Macam Alam Ghaib


Istilah ghaib atau alam ghaib yang sering disebut dan diungkapkan dalam al-Qur’an, biasanya digunakan untuk dua bentuk keghaiban, yaitu:

1. Ghaib Mutlak.

Yaitu keghaiban yang tidak diketahui oleh siapapun kecuali Alloh  , seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya Alloh, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Alloh Maha mengetahui lagi Maha mengenal.” (QS. Luqman [31]: 34)

“Dan pada sisi Alloh-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. al-An’am [6]: 59)

Ghaib mutlak jenis ini juga tidak dapat diketahui oleh malaikat atau para nabi sekalipun, sebagaimana hadits Jibril   ketika ia bertanya kepada Rosululloh   tentang hal ghaib tersebut:

“Beritakan kepadaku tentang hari kiamat!”, maka Rosululloh   menjawab, “Tidaklah orang yang ditanya lebih mengetahui daripada yang bertanya?”
Bahkan golongan jin yang sering diklaim “orang pintar” sebagai golongan yang mengetahui alam ghaib, juga tidak mengetahui hal ghaib tersebut. 
Alloh   berfirman tentang pasukan jin yang berada di bawah pengawasan Nabi Sulaiaman  :

“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan.” (QS. Saba’ [34]: 14)

Maka keghaiban mutlak ini termasuk kekhususan yang hanya dimiliki Alloh  . Tidak ada seorang makhluk pun yang dapat mengetahuinya. 
Alloh   berfirman:

“Dan kepunyaan Alloh-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kalian kerjakan.” (QS. Hud [11]: 123)

“Katakanlah: ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah’, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (QS. an-Naml [27]: 65)

BACA JUGA : Tingkatan Manusia Terhadap Iman Kepada yang Ghaib

2. Ghaib Nisbi (relatif) atau Muqayyad (terikat).

Yaitu keghaiban yang tidak diketahui oleh sebagian orang, tetapi dapat diketahui oleh sebagian lainnya.

Dalam hukum, ghaib muqayyad ini bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang majhul (tidak diketahui), atau yang tidak langsung bisa dicerna oleh panca indra manusia, tapi masih dimungkinkan untuk meneliti atau mengungkapnya, dengan menggunakan sarana-sarana tertentu. 

Namun pada intinya ghaib seperti ini bukanlah ghaib yang menjadi kekhususan Alloh  . Misalnya ada orang yang mencuri sesuatu, maka pencuri tersebut menurut Anda ghaib, karena Anda tidak mengetahui kejadiannya, dan tidak mengetahui pula siapa pelakunya. Akan tetapi hal tersebut bukan sesuatu yang ghaib bagi pelaku pencurian itu sendiri, atau bagi siapa saja yang membantunya dalam melakukan pencurian, atau bagi orang yang menyaksikan kejadian tersebut (saksi).

Termasuk pula dalam hal ini adalah perkara-perkara ghaib yang diberitahukan Alloh   kepada sebagian dari makhluk-Nya, seperti kepada para nabi dan rosul untuk suatu hikmah dan kemashlahatan tertentu. 
Alloh   berfirman:

“(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada Rosul yang diridhai-Nya. Maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” (QS. al-Jin [72]: 26-27)

Namun orang yang diberitahu Alloh   sebagian dari perkara yang ghaib bukan berarti ia mengetahui semua ilmu ghaib, tidak demikian maksudnya!
Tetapi ia hanya mengetahui “bagian tertentu” dari ilmu ghaib yang diberitahukan Alloh   kepadanya, karena sebuah hikmah atau maksud tertentu, misalnya sebagai mukjizat untuk menunjukkan bukti kenabiannya.

Oleh karena itu, bila ada orang yang mengklaim diri mengetahui ilmu ghaib, padahal ia bukan sebagai rosul, maka ia adalah seorang pendusta (dajjal) dan kafir. Sayangnya, kenyataan inilah yang sekarang marak terjadi dan banyak dipercaya oleh sebagian kaum Muslimin. Na’ūdzu billāhi min dzālik!

Tidak ada komentar

Silahkan mengcopy-paste, menyebarkan, dan membagi isi blog selama masih menjaga amanah ilmiah dengan menyertakan sumbernya.

Salam : Admin K.A.

Diberdayakan oleh Blogger.