dan keluarga Ibra-him. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Alloh, berikanlah karunia kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana Eng-kau memberkahi Ibrahim dan keluarganya. Se-sungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Rosululloh   pernah mendengar seseorang meman-jatkan doa dalam shalatnya, tetapi tanpa mengucapkan pujian kepada Alloh   dan shalawat kepada beliau  , lalu beliau bersabda kepadanya:

(( عَجِلَ هَذَا، ثُمَّ دَعَاهُ فَقَالَ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَمْجِيْدِ رَبِّهِ جَلَّ وَعَزَّ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ ثُمَّ يُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ   ثُمَّ يَدْعُو بِمَا شَاءَ ))
“Orang ini tergesa-gesa.”. Kemudian beliau me-manggil orang tersebut, lalu bersabda kepadanya atau orang lainnya: “Apabila seseorang shalat, maka hendaklah ia memulai membaca tahmīd dan pujian kepada Alloh, kemudian mengucap-kan shalawat Nabi  , lalu memanjatkan doa yang diinginkannya.” (HR. Abu Dawud, shahih)

  • Doa Sebelum Salam

Jika telah selesai dari tasyahud akhir hendaknya meminta perlindungan kepada Alloh   dari empat hal dengan membaca:
(( اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ ))
“Ya Alloh, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah (cobaan) hidup dan mati serta dari fitnah (cobaan) Dajjal.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Atau membaca doa lain yang telah disyariatkan oleh Rosululloh  , misalnya:
(( اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِيْ ظُلْمًا كَثِيرًا، وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِيْ مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ، وَارْحَمْنِي إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ))
“Ya Alloh, sesungguhnya aku banyak menzha-limi diriku dan tidak ada yang dapat mengam-puni dosa selain Engkau. Maka ampunilah dosa-dosaku dengan pengampunan dari-Mu dan rah-matilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pe-ngampun lagi Maha Penyayang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Atau doa:
(( اللَّهُمَّ حَاسِبْنِيْ حِسَاباً يَسِيْراً ))
“Ya Alloh, hitunglah (amal)ku dengan perhi-tungan yang mudah.” (HR. Ahmad, Ibnu Khu-zaimah, Ibnu Hibban dan al-Hakim)
Atau dengan doa-doa lainnya yang disyariatkan.

  • 16. Salam.


Kemudian menutup shalatnya dengan mengucapkan salam sambil menoleh ke kanan:
(( السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ ))
“Semoga keselamatan dan rahmat Alloh atas ka-lian.”
Hingga telihat pipi kanannya oleh orang yang ada di belakangnya. Dan menoleh ke sebelah kirinya demi-kian pula sambil mengucapkan:
(( السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ ))
Sa’ad   berkata:
( كُنْتُ أَرَى رَسُولَ اللهِ   يُسَلِّمُ عَنْ يَمِيْنِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ حَتَّى أَرَى بَيَاضَ خَدِّهِ )
“Aku melihat Rosululloh  mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri hingga aku melihat putih pipinya.” (HR. Muslim)

  • 17. Tertib.

Karena Rosululloh   dalam mengerjakan shalatnya selalu berurutan, maka umatnya pun harus mengikuti urutan tata cara shalat yang telah dicontohkan beliau  . 
Hal ini juga sebagaimana sabda Rosululloh  : 
(( صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ ))
“Shalatlah kalian, seperti kalian melihatku sha-lat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Sujud Sahwi

Jika seseorang lupa melakukan tasyahud awal dan mengingatnya di akhir shalatnya, maka disunnahkan untuk melakukan sujud sahwi sebelum salam sebagai gantinya.

‘Abdullah bin Buhainah   berkata:
( أَنَّ النَّبِيَّ   صَلَّى بِهِمْ الظُّهْرَ، فَقَامَ فِيْ الرَّكْعَتَيْنِ الأَوَّلَيَيْنِ، وَلَمْ يَجْلِسْ، فَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ، حَتَّى إِذَا قَضَى الصَّلاَةُ، وَانْتَظَرَ النَّاسُ تَسْلِيْمَهُ، كَبَّرَ وَهُوَ جَالِسٌ وَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ، ثُمَّ سَلَّمَ )
“Bahwasannya Nabi   mengimami shalat Zhuhur, beliau berdiri langsung setelah dua raka’at pertama dan tidak duduk (tasyahud awal), para jama’ah ber-diri mengikutinya. Kemudian ketika hampir selesai shalat dan jama’ah menunggu beliau salam, beliau bertakbir dalam keadaan duduk dan melakukan su-jud dua kali sebelum salam, kemudian beliau salam.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Saudara-Saudaraku Kaum Muslimin....
Demikianlah yang dapat kami susun dari tata cara shalat Nabi   sejak takbir hingga salam sebagaimana yang diuraikan dalam hadits-hadits yang shahih. 
Rosululloh   mengabarkan bahwa shalat adalah pelipur diri dan penenang jiwanya. Maka hendaknya seorang Muslim – dan kita semua – menjaga shalatnya sebagaimana yang telah diajarkan dan dicontohkan oleh Rosululloh  , hingga menjadi cahaya dan keselamatan baginya pada hari kiamat kelak, serta shalatnya tersebut dapat mencegahnya dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar ketika hidup di dunia, sebagaimana Alloh   berfirman: 

“...dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar....” (QS. al-‘Ankabut [29]: 45)Dan semoga Alloh   menerima shalat-shalat kita selama ini, baik shalat fardhu yang wajib kita kerjakan maupun shalat-shalat sunnah yang berfungsi sebagai “penyulam kekurangan” dari shalat fardhu kita tersebut. 
Amin....

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.